Belajar Blog, Ilmu dan Pengalaman

Rabu, 07 Oktober 2015

Sejarah Pendidikan Islam



BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Umat Islam mengalami puncak keemasan pada masa pemerintahan Abbasiyah. Pada masa itu bermunculan para pemikir Islam kenamaan yang sampai sekarang pemkiriannya masih diperbincangkan dan dijadikan dasar pijakan bagi pemikiran di masa mendatang, baik dalam bidang keagamaan maupun umum. Kemajuan Islam ini tercipta berkat usaha dari berbagai komponen masyarakat, baik ilmuwan, birokrat, agamawan, militer, dan ekonomi maupun masyarakat umum.[1]
Sejarah mencatat, bahwa setelah terjadinya penyerangan tentang Mongol yang dipimpin Hulagu Khan pada tahun 1258, kekuasaan Islam yang berpusat di Baghdad mengalami kehancuran yang amat signifikan. Kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol. Keadaan ini diperparah oleh serangan dari Timur Lenk yang datang menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.[2]
Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar, yaitu Utsmani di Tukri, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Kerajaan utsmani di samping merupakan kerajaan Islam pertama yang berdiri juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya.[3]



  1. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penulis dapat merumuskan masalah diantaranya:
  1. Bagaimana kondisi sosio politik kerajaan Turki Ustmani?
  2. Bagaimana perkembangan pendidikan pada masa kerajaan Turki Ustmani?
  3. Bagaimana bentuk reformasi pendidikan yang dilakukan pada masa kerajaan Turki Ustmani?

  1. Tujuan
Tujuan penulisan ini untuk:
  1. Mengetahui kondisi sosio politik kerajaan Turki Ustmani.
  2. Mengetahui perkembangan pendidikan pada masa kerajaan Turki Ustmani.
  3. Mengetahui bentuk reformasi pendidikan yang dilakukan pada masa kerajaan Turki Ustmani.

















BAB II
PEMBAHASAN

  1. Sekilas Tentang Kerajaan Turki Utsmani
Secara historis, bangsa Turki Utsmani berasal dari keluarga Qabey, salah satu kabilah al-Ghaz al-Turky, yang mendiami daerah Turkistan. Mereka masuk Islam sekitar abad kesembilan atau kesepuluh di bawah pimpinan Ortoghol, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Akibat ada tekanan tentara Mongol yang terus merengsek dan memburu suku tersebut, akhirnya mereka pindah ke arah barat hingga mereka bergabung dengan saudara seketurunan, yakni orang Turki Saljuq, di dataran tinggi Asia kecil.[4]
Di sana, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alaudin, Sultan Saljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alaudin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alaudin menghadiahkan sebidang tanah di Asia kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibu kota. Ortoghul meninggal dunia pada tahun 1289 M. Kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya, Usman. Putra Ortughol inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Utsmani.[5] 

  1. Kondisi Sosio Politik Kerajaan Turki Utsmani
Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Saljuk dan Sultan Alaudin terbunuh. Kerajaan Saljuk ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan merdeka dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah Utsmani


dinyatakan berdiri, dengan pimpinan pertamanya Usman, yang selanjutnya sering disebut sebagai Usman I (1300-1326).[6]
Kerajaan Utsmani sangat gencar melakukan ekspansi guna meluaskan wilayah kekuasaannya, sehingga pada masa Orkhan sebagian dari wilayah Eropa telah ditundukkan. Kerajaan ini telah mencapai gemilang bermula sejak awal abad ke-16 sewaktu Salim mengalahkan kekuatan Safawi dan meluaskan wilayah ke selatan sampai Mesir dan Hijaz. Kawasan ini memiliki arti penting dalam kehidupan keagamaan umat Islam secara umum.
Wilayah kekuasaan Utsmani sejak abad ke-16 sangatlah luas, membentang dari Budepest di bagian utara sampai ke Yaman, di bagian selatan dan dari Basrah di bagian timur hingga ke Aljazair di bagian barat itu, dibagi ke dalam beberapa provinsi yang masing-masing dipimpin oleh seorang gubernur atau pasha.[7]
Adapun nama-nama kekhalifahan Turki Utsmani sebagai berikut:
Orkhan
1326-1359 M
Murad I
1359-1389 M
Bayazid I
1389-1403 M
Sultan Muhammad I
1403-1421 M
Murad II
1421-1451 M
Muhammad al-Fatih
1451-1484 M
Sultan Salim I
1512-1520 M
Sultan Sulaiman al-Qanuni
1520-1566 M
Secara umum, para khalifah Utsmani sebagaimana tersebut di atas, banyak memanfaatkan masa kekuasaannya untuk memperluas wilayah kekuasaan, membangun militer dan pemerintahan yang kuat. Keadaan ini sebuah program utama, mengingat secara geografis dan politis, kekhalifahan ini berhadapan dengan kekuasaan Eropa yang setiap saat dapat menghancurkan kekhalifahan Utsmani.[8]
Kerajaan Turki Utsmani menikmati masa keemasan, yakni pada masa kepemimpinan Sultan Sulaiman, The great, the magnificent, al-qanuniy. Mencapai peradaban tinggi karena kepandaian masyarakatnya yang adaptif terhadap kemajuan di sekitarnya. Bizantium, Persia dan Arab adalah wilayah yang kaya akan kebudayaan dan peradaban tinggi. Dari sanalah Utsmani mengambil alih kebudayaan untuk dipakai sebagai landasan kemajuan, dengan mengadakan penelitian dan mengembangkan ilmu pengetahuan, ekonomi, social kemasyarakatan, hukum dan huruf dari budaya Arab melalui ajaran Islam yang mereka peluk.
Masyarakat kerajaan Turki Utsmani juga mengalami kemajuan dalam bidang agama. Kehidupan agama merupakan bagian terpenting dalam sistem sosial dan politik daulah ini. Di samping itu, Turki Utsmani juga mengalami kemajuan di bidang politik dan kemiliteran. Kekuatan militer Utsmani yang sangat tangguh sangat menentukan stabilitas kekuasaan. Kelompok militer yang disebut Jenisseri atau Inkisyariah dapat mengubah Turki Utsmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam menaklukkan negeri-negeri non muslim.[9]

  1. Perkembangan Pendidikan Pada Masa Turki Utsmani
Pendidikan sebagai dimensi perkembangan suatu bangsa, pada masa Turki Utsmani cukup menarik untuk dianalisis keberadaanya. Sebab dibalik kejayaan ekspansinya telah terjadi kelesuan intelektual yang kuat. Meningat sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Utsmani lebih banyak menfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan, mereka kelihatan tidak begitu menonjol, kecuali dalam pengembangan arsitektur Islam, berupa bangunan Masjid yang indah seperti Masjid al-Muhammadi atau Masjid jami’ Sultan Muhammad al-Fatih, Masjid Agung Sulaiman dan Masjid Ali Ayyub al-Anshari. Karena itulah, di dalam khazanahintelektual Islam, kita tidak menemukan ilmuwan terkemuka dari Turki Utsmani.[10]
Pada masa Sultan Orkhan (w.1359 M), Sultan-sultan Utsmani banyak mendirikan Masjid-masjid dan Madrasah-madrasah, terutama di Istambul dan Mesir. Pada masa itu banyak juga perpustakaan yang berisi Kitab-kitab yang tidak sedikit jumlahnya. Tiap-tiap orang bebas membaca dan mempelajari isi Kitab-kitab itu. Mereka tidak terpengaruh oleh pergerakan ilmiah di Eropa dan tidak pula mau mengikuti jejak zaman kemajuan dunia Islam pada masa Harun Al-Rasyid dan masa Al-Makmun, yaitu masa keemasan dalam sejarah Islam.
Sistem pengajaran yang dikembangkan pada Turki Utsmani adalah menghafal matan-matan meskipun murid tidak mengerti maksudnya, seperti matan al-Jurumiah, dll. Murid-murid setelah menghafal matan-matan itu barulah mempelajari syarahnya, kadang-kadang serta khasiyahnya. Karenanya pelajaran itu bertambah berat dan bertambah sulit untuk dihafalkannya.
Meskipun pada masa Turki Utsmani pendidikan Islam kurang mendapat perhatian yang serius dan juga terhambat kemajuannya, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa pada tiap-tiap masa pasti akan memunculkan tokoh-tokoh atau ulama kenamaan. Walaupun jumlah ulama yang muncul tidak sebanyak pada masa Abbasiyah yang merupakan puncak keemasan Islam.[11]

  1. Pencapaian Pendidikan Pada masa Turki Utsmani
a)  Bidang Keagamaan
     Dalam tradisi masyarakat Turki, agama mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan politik. Masyarakat digolongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Sedangkan Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi, berwenang memberi fatwa resmi terhadap problema keagamaan yang dihadapi masyarakat.
Seiring dengan kuatnya pengaruh agama sebagaimana tersebut di atas, pada masyarakat Turki, tarekat juga ikut berkembang, yaitu tarekat Bektasyi dan tarekat Maulawi.
b)  Bidang kebudayaan
     Turki Utsmani merupakan perpaduan dari berbagai macam daerah, seperti Persia, Byzantium, dan Arab. Ketiga bangsa tersebut yang pada akhirnya banyak mewarnai perjalanan kerajaan Turki Utsmani, baik dalam hal transformasi ilmu pengetahuan maupun perpaduan budaya yang lain.
c)  Bidang pendidikan
     Dapat dikatakan tidak mengalami perkembangan yang berarti. Para penguasa lebih cenderung memiliki satu mazhab keagamaan, kemudian mempraktikkannya, dan menekan mazhab yang lain agar tidak menyainginya.[12]

  1. Reformasi Pendidikan Pada masa Turki Utsmani
Di dalam imperium Utsmani akhir abad ke-19, dan dalam pembentukan negara Turki modern, pertimbangan utamanya adalah kontinuitas bentuk kesejarahan institusional dan kultural. Ketika kekuatan Eropa berusaha memaksakan pengaruhnya, pengaruh mereka terhadap evolusi internal periode akhir Utsmani dan periode awal masyarakat Turki modern dimediasi oleh elite Utsmani dan elite Turki. Berbeda dengan beberapa imperium muslim lainnya, Utsmani dapat mempertahankan pemerintahannya sehingga mampu menyusun program modernisasi dan reformasinya sendiri.[13]
  1. Salim III (1789-1807)
Pada masa pemerintahan Salim III memberlakukan program reformasi yang komprehensif, yang disebut Nizami Jedid atau organisasi baru. Program ini menghendaki reformasi pasukan militer modern, meningkatkan sektor pajak, dan pendirian sekolah teknik untuk mendidik kader-kader bagi rezim baru.
  1. Mahmud II (1807-1839)
Pada masa pemerintahan Mahmud II program reformasi dibangkitkan kembali. Meskipun program kemiliteran, administrasi, dan sejumlah proyek pendidikan Mahmud II bersandar pada program reformasi Salim III, namun langkah baru untuk meningkatkan kecakapan militer, merasionalisir administrasi, pengsampingan sejumlah provinsi, meningkatkan penghasilan negara, mendirikan sekolah-sekolah yang berorientasi terhadap barat dan menerapkan konsep sentralisasi negara yang lebih radikal, dijalankan oleh sebuah kerajaan absolut.
Usaha pembaharuan pendidikan Islam yang dilaksanakan oleh Sultan Mahmud II ialah perubahan dalam bidang pendidikan. Sebagaimana di dunia Islam lain di zaman itu, madrasah merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang ada di kerajaan Utsmani. Di madrasah hanya diajarkan agama. Pengetahuan umum tidak diajarkan, Sultan Mahmud II sadar bahwa pendidikan madrasah tradisional ini tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman abad ke-19.[14]
  1. Tanzimat (1839-1876)
Pada periode ini program reformasi diperluas dari bidang militer dan administrasi kepada bidang ekonomi, sosial, dan bidang keagamaan. Membangun sejumlah pabrik, penambangan batu bara, baja dan tembaga, serta membangkitkan perkembangan pertanian, dengan menempuh kebijakan reklamasi dan transmigrasi.
Meskipun reformasi pendidikan Utsmani telah dilancarkan bersamaan dengan pembentukan sekolah-sekolah profesional, sebuah sistem pendidikan baru mencakup pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan dibentuk untuk mempersiapkan para pelajar ke jenjang pendidikan  menengah (Rusbdiye), dan mendukung sekolah-sekolah umum lainnya.[15]


















BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
  1. Umat Islam mengalami puncak keemasan pada masa pemerintahan Abbasiyah. Pada masa itu bermunculan para pemikir Islam kenamaan yang sampai sekarang pemkiriannya masih diperbincangkan dan dijadikan dasar pijakan bagi pemikiran di masa mendatang, baik dalam bidang keagamaan maupun umum
  2. Kerajaan utsmani di samping merupakan kerajaan Islam pertama yang berdiri juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya. Sementara untuk pendidikan Islam kurang mendapat perhatian yang serius dan juga terhambat kemajuannya, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa pada tiap-tiap masa pasti akan memunculkan tokoh-tokoh atau ulama kenamaan. Walaupun jumlah ulama yang muncul tidak sebanyak pada masa Abbasiyah yang merupakan puncak keemasan Islam.
  3. Imperium Utsmani akhir abad ke-19, dan dalam pembentukan negara Turki modern, pertimbangan utamanya adalah kontinuitas bentuk kesejarahan institusional dan kultural. Berbeda dengan beberapa imperium muslim lainnya, Utsmani dapat mempertahankan pemerintahannya sehingga mampu menyusun program modernisasi dan reformasinya sendiri.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penyusun. Penyusun menerima saran dan kritik yang bersifat membangun dan dapat lebih menyempurnakan makalah ini.

DAFTAR RUJUKAN
Siswanto. Dinamika Pendidikan Islam  Perspektif Historis. Surabaya: Pena Salsabila, 2013.
Nata, Abuddin. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2011.
Nata, Abuddin (Ed.). Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan pertengahan. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.
Ira. M . Lapidus. Sejarah Sosial Ummat Islam, Bagian ketiga. Jakarta: Rajagrafindo, 1988.
Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.  


[1] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan pertengahan, Jakarta: RajaGrafindo Persada. Hlm. 271
[2] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Hlm. 205
[3] Ibid. Hlm. 271
[4] Ibid. Hlm. 206
[5] Siswanto, Dinamika Pendidikan Islam Perspektif Historis, Surabaya: Pena Salsabila. Hlm. 75
[6] Ibid. Hlm. 207
[7] Ibid. Hlm. 273
[8] Ibid. Hlm. 207
[9] Ibid. Hlm. 77
[10] Ibid. Hlm. 78
[11] Ibid. Hlm. 277
[12] Ibid. Hlm. 208-210
[13] Ira M. Lapidus Sejarah Sosial Ummat Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada. Hlm. 72-75
[14] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara. Hlm. 118
[15] Ibid. Hlm. 75
Share:

Popular Posts

Label