Belajar Blog, Ilmu dan Pengalaman

Jumat, 11 Maret 2016

TRADITIONAL ISLAMIC EDUCATION IS AIMS AND PURPOSES IN THE PRESENT DAY

TRADITIONAL ISLAMIC EDUCATION
IS AIMS AND PURPOSES IN THE PRESENT DAY
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Reading Teks Of Islamic Education yang dibina oleh Bapak Dr.H.M. Muchlis Sholichin, M.Ag

Dari Al-Azhar, Zaki Badawi pergi untuk mengajar di Universitas Muslim Malaya, kemudian dia bergabung di Universitas Singapore, dan kemudian Universitas Malaya di Kuala Lumpur. Dua belas tahun yang lalu dia pindah ke Nigeria. Disana, baru-baru ini, dia adalah seorang profesor islamic studies di Universitas Abdullahi Bayero, universitas Ahmadu Bello di Kano. Sekarang dia adalah seorang direktur di pusat pusat budaya islami (Islamic culture centre), London.
Pendidik muslim dengan bulat menyetujui bahwa maksud dari pendidikan yaitu tidak untuk memaksakan fikiran murid dengan fakta tetapi untuk memperbaiki mereka dalam hidup dalam kemurnian dan ketulusan. Komitmen mutlak ini untuk pembentukan karakter berdasarkan pada etika islam yang baik yang merupakan paling tingginya tujuan pendidikan islam.
Masyarakat muslim secara murni harus mengarah pada penanaman prinsip-prinsip islam dihati dan pemikiran anak yang mencapai terhadap kepercayaan yang baik, kelancaran seorang Ummah yang Al-qur’an jelaskan ‘ negara yang baik yang pernah melahirkan untuk laki-laki.’ Ummah telah menjelaskan tidak pada keunggulannya dalam pengetahuan atau bakat tetapi terhadap fakta bahwa itu merupakan perintah kebaikan dan larangan keburukan dan kepercayaan terhadap Allah.
Beberapa sistem pendidikan menekankan pendidikan untuk keunggulan individu. Ketertarikan dan tujuan masyarakat sebagai merupakan terhadap individu tersebut seperti sebuah sistem. Orang-orang yang tersesat terdahulu di Yunani merumuskan dan mempertahankan pandangan ini. Tetapi ada sebagian pendapat yang berlawanan dan mengabaikan ketertarikan dan tujuan pada individu terhadap masyarakat tersebut. Contoh paling jelas dalam sikap ini adalah Sparta. Disana, satu-satunya maksud pendidikan adalah untuk meredamkan identitas individu terhadap jumlah dalam kelompok.
Islam mengakibatkan sebuah keseimbangan antara dua kecenderungan. Individu yang baik bukan korban untuk kebaikan kelompok atau bukan tujuan kelompok yang memberi tempat kedua terhadap inividu tersebut.
Keseimbangan ini merujuk sampai semua aspek pendidikan muslim dan merupakan pernyataan sebagian besar ketertarikan di wilayah pengarahan dan tujuannya. Untuk mengilustrasikan pemaksaan ini kita boleh menggunakan analisis tipe-tipe pendidikannya Max Weber. Dia membagi tiga tipe. Pertama dia beri nama dengan ‘ pendidikan karisma’ (charismatic education) yang mendominasi ‘ di periodee agama yang mana yang jangkauanya merupakan poin tertinggi’ itu merupakan pengarahan terhadap kesadaran ‘ intuisi keagamaan dan kesiapan hati dalam pengalaman trasidental.’ Pengarahan yang utama dalam hal ini ‘ bukan merupakan pergantian pada kandungan khusus atau bakat atau untuk mengaduk kepastian kemampuan bawaan lahir. Tipe ini mungkin memberikan contoh oleh apa yang Sufi-Sufi sebut ‘tarbiyah’. Ini terkait keutamaan dengan kebaikan hati individu.
Kedua dan tipe yang sangat berbeda yaitu ‘ pendidikan budaya’. Ini berdasarkan terhadap ‘kepercayaan yang khusus atas kandungan-kandungan yang dirasa klasik mempunyai qualifikasi diri terhadap pengelolaan sebuah tipe sosial khusus. Ini tidak hanya substansi yang bernilai tapi gaya hidup yang tanpa disadari akan berpindah sampai kebaikan itu hadir. Bukan kandungan yang serupa tetapi yang berhubungan dengan daya pendidikan yang menjadi tekanan. Contoh yang bagus adalah penciptaan terhadap kegagahan laki-laki atau mandarin cina yang disebut ilmu yang mempelajari tentang klasik khusus sebuah mental jiwa, gaya berfikir, dan watak diri, dan perasaan. ‘ yang ditekankan disini adalah pada perbedaan sosial.
Tipe ketiga yaitu ‘ khusus pendidikan’. Ini diminta untuk mengganti pengetahuan tertentu atau bakat dan dengan keras menyambungkan dengan pertumbuhan dalam devisi tenaga kerja yang membuat ahli yang sangat dibutuhkan dalam industri masyarakat modern. Tipe ini dicontohkan oleh percobaan yang memberi beberapa sekolah pandangan sekuler modern dimana seluruh hubungan merupakan kemurnian mekanik dan kekurangan pendidikan karisma dan perhatian terhadap pendidikan karakteristik keperibadian seseorang.
Islam memadukan tiga tipe itu dalam sistem pemberian keunggulan kemurnian diri untuk menjadi pernyataan dalam kesadaran sosial dan idealistis mencoba kearah penguasaan terhadap beberapa kemampuan yang membuat manusia memiliki tugasnya sendiri.
Pendidikan muslim tradisional bukan merupakan sebuah aktivitas yang memisahkan dari aspek-aspek masyarakat lain. Ini bertindak dalam keselarasan dengan semua aktivitas lainnya dan lembaga dalam memperkuat mereka dan menjadi penguat mereka. Tidak heran, masjid, pusat ativitas keagamaan, merupakan puncak dari semua sistem. Baik pendidik ataupun murid yang mengasingkan dari ketenangan masyarakat. Mereka lebih banyak sering daripada mengkombinasi fungsi lain dengan pendidikan itu, jadi menahan kontak kedekatan mereka kehidupan sehari-hari. Selalu terdapat hubungan kedekatan pribadi antara guru dan murid yang menjamin moral dan spritual pemimpin yang diberikan selama pengajaran kemampuan yang bermacam-macam.
Kesuksesan adalah jelas penting, tetapi kegagalan tidak mengarah pada individu. Beban ketidak bergunaan bagi masyarakat apaun yang ia pelajari sedikit apapun akan menjadi sebuah nilai dan perannya di masyarakat. Kemamfaatan akan terjamin.
Prestasi siswa dalam sistem nasional diukir dengan sosialitas sebagai seorang manusia. Kepeduliannya dan moral yang dilaksanakan harus disamaratakan dengan kecerdasan untuk prestasinya di daerah lain.
Subyek inti dari perangkat terakhir ajaran Al-Qur’an, studi Al-Qur’an adalah diletakan pada sekolah-sekolah tradisonal dan sangat penting sampai sekarang sebagai materi inti harus tahu baca tulis Al-Qur’an.
Pendidikan anak muslim di mulai dari kitab suci Al-Qur’an yang mereka belajar menulis dan menghafal. Kitab suci Al-Qur’an adalah petunjuk final dalam kepercayaan dasar dalam aqidah. Bentuk-bentuk ibadah dan perilaku ibadah, petunjuk paten dalam Al-Qur’an.
KESIMPULAN
1. Pendidik muslim dengan bulat menyetujui bahwa maksud dari pendidikan yaitu tidak untuk memaksakan fikiran murid dengan fakta tetapi untuk memperbaiki mereka dalam hidup dalam kemurnian dan ketulusan. Komitmen mutlak ini untuk pembentukan karakter berdasarkan pada etika islam yang baik yang merupakan paling tingginya tujuan pendidikan islam.
2. Beberapa sistem pendidikan menekankan pendidikan untuk keunggulan individu. Ketertarikan dan tujuan masyarakat sebagai merupakan terhadap individu tersebut seperti sebuah sistem. Orang-orang yang tersesat terdahulu di Yunani merumuskan dan mempertahankan pandangan ini. Tetapi ada sebagian pendapat yang berlawanan dan mengabaikan ketertarikan dan tujuan pada individu terhadap masyarakat tersebut. Contoh paling jelas dalam sikap ini adalah Sparta. Disana, satu-satunya maksud pendidikan adalah untuk meredamkan identitas individu terhadap jumlah dalam kelompok.
3. Untuk mengilustrasikan pemaksaan ini kita boleh menggunakan analisis tipe-tipe pendidikannya Max Weber. Dia membagi tiga tipe. Pertama dia beri nama dengan ‘ pendidikan karisma’ (charismatic education) yang mendominasi ‘ di periodee agama yang mana yang jangkauanya merupakan poin tertinggi’ itu merupakan pengarahan terhadap kesadaran ‘ intuisi keagamaan dan kesiapan hati dalam pengalaman trasidental.’ Pengarahan yang utama dalam hal ini ‘ bukan merupakan pergantian pada kandungan khusus atau bakat atau untuk mengaduk kepastian kemampuan bawaan lahir. Tipe ini mungkin memberikan contoh oleh apa yang Sufi-Sufi sebut ‘tarbiyah’. Ini terkait keutamaan dengan kebaikan hati individu.
4. Islam memadukan tiga tipe itu dalam sistem pemberian keunggulan kemurnian diri untuk menjadi pernyataan dalam kesadaran sosial dan idealistis mencoba kearah penguasaan terhadap beberapa kemampuan yang membuat manusia memiliki tugasnya sendiri.
5. Pendidikan muslim tradisional bukan merupakan sebuah aktivitas yang memisahkan dari aspek-aspek masyarakat lain. Ini bertindak dalam keselarasan dengan semua aktivitas lainnya dan lembaga dalam memperkuat mereka dan menjadi penguat mereka. Tidak heran, masjid, pusat ativitas keagamaan, merupakan puncak dari semua sistem.
6. Kesuksesan adalah jelas penting, tetapi kegagalan tidak mengarah pada individu. Beban ketidak bergunaan bagi masyarakat apaun yang ia pelajari sedikit apapun akan menjadi sebuah nilai dan perannya di masyarakat. Kemamfaatan akan terjamin
7. Prestasi siswa dalam sistem nasional diukir dengan sosialitas sebagai seorang manusia. Kepeduliannya dan moral yang dilaksanakan harus disamaratakan dengan kecerdasan untuk prestasinya di daerah lain.




Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Label

Blog Archive