Belajar Blog, Ilmu dan Pengalaman

Tampilkan postingan dengan label Makalah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Makalah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 13 Maret 2020

MEMBANGUN IKLIM PEMBELAJARAN YANG INSPRIRATIF

A.Latar Belakang
Guru inspriratif tidak hanya melahirkan daya tarik dan spirit perubahan terhadap diri siswanya dari aspek dan pribadinya semata, tetapi iya juga harus mampu mendesain iklim dan suasana pembelajaran yang juga inspriratif, akan semakin memperkukuh karakter dan sifat inspriratif yang ada pada diri guru. Perpaduan keduanya, yaitu karakter diri guru dan suasana pembelajaran, akan menjadikan demensi inspriratif semakin menemukan momentum untuk mengkristal dan membangun energi perubahan positif dalam diri setiap siswa.
Dalm konteks semcam ini, penciptaan iklim pembelajaran yang inspriratif penting untuk dilakukan. Ada beberapa aspek ang dapat dikembangkan oleh seorang guru sehingga mampu menciptakan suasana pembelajaran yang inspriratif. Penciptaan suasana pembelajaran yang inspriratif sangat penting artinya, untuk semakin mengukuhkan dan mendukung kekuatan inspriratif yang bersumber dari diri pribadi guru. Dua aspek ini pribadi guru dan suasana pembelajaran pada gilirannya akan mampu mengakumulasikan potensi dalam diri para siswanya untuk semakin meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya. Modal inilah yang pada gilirannya dapat dilejitkan untuk melakukan perubahan menuju kearah pencapaian cita-cita hidup. Baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek, para siswa mampu menjadi siswa dengan prestasi belajar yang memuaskan. Tujuan atau cita-cita jangka panjangnya adalah bagaimana menjadi pribadi yang sukses dalam makna yang luas, sukses hidup, keluarga, profesi, sosial, dan kemasyarakatan .
B.Rumusan masalah
1.Bagaimana strategi guru dalam membangun iklim pembelajaran yang inspriratif?

C.Pembahasan
a.Pengertian Strategi Guru
Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama, dalam konteks pengajaran dengan strategi bisa diartikan sebagai suatu pola umum tindakan guru dan peserta didik dalam maniprestasi aktivitas pengajaran. Sifat umum pola itu berarti bahwa macam-macam dan sekuensi tindakan yang dimaksud nampak digunakan/dipragakan guru dan peserta didik pada berbagai ragam, events pengajaran. Dengan kata lain, konsep strategi dalam konteks ini dimaksudkan untuk menunjuk pada karakteristik abstrak serangkaian tindakan guru peserta didik dalam events pengajaran .

b.Langkah-langkah Guru dalam Membangun Iklim Pembelajaran yang Inspriratif.
1.Membuat model-model desain pembelajaran
Secara umum, model desain pembelajarn dapat diklasifikasikan ke dalam model berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model prosedural dan model melingkar. Model berorientasi kelas, biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro (kelas) yang hanya dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih. Contohnya adalah menggunakan model ASSURE, yaitu merupakan suatu model formulasi untuk kegiatan belajar mengajar, model ini terdiri atas enam langkah kegiatan antara lain: analyze learners,States Cbjectives, Select methods, media, and material, Utilize media and materials, Require participation, Evaluate and revise. Model berorientasi produk adalah model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu produk, biasanya media pembelajaran dan multimedia pembelajaran atau modul. Contoh modelnya adalah model HANNAFIN AND PECK, ialah model desian pengajaran yang terdiri daripada tiga fase yaitu; fase analisis keperluan, fase desian, dan fase pengembangan dan implementasi. Sedangkan model berorientasi sistem yaitu model desian pembelajaran untuk menghasilkan suatu sistem pembelajaran yang cakupannya luas, seperti desain sistem kurikulum sekolah,dll. Contohnya adalah model ADDIE, model ini menggunakan 5 tahap pengembangan yaitu; Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation. Selanjutnya model Prosedural contohnya adalah model J.E. KEMP, adalah desain pengembangan pembelajran dengan menggunakan model ini berpijak pada empat unsur dasar perencanaan pembelajaran yang merupakan wujud jawaban atas pertanyaan: untuk siapa program itu dirancang? Kemampuan apa yang ingin anda pelajari? Bagaimana isi pelajaran atau keterampilan dapat dipelajari?bagaimana anda menentukan tingkat penguasaan pelajaran yang dica? Keempat unsur dasar tersebut adalah (peserta didik, tujuan, metode, dan evaluasi) merupakan acuan setiap kegiatan perencangan pembelajaran yang menggunakan pendekatan sistem .

2.Perhatian dan Motivasi
Guru sejak merencanakan kegiatan pembelajaran sudah memikirkan perilakunya terhadap siswa sehingga dapat menarik perhatian dan menimbulkan motivasi siswa dan tidak berhenti pada rencana pembelajarannya. Adapun implikasinya adalah: menggunakan metode secara variasi, menggunakan media sesuai dengan tujuan belajar dan materi yang diajarkan, mengemukakan pertanyaan-pertanyaan membimbing, memberikan pujian verbal atau non verbal terhadap siswa yang memberikan respon terhadap pertanyaan yang diberikan .

3.Empati kepada siswa
Dalam membangun iklim pembelajaran yang inspriratif guru berempati kuat pada siswanya, dalam keadaan apapun. Dalam konteks hubungan guru dan siswa, empati bermakna afeksi fisikal atau parsialitas guru terhadap siswanya. Afeksi fisikal bermakna penampakan fisik atau aura guru terkait langsung atau tidak langsung dengan fenomena yang dihadapi oleh siswanya. Kata parsialitas bermakna guru mengarsir atau menyentuhkan diri pada sisi siswanya, dalam konteks akademik dan pedagogis. Empati dikonsepsikan sebagai kemampuan guru dalam membaca siswa. Secara harfiah, empati bermakna kemampuan seorang guru merasakan emosi siswa atau pribadi-pribadi di luar dirinya, khususnya komunitas sekolah .
Menurut Kindsvatter, Wilen, dan Ishler membangun iklim pembelajaran yang efektif dan inspriratif adalah pembelajaran yang melalui prosedur sebagai berikut: me-review pelajaran yang lalu, menyajikan pengetahuan atau keterampilan baru, memberikan pelatihan aplikasi konsep, memberi umpan balik atau koreksi, memberi latihan mandiri, melakukan review mingguan dan bulanan. Sedangkan ciri-ciri yang melekat pada guru menurut Davis dan Thomas adalah: Pertama; mempunyai pengetahuan yang terkait iklim belajar di kelas yang mencakup; 1. Memiliki keterampilan interpersonal khususnya kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan terhadap peserta didik, dan ketulusan, 2. Menjalin hubungan yang baik dengan peserta didik, 3. Mempu menerima, mengakui, dan memerhatikan peserta didik secara ikhlas, 4. Menunjukkan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar, 5. Mampu menciptakan atmosfer untuk tumbuhnya kerja sama kohesivitas dalam dan antar kelompok peserta didik, dll.... Kedua kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen pembelajaran, yang mencakup; 1. Kemampuan menghadapi dan menanggapi peserta didik yang tidak mempunyai perhatian, suka menyela, mengalihkan perhatian, dan mampu memberikan transisi subtansi bahan ajar dalam proses pembelajaran, 2. Mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berpikir yang berbeda untuk semua peserta didik. Ketiga, mempunyai kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik (feed back) dan penguatan (reinforcement), yang terdiri atas; 1. Mampu memberikan respon yang bersifat membantu terhadap peserta didik yang lamban dalam belajar, 2. Mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban peserta didik yang kurang memuaskan, 3. Mampu memberikan bantuan profesional kepada peserta didik jika diperlukan. Keempat, mempunyai kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri, yang mencakup; 1. Mampu maneapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif, 2. Mampu memperluas dan menambah pengetahuan mengenai metode-metode pembelajaran, 3. Mampu memanfaatkan perencanaan guru secara berkelompok untuk menciptakan dan mengembangkan metode pembelajaran yang relevan .

4.Membuat pembelajaran yang menyenangkan.
Salah satu usaha penting yang dapat dilakukan untuk membangkitkan semangat belajar adalah mendesain pembelajaran dalam suasana yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan berusaha untuk membangun konsepsi baru bahwa belajar bukanlah sebagaimana yang selama ini dibayangkan. Menurut Hermowo dengan mengutip pendapat Dave Meier, menyenangkan atau membuat suasana belajar dalam keadaan gembira bukan berarti menciptakan suasana ribut dan hura-hura. Dari rumusan Meier ini, ada beberapa komponen pembangun suasana pembelajaran yang menyenangkan: Pertama, bangkitnya minat. Secara sederhana, minat sering dipadankan dengan “gairah” atau “keinginan yang menggebu-gebu. Maka jelas bahwa seorang guru atau siswa akan menjadi gembira karena di dalam dirinya memang ada keinginan mengajarkan atau mempelajari suatu materi pelajaran. Kedua, adanya keterlibatan penuh si pembelajar dalam mempelajari sesuatu. Ketiga, ihwal terciptanya makna. Makna lebih berkaitan erat dengan masing-masing pribadi. Makna terkadang muncul secara sangat kuat dalam konteks yang personal. Kata yang mungkin paling dekat dan mudah di pahami berkaitan dengan makna adalah terbitnya sesuatu yang memang “mengesankan”. Sesuatu yang mengesankan, atau inspriratif, biasanya akan menghadirkan makna. Jadi, apabila pembelajaran tidak menimbulkan kesan mendalam terhadap para pembelajar, maka mustahil ada makna. Keempat, ihwal pemahaman atas meteri yang dipelajari. Apabila minat seorang siswa dapat ditumbuhkan ketika mempelajari sesuatu, lantas dia dapat terlibat secara aktif dan penuh dalam membahas materi-materi yang dipelajarinya, dan ujung-ujungnya dia terkesan dengan sebuah pembelajaran yang diikutinya, tentulah pemahaman akan materi yang dipelajarinya dapat muncul secara sangat kuat. Kelima, tentang nilai yang membahagiakan. Bahagia adalah keadaan yang bebas dari tekanan, ketakutan, dan ancaman. Rasa bahagia yang dapat muncul dalam diri siswa sebagai seorang pembelajar bisa saja terjadi karena dia merasa mendapatkan makna ketika mempelajari sesuatu .

D.Penutup
Adapun Langkah-langkah Guru dalam Membangun Iklim Pembelajaran yang Inspriratif adalah: Membuat model-model desain pembelajaran, Perhatian dan Motivasi, Empati kepada siswa, dan Membuat pembelajaran yang menyenangkan.

DAFTAR RUJUKAN.
Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspriratif memperdayakan dan Mengubah Jalan Hidup Siswa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Buna’i, Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Surabaya: Pena Salsabila, 2015.
Siswanto, Perencanaan dan Desain Pembelajaran Pendidkan Agama Islam, Yogyakarta: Pustaka Ar-Raziq, 2016.
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta: Prenadamedia Grup, 2009.
Sudarwan Danim, Pengembangan Profesi Guru Dari PraJabatan, Induksi, ke Profesional Madani, Jakarta: Prenadamedia Grup, 2011.
Barnawi & Mohammad Arifin, Kinerja Guru Profesional,Instrumen Pembinaan, Peningkatan, & Penilaian, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014.
Share:

Sabtu, 06 April 2019

PERANAN MENEJEMEN DALAM ORGANISASI

BAB I
PENDAULUAN
A.Latar Belakang
Menejemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yamg melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang kearah tujuan organisasional atau maksud yang nyata. Menejemen adalah suatu kegiatan, pelaksanaannya adalah “managing” pengolahan, sedang pelaksanaannya disebut manejer atau pengelola. Menejemen memiliki tujuan tertentu dan tidak dapat diraba. Ia berusaha untuk mencapai hasil-hasil tertentu, yang biasanya diungkapkan dengan istilah “objectives” atau hal-hal yang nyata.
Sebagai ilmu, menejemen memiliki kerangka teori dan krangka pikir yang teruji, terutama berhubungan dengan tori mnenejemen ilmiah, organisasi klasik, dan teori prilaku organisasi.
B.Rumusan Masalah
1.Bagaimana Peranan Menejemen Dalam Organisasi ?
C.Tujuan
1.Mengetahui bagaimana peranan menejemen dalam organanisasi
Baca Juga
BUDAYA ORGANISASI
BAB II
PEMBAHASAN
1.Pengertian Organisasi Dan Sifat-Sifat Organisasi
1.Pengertian organisasi
Kata organisasi berasal dari bahasa inggris organization, yang bentuk invinitifnya adalah to organise. Kata tersebut berasal dari kata yunani, organon yang berarti sebagian atau susunan dalam binatang atau tumbuh-tumbuhan yang dipergunakan untuk melakukan beberapa tugas khusus, seperti hati, ginjal, dan sebagainya. Adapun kata organon diartikan juga dengan alat, sedangkan kata to organise diberi arti menyusun atau mengatur bagian-bagian yang berhubungan atau sama lain, yang tiap-tiap bagian mempunyai satu tugas khusus dan atau berhubungan dengan keseluruhan. Pendapat lain mengenai organisasi adalah alat, bagian, anggota atau badan.
Menurut Griffin (2002) organisasi adalah a group of people working together in a structured and coordinated fashion to achive a set of goals. Organisasi adalah kelompok orang yang bekerja sama dalam struktur dan koordinasi tertentu dalam mencapai serangkaian tujuan tertentu. Atau dengan bahasa lain, penulis mendefinisikan sebagai sekumpulan orang atau kelompok yang memiliki tujuan tertentu dan berupaya untuk mewujudkan tujuannya tersebut dalam kerja sama.
Menurut Chester I. Barnard (1938) dalam bukunya “The Executive Functions” mengemukakan bahwa i define organization asa a system of cooperatives of two more persons artinya bahwa organisasi adalah sistem kerja sama antara dua orang atau lebih.
Sugandha mengatakan bahwa organisasi adalah kumpulan manusia yang mempunyai kepentingan yang sama, yang karena keterbatasan sumber yang mereka miliki, mereka mengikatkan diri dalam kerja sama pembagian tugas yang jelas dalam mencapai tujuan guna meraih kepentingan masing-masing.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa organisasi merupakan sistem yang terpadu, yang di dalamnya terdapat subsistem dan komponen-komponen yang saling berhubungan. Setiap hubungan yang terjadi merupakan kerja sama di antara subsistem yang ada, sehinnga ada yang saling ketergantungan yng kuat secara internal dan hubungan yang terpadu secara eksternal. Hubungan eksternal itu merupakan bagian dari kenyataan organisasi yang berkaitan dengan lingkungan masyarakat dan elemen lainnya yang mendukung tercapainya tujuan organisasi.
Berbagai organisasi memiliki tujuan yang berbeda-beda, tergantung pada jenis organisasinya. Organisasi politik misalnya dapat memiliki tujuan untuk menyalurkan aspirasi rakyat melalui aturan kelembagaan politik tertentu. Di sisi lain, organisasi sosial dapat memiliki tujuan yang berbeda dengan organisasi politik, akan tetapi organisasi sosial bertujuan untuk menjawab aspirasi rakyat melalui kegiatan tertentu yang secara nyata dapat dirasakan oleh masyarakat, misalnya melalui pemberian sumbangan, pelatuhan-pelatihan dan lain sebagainya.
Sedangkan organisasi bisnis adalah sekumpulan orang atau kelompok yang memiliki tujuan untuk meraih profit dalam kegiatan bisnisnya, sehingga mereka berupaya untuk mewujudkan tujuannya tersebut melalui kerjasama dalam organisasi tersebut.
2.Sifat-sifat organisasi
a.Organisasi Formal
Ciri-ciri organisasi formal adalah sebagai berikut:
1.Seluruh anggota organisasi diikat oleh suatu persyaratan formal sebagai bukti keanggotaannya. Misalnya, negara sebagai organisasi formal yang seluruh warga negara diikat oleh persyaratan formal yang harus dimiliki, yakni kartu tanda anda penduduk, kartu keluarga, dan sejenisnya. Demikian puala, dalam organisasi formal lainnya dalam bentuk ormas atau partai politik yang seluruh anggotanya harus memiliki kartu keanggotaan bahwa ia benar-benar terdaftar dan diakui sebagai anggota yang sah, misalnya kartu anggota Muhammadiyah, Nahdatul Ulama (NU), dan Persatuan Umat Islam.
2.Kedudukan, jabatan, dan pangkat yang terdapat dalam organisasi dibuat secara hierarkis dan piramida yang menunjukkan tugas, kedudukan, tanggung jawab, dan wewenang yang berbeda-beda.
3.Setiap anggota yang memiliki jabatan tertentu secara otomatis memiliki wewenang dan tanggung jawab yang membawahi jabatan anggota dibawahnya. Dengan demikian, hak memerintah berada bersamaan dengan hak diperintah, hak melarang bersamaan dengan hak untuk tidak mengerjakan kegiatan tertentu.
4.Hak dan kewajiban melekat sepenuhnya pada anggota organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.
5.Pelaksanaan kegiatan diatur menurut jabatannya masing-masing tetapi setiap fungsi jabatan dengan tugasnya saling berhubungan dan melakukan kerja sama.
6.Seluruh kegiatan direncanakan secara musyawarah mufakat dengan mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan.
7.Hubungan kerja sama dilakukan menurut tingkatan jabatan struktural yang jelas yang berimplikasi secara langsung kepada perbedaan penggajian dan tunjangan masing-masing anggota organisasi.
8.Adanya anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang merupakan sistem kinerja organisasi.
b.Organisasi Informal
Sifat organisasi informal melekat pada organisasi informal, sebagaimana negara mengharuskan adanya KTP bagi warga negara. Pembuatan KTP berkaitan dengan organisasi-organisasi formal di dalam pemerintahan, misalnya kantor kecamatan, kantor desa, kantor RW hingga kantor RT, semua itu tidak dapat dilaksanakan jika tidak organisasi informal, yaitu keluarga. Meskipun di dalam keluarga terdapat kepala keluarga, ibu rumah tangga, anak-anak dan kerabat, keluarga bukan merupakan organisasi formal. Demikian pula, organisasi yang bergerak dalam pendidikan, yakni sekolah formal. Tidak akan ada sekolah formal yang berlaku. Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan negara lain, misalnya dengan Malaysia, Jepang, Thailand, Amerika Serikat dan sebagainya. Kerja sama tersebut dikatakan sebagai kerja sama eksternal yang skopnya dapat dikatakan sebagai kerja sama internasional.
2.Bentuk-bentuk Organisasi
Dilihat dari pola hubungan kerja, wewenang, dan tanggung jawab para anggota organisasi, organisasi dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu sebagai berikut:
1.Organisasi Garis (line organization)
Organisasi garis adalah suatu bentuk organisasi yang memandang dan menerapkan sumber wewenang tunggal. Segala keputusan /kebijaksanaan dan tanggung jawab berada pada satu tangan, yaitu berada pada kepala eksekutif (chie fexecutif).
Dalam organisasi garis, bawahan hanya mengenal satu pimpinan dan menerapkan system satu komando dan kekuasaan absolute pada pimpinan pusat. Pimpinan organisasi memiliki pengaruh yang sangat kuat kepada bawahannya. Penciptanya adalah Henry Fayol dari prancis. Bentuk organisasi ini sering juga disebut bentuk organisasi militer karena digunakan pada zaman dahulu dikalangan militer.
Dengan demikian ciri-ciri dari organisasi garis ini adalah sebagai berikut:
a)Organisasinya kecil
b)Jumlah anggota yang sedikit
c)Pemilik merupakan pimpinan organisasi atau pemegang saham utama
d)Asas kesatuan komando yang dominan
e)Disiplin ketat
f)System pengawasan yang ketat
g)Koordinasi antar pegawai sangat sederhana dan mudah dilakukan
h)Hubungan antar anggota yang sangat dekat dan satu lapis atau searah ,bahkan dapat dilakukan antar pribadi secara tatap muka
i)Penggunaan alat-alat sederhana
j)Produk yang dihasilkan homogen.
Kelebihan organisasi garis yang menonjol, yaitu mudah pengelolaanya, disiplin yang kuat, dan selalu berada dalam satu komando yang berada di tangan seorang pimpinan. Sedangkan keburukan organisasi garis, yaitu ketergantungan yang kuat kepada satu pimpinan sehingga apabila pimpinan mengalami perihal buruk, dampak dampak buruknya langsung berimbas pada organisasi, tidak ada upaya pengembangan para pengawai, jenis pekerjaan yang monoton, ada kecenderungan pemimpin bertindak otoriter, sulit mengembangkan perusahaan karena keahlian pegawai relatif sama.
2.Organisasi Lini dan Staf (line and staff )
Bentuk organisasi ini pada umumnya dianut oleh organisasi besar, daerah kerjanya luas dan mempunyai bidang-bidang tugas yang beraneka ragam serta rumit, serta jumlah karyawannya banyak. Penciptanya Harrington Emerson. Pada bentuk organisasi garis dan staf, terdapa satu atau lebih tenaga staf. Staf, yaitu orang yang ahli dalam bidang tertentu yang tugasnya memberi nasihat dan saran dalam bidangnya kepada pejabar pemimpin di dalam organisasi tersebut.
Ciri-ciri organisasi lini dan staf adalah:
a.komando dari tingkat yang paling atas hingga tingkat yang paling bawah atau dari tingkat pusat ketinggkat daerah.
b.Staf mempunyai wewenang fungsional, memberikan bantuan/advis/petunjuk, baik berupa pikiran, tenaga kerja, prasarana yang sanggup serta mampu mendukung pelaksanaan tugas pokok organisasi. Pimipnan (kepala) mempunyai mempunyai wewenang komando. Dengan ciri-ciri tersebut, organisasi yang berbentuk lini dan staf memiliki kebaikan tersendiri, diantaranya adalah:
a.Dapat digunakan oleh organisasi yang besar
b.Seluruh staf memiliki keahlian yang pasti yang semakin mengakuratkan pengambilan keputusan
c.Kedisiplinan staf dapat dipegang teguh
d.Adanya pengembangan karier staf sesuai dengan keahliannya.
Keburukan organisasi lini dan staf adalah:
a.Terlalu banyak staf dengan keahliannya masing-masing menimbulkan persaingan karier yang kurang sehat
b.Pengawasan terhadap staf yang cukup menyulitkan dan adanya tindakan kolusi antarstaf demi kepentingan pribadi
c.Solidaritas antarstaf rendah dan hubungan yang serba formalistic
d.Biokrasi terkadang sangat rumit dan terkesan berbelit-belit
e.Efektivitas dan efisiensi kerja kurang terjamin
f.Biaya ekonomi tinggi dalam menggaji staf dan memberi tunjangan
g.Koordinasi yang sukar dilakukan secara komprehensif.
3.Organisasi Fungsional
Organisasi fungsional pertama kali diciptakan oleh Taylor. Ciri penting dari organisasi fungsional adalah pimpinan yang tidak memiliki bawahan yang “jelas”. Setiap atasan dapat melakukan instruksi kepada semua bawahan sepanjang sesuai wewenang dan tanggung jawabnya dan yang paling penting masih berada dibawah naungan organisasi yang dimaksudkan.
Kebaikan organisasi fungsional adalah:
a.Spesialisasi karyawan maksimal
b.Solidaritas antarpengawai sangat tinggi
c.Disiplin pengawai yang tinggi
d.Tanggung jawab atas fungsinya terjamin
e.Bidang pekerjaan khusus diduduki oleh seorang ahli yang memungkinkan bekerja atas dasar keahlian dan potensi serta cita-citanya.
Keburukan organisasi fungsional adalah:
a.Terlalu kaku dengan spesialisasi para pekerja
b.Kesulitan melakukan penelusuran area pekerjaan
c.Koordinasi kurang menyeluruh
d.Dapat menyebabkan dispersobalisasi
e.Keahlian memimpin kurang dapat dijamin
f.Sulit melaksanakan kegiatan tang berasal dari satu komando.
4.Organisasi Bentuk Panitia(commitee)
Organisasi yang bersifat sementara dan khusus dibentuk dalam melaksanakan kegiatan tertentu. Akan tetapi, ada pula organisasi yang selamanya menggunakan bentuk kepanitiaan dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a.Pimpinan berbentuk kolektif
b.Terdiri atas beberapa orang
c.Pengambilan keputusan selalu didasarkan pada musyawarah dan mengutamakan kuorum
d.Kegiatan merupakan tanggung jawab bersama
Kebaikan organisasi bentuk panitia adalah:
a.Solidaritas yang kuat antarpegawai
b.Konsolidasi wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang kuat
c.Selalu mengambil keputusan berdasarkan musyawarah
d.Keterpaduan informasi yang kuat yang berasal dari seluruh pengawai
Keburukan organisasi bentuk panitia adalah:
a.Sering terjadi penumpukan pekerjaan di bagian tertentu
b.Adanya lepas tanggung jawab
c.Adanya saling tuding pelaksanaan tugas
d.Adanya saling tolak melaksanakan tugas
e.Bubar tanpa pertanggungjawaban yang formal
f.Adanya tirani minoritas, yaitu panitia terpecah dari orang-orang senior dengan yunior, yang kemudian tanpa wewenang yang jelas, yunior memikul beban yang lebih berat dibandingkan yang senior.
3.Peranan Manajemen Dalam Organisasi
Menejemen di perlukan sebagai upaya agar kegiatan bisnis dapat berjalan secara efektif dan efisien, maka menejemen harus dijelaskan berdasarkan fungsi-fungsinya atau dikenal sebagai fungsi-fungsi menejemen. Fungsi menejemen sebagaimana diterangkan oleh Nicles, McHoughand Hough terdiri dari 4 fungsi ysitu:
1.Perencanaan atau planing yaitu proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi kecendrungan di masa yang akan datang penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi. Di antara kecendrungan dunia bisnis sekarang misalnya, bagaimana merencanakan bisnis yang ramah lingkungan, bagaimana merancangorganisasi bisnis yang mampu bersaing dalam persaingan global, dan lain sebagainya.
2.Pengorganisasian atau organizing, yaitu proses yang menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif, dan bisa memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi bisa bekerja secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan organisasi.
3.Pengimplementasian atau direction, yaitu proses implementasi rogram agar bisa dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan penuh kesadaran dan produktivitas yang tinggi.
4.Pengendalian atau pengawasan atau controling yaitu proses yang dilakukan untuk memastikan eluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan, dan diimplementasikan bisa berjalan sesuai dengan target yang diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi.

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
1. Organisasi adalah sekumpulan orang yang bekerjasama dalam rangka pencapain suatu tujuan yang sudah ditentukan. Sifat organisasi ada dua yaitu organisasi formal dan organisasi informal.
2. Bentuk-bentuk organisasi
a) Organisasi garis
b) Organisasi lini dan staf
c) Organisasi fungsional
d) Organisasi bentuk panitia
3. Perana manajemem dalam Organisasi
a) Perencanaan atau planing
b) Pengorganisasian atau organizing
c) Pengimplementasian atau direction
d) Pengendalian atau controling

DAFTAR PUSTAKA
Athoillah, Anton. Dasar-Dasar Manajemen. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Manullang. Dasar-Dasr Manajemen. Jogyakarta: Gajah Mada University Press, 2012.
Nashar. Dasar-Dasar Manajemen. Surabaya: Pena Salsabila, 2013
Share:

Jumat, 29 Maret 2019

SEJARAH BERDIRINYA DINASTI UMAYYAH

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Sidi Gazalba sejarah adalah gambaran masa lalu tentang manusia dan sekitarnya sebagai mkahluk sosial, yang disusun secara ilmiah dan lengkap, meliputi urutan fakta masa tersebut dengan tafsiran dan penjelasan yang memberi pengertian dan kepahaman tentang apa yang telah berlalu itu.
Kajian sejarah masih terlalu luas lingkupnya sehingga menunutut suatu pembatasan. Oleh karena itu, sejarah haruslah diartikan sebagai tindakan manusia dalam jangka waktu tertentu pada masa lampau yang dilakukan di tempat daerah tertentu. Dengan demikian, muncullah kajian sejarah suku bangsa tertentu, di tempat tertent, atau pada zaman tertentu, seperti sejarah bangsa Eropa, sejarah Yunani, sejarah Islam, sejarah Islam abad pertengahan, sejarah Islam di Spanyol.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Umayyah?
2. Bagaimana masa-masa kejayaan Dinasti Umayyah?
3. Bagaimana masa-masa kehancuran Dinasti Umayyah?
C. Tujuan
1. Menambah wawasan mengenai sejarah Dinasti Umayyah
2. Mengetahui masa-masa kejayaan Dinasti Umayyah
3. Mengetahui masa-masa kehancuran Dinasti Umayyah
Baca Juga
PEMBAHARUAN PADA MASA KERAJAAN TURKI USMANI
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sejarah Peradaban Dinasti Umayyah
Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf ia adalah salah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa jahiliyah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu beruntung dalam merebutkan kekuasaan dan kedudukan. Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyyah bin Sufyan bin Harb. Muawiyyah di samping sebagai pendiri daulah bani Abasiyah juga sekaligus menjadi khalifah pertama. Ia memindakan ibu kota kekuasaan islam dari Khufah ke Demastus. Muawiyyah dipandang sebagai pembangun dinasti yang oleh sebagian besar sejarawan awalnya dipandang negatif. Keberhasilan memperoleh legalitas atau kekuasaannya dalam perang saudara siffin dicapai melalui cara yang curang. Lebih dari itu muawiyyah juga dituduh sebagai penghianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan islam, karena dialah yang mula-mula mengubah pimpinan negara dari seseorang yang dipilih rakyat atau demokrasi menjadi kekuasaan yang diwariskan turun-menurun (monarchi heredity). Muawiyyah berhasil mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya dikarenakan kemenangan diplomasi di siffin dan terbunuhnya khalifah Ali. Melainkan sejak semula ia memiliki basis rasional yang solid bagi landasan pembangunan poitik di masa depan. Pertama, adalah dukungan yang kuat dari rakyat Suriyah dan dari kalangan Bani Umayyah sendiri. Penduduk Suriyah yang yang lama diperintah oleh Muawiyyah memiliki pasukan yang kokoh, terlatih dan disiplin di garis depan dalam peperangan melawan Romawi. Muawiyyah melaksanakan perubahan-perubahan besar dan menonjol di dalam pemerintahan negeri itu. Angkatan daratnya kuat dan efisien. Dia dapat mengandalkan pasukan orang-orang Siria yang taat dan setia, yang tetap berdiri disampingnya dalam keadaan yang paling berbahaya sekalipun. Dengan bantuan orang-orang Siria yang setia, Muawiyyah mendirikan pemerintahn yang stabil menurut garis-garis pemerintahan Bizantium. Kedua, sebagai seorang administrator, Muawiyyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting. Tiga orang patutlah mendapat perhatian khusus, yaitu Amr bin Ash, Mugirah bin Syu’bah, dan Ziyad bin Abihi, ketiga pembantu Muawiyyah merupakan politikus yang sangat mengagumkan dikalangan muslim Arab. Akses mereka sangat kuat dalam membina perpolitikan Muawiyyah. Ketiga, Muawiyyah memiliki kemampuan sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat “hilm”, sifat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Mekah zaman dahul. Seorang manusia hilm seperti Muawiyyah dapat menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan, meskipun ada tekanan dan imiditasi. Masa Dinasti Umayyah hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan 14 orang khalifah. Khalifah yang pertama adalah Muawiyyah bin Sufyan, sedangkan khalifah yang terakhir adalah Marwan bin Muhammad.
2. Masa Kemajuan Dinasti Bani Umayyah
Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai satu era agresif, dimana perhatian tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti sejak zaman kedua Khalafaur Rasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di empat penjuru mata angin beramai-ramai masuk ke dalam kekuasaan islam, yang meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika utar, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagai daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan negeri-negeri yang sekarang termasuk Turkmenistan, Uzbekistan dan Kirgiztan yang termasuk Soviet Rusia. Menurut Prof. Ahmad Syalabi, penaklukan militer di zaman Umayyah mencangkup tiga front penting, yaitu sebagai berikut, pertama, front melawan bangsa Romawi di Asia kecil dengan sasaran utama pengepungan ke ibu kota Konstantinopel, dan penyerangan ke pulau-pulau di laut tengah. Kedua, wilayah Afrika Utara. Penaklukan ini sampai ke Samudra Atlantik dan menyebrang ke Gunung Thariq hingga ke Spanyol. Ketiga, wilayah timur. Penaklukan ini sampai ke sebelah timur Irak. Kemudian, meluas ke wilayah Turkistan di utara serta ke wilayah Sindh di bagian selatan. Ekspansi bani umayyah dalam rangka memeperluas wilayah kekuasaan merupakan lanjutan dari ekspansi yang dilakukan oleh para pemimpin islam sebelumnya. Di sebelah timur, Muawiyyah berhasil menaklukan Tunis, Khurasan sampai ke tanah Oxus serta Afganistan sampai Kabul, dan angkatan laut Muawiyyah menyerang Konstantinopel. Ekspansi ini kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd. Al-Malik. Ia berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Fergana, Samarkand, dan bahkan sampai ke India dengan menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke Maltan. Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid bin Abd. Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat ekspendisi meliter dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, Benua Eropa yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapa ditundukkan, Tariq bin Ziyad pemimipin pasukan islam, dengan pasukannya menyebrangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan Benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibratar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Selain perluasan wilyah dalam kemajuan bidang peradaban, Dinasti Muawiyyah meneruskan tradisi kemajuan dalam berbagai bidang. Menurut Jurji Zaidan beberapa kemajuan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut:
• Pengembagan bahasa Arab Para penguasa Dinasti Umayyah telah menjadikan islam sebagai negara, kemudian dikuatkannya dan dikembangkanlah bahasa Arab dalam wilayah kerajaan islam. Upaya tersebut dilakukan dengan menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalaM tata usaha dan pemerintahan.
• Marbat kota pusat kegiatan ilmu Dinasti Umayyah juga mendirikan sebuah kota kecil sebagai pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pusat kegiatan kegiatan ilmu dan kebudayaan itu dinamakan Mardab, kota satelit dari Damaskus.
• Ilmu qiraat Ilmu qiraat adalah ilmu seni baca alquran. Dinasti Umayyah mengembangluaskan sehingga menjadi ilmu syariat yang sangat penting. Pada masa ini lahir para ahli qiraat ternama seperti Abdullah bin Qusair (w. 120 H) dan Ashim bin Abi Nujud (w.127 H).
• Ilmu tafsir Untuk memahami alquran sebagai kitab suci diperlukan interprestasi pemahaman secara komprehensif. Minat untuk menafsirkan alquran dikalangan umat islam bertambah. Pada masa perintisan ilmu tafsir, ulama yang membukukan ilmu tafsir yaitu Mujahid (w.104 H).
• Ilmu hadis Dalam hal ini mengumpulkan hadis menyelidiki asal usulnya sehingga akhirnya menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri yang dinamakn ilmu hadis. Diantara para ahli hadis yang termasyhur pada masa Dinasti Umayyah adalah Al-Auzai Abdurrahman bin Amru (w. 159 H), Hasan Basri (w. 110 H).
• Ilmu fiqh Setelah islam memjadi daulah, para penguasa membutuhkan peraturan-peraturan untuk menjadi pedoman dalam menyelesaikan berbagai masalah. Mereka kembali kepada alquran dan hadis dan mengeluarkan syariat dari kedua sumber tersebut untuk mengatur pemerintahan dan memimpin rakyat. Pada zaman ini ilmu fiqh telah menjadi suatu cabang syariat yang berdiri sendiri.
3. Masa Kehancuran Dinasti Bani Umayyah
Meskipun kejayaan telah diraih oleh bani umayyah ternyata tidak bertahan lebih lama, dikarenakan kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan dari luar. Menurut Dr. Badri Yatim, ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran, yaitu sebagai berikut.
1. Sistem penggantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menentukan aspek senioritas, pengaturannya tidak jelas. Ketidak jelasan penggantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak dapat dipisahkan dari berbagai konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa syi’ah dan khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyidi masa petengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada kekuasaan Bani Umayyah, petengahan etnis antara Suku Arabia (Bani Qais) dan Arab selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum islam semakin runcing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan umtuk mengalang persatuan dan kesatua. Di samping itu, sebagian besar golongan timur lainya merasa tidak puas karena status Mawali untuk menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan Bangsa Arab yang diperhatikan pada masa Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulah Bani Umayyah juga disebabakan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaran tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, sebagian besar golongan awam kecewa karena perhatian penguasa perkembangan agam asangat kurang.
5. Penyebab langsung tergulingnya Dinasti Umayyah adalah muncul kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas ibn Abd Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Hasyim dan golongan syi’ah, dan kaum Mawali yang meras dikelas duakan oleh pemerintah Bani Umayyah
Beberapa penyebab tersebut muncul dan menumpuk menjadi satu, sehingga akhira mengakibatkan keruntuhan Dinasti Umayyah, disusul dengan berdirinya kekuasaan orang-orang Bani Abbasiyah yang mengejar-ngejar dan membunuh setiap orang dari Bani Umayyah yang dijumpainya. Demikianlah, Dinasti Umayyah asca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-angsur melemah. Kekhalifahan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang melemahkan dan akhirnya hancur. Dinasti Umayyah diruntuhakn oleh Dinasti Bani Abasyiah pada masa khlaifah Marwan bin Muhammad (Marwan II) pada tahun 127H/744M.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sejarh peradaban Dinasti Umayyah Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Masa Dinasti Umayyah hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan 14 orang khalifah. Khalifah yang pertama adalah Muawiyyah bin Sufyan, sedangkan khalifah yang terakhir adalah Marwan bin Muhammad.
2. Masa kejayaan Dinasti Umayyah Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal dengan perluasan wilayah. Banyak bangsa di empat penjuru mata angin beramai-ramai masuk ke dalam kekuasaan islam, yang meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika utar, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagai daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan negeri-negeri yang sekarang termasuk Turkmenistan, Uzbekistan dan Kirgiztan yang termasuk Soviet Rusia. Selain dalam perluasan wilyah juga dalam bidang bahasa Arab, dalam bidang pendidikan, dan ilmu agama seperti, ilmu hadis, ilmu qiraat, ilmu tafsir, ilmu hadis dan ilmu fiqh.
3. Masa kehancuran Dinasti Umayyah Beberapa faktor penyebab hancurnya Dinasti Umayyah yaitu diantarnya pergantian khlaifah dari sistem demokrasi di ubah menurut garis keturunan. Selain itu berbagai konflik politik dari kaum syi’ah dan juga khawarij. Lemahnya pemerintahan Dinasti Umayyah juga salah satu penyebab runtuhnya Dinasti Umayyah. Selain itu penyebab runtuhnya Dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang mendapat dukungan dari syi’ah dan Hasyim.

DAFTAR PUSAKA
Munir Amin, Samsul. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2010.
Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.

Share:

PEMBAHARUAN PADA MASA KERAJAAN TURKI USMANI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 1037 M Turki dapat menguasai kekhalifahan Abassiyah. Akan tetapi, akhirnya lumpuh oleh bangsa Mongol, kecuali bangsa Turki yang dipimpin oleh Ertughril, yang selanjutnya menjelma menjadi Turki Usmani. Puncak kemegahannya dari tahun 1520-1566 M, dibawah pemerintahan Sulaiman I. Namun, akhirnya juga lumpuh pada abad ke-19. Tetapi, berkat ketekunan para pembaharu dan para tokoh-tokoh, negara itu dapat bangkit kembali dengan mengadakan beberapa frase pembaharuan pada masa Sultan Mahmud II, Tanzimat, Usman Muda, dan Turki Muda.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah asal mula Kerajaan Dinasti Usmani?
2. Apa saja perkembangan yang dilakukan pada masa Kerajaan Turki Usmani?
3. Apa saja pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan pada masa Kerajaan Turki Usmani?
4. Apakah yang menyebabkan Kerajaan Turki Usmani Mengalami Kemunduran?
1.3 Tujuan
1. Mangetahui asal mula Kerajaan Dinasti Usmani.
2. Mengetahui perkembangan islam pada masa Kerajaan Turki Usmani.
3. Mengetahui pembaharuan yang dilakukan Kerajaan Turki Usmani.
4. Mengetahui Penyebab kemunduran Kerajaan Turki Usmani
Baca Juga
HUBUNGAN EPISTEMOLOGI DENGAN ILMU LOGIKA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Asal Mula Kerajaan Turki Usmani
Kerajaan Turki Usmani muncul di pentas sejarah Islam pada periode pertengahan. Masa kemajuan Dinasti ini dihitung dari mulai digerakkannya ekspansi ke wilayah baru yang belum ditundukkan oleh pendahulu mereka. keberhasilan mereka dalam memperluas wilayah kekuasaan serta terjadinya peristiwa-peristiwa penting merupakan suatu indikasi yang dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kemajuan tersebut. Pendiri kerajaan Turki adalah bangsa Turki dari kabilah Qayigh Oghus, anak suku Turk yang mendiami sebelah barat gurun Gobi, atau daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina, yang dipimpin oleh Sulaiman. Dia mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa mongol yang menyerang dunia Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizm pada tahun 1219-1220 M. Sulaiman dan anggota sukunya lari ke arah Barat dan meminta perlindungan kepada Jalaluddin, pemimpin terakhir Dinasti Khawarizm di Transoxiana. Jalaluddin menyuruh Sulaiman agar pergi ke arah Barat (Asia Kecil). Kemudian mereka menetap di sana dan pindah ke Syam dalam rangka menghindari serangan mongol. Dalam usahanya pindah ke Syam itu, pemimpin orang-orang Turki mendapat kecelakaan. Mereka hanyut di sungai Efrat yang tiba-tiba pasang karena banjir besar pada tahun 1228 M. [1]
Akhirnya mereka terbagi menjadi 2 kelompok, yang pertama ingin pulang ke negeri asalnya dan yang kedua meneruskan perjalanannya ke Asia kecil. Kelompok kedua ini berjumlah 400 kepala keluarga yang dipimpin oleh Ertugril (Erthogrol) ibn Sulaiman. Mereka mengabdkan dirinya dirinya kepada Sultan Alauddin II dari Dinasti Saljuk Rum yang pusat pemerintahannya di Kuniya, Anatolia Asia Kecil. Pada saat itu, Sultan Alauddin II sedang menghadapi bahaya peperangan dari bangsa Romawi yang mempunyai kekuasaan di Romawi Timur (Byzantium). Dengan bantuan dari bangsa Turki pimpinan Erthogrol, Sultan Alauddin II dapat mencapai kemenangan. Atas jasa baik tersebut Sultan menghadiahkan sebidang tanah yang perbatasan dengan Bizantium. [2]
Pada tahun 1288 M, Erthogrol meninggal dunia dan meninggalkan putranya yang bernama Usman, yang diperkirakan lahir pada 1258 M. usman inilah yang ditunjuk oleh Erthogrol untuk meneruskan kepemimpinannya dan disetujui serta didukung oleh Sultan Saljuk pada saat itu. Nama Usman inilah yang nanti diambil sebagai nama untuk Kerajaan Turki Usmani. Usman ini pula yang dianggap sebagai pendiri Dinasti Usmani. Sebagaimana ayahnya, Usman banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II. Kemenangan-kemenangan dalam setiap pertempuran dan peperangan diraih oleh Usman.
2.2 Perkembangan Kerajaan Turki Usmani
Dengan jatuhnya jazirah Arab, maka imperium Turki Usmani mempunyai wilayah yang luas sekali, terbentang dari Budapest di pinggir sungai Thauna, sampai ke Aswan dekat hulu sungai Nil, dan dari sungai efrat serta pedalaman Iran, sampai Bab el-Mandeb di selatan jazirah Arab. [3] Selama masa kesultanan Turki Usmani (1299-1942 M), sekitar 625 tahun berkuasa tidak kurang dari 38 Sultan.
Dalam hal ini, Syafiq A. Mughni membagi sejarah kekuasaan Turki Usmani menjadi lima periode, [4] yaitu:
1. Periode pertama (1299-1402 M), yang dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran sementara oleh serangan timur yaitu dari pemerintahan Usman I sampai pemerintahan Bayazid.
2. Periode kedua (1402-1566 M), ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan sampai ekspansinya yang terbesar. Dari masa Muhammad I sampai Sulaiman I.
3. Periode ketiga (1566-1699 M), periode ini ditandai dengan kemampuan Usmani untuk mempertahankan wilayahnya. Sampai lepasnya Honggaria. Namun kemunduran segera terjadi dari masa pemerintahan Salim II sampai Mustafa II.
4. Periode keempat (1699-1838 M), periode ini ditandai degan berangsur-angsur surutnya kekuatan kerajaan dan pecahnya wilayah yang di tangan para penguasa wilayah, dari masa pemerintahan Ahmad III sampai Mahmud II.
5. Periode kelima (1839-1922 M) periode ini ditandai dengan kebangkitan cultural dan administrates dari negara di bawah pengaruh ide-ide barat, dari masa pemerintahan Sultan A. Majid I sampai A Majid II.
Persinggungan Islam dengan Turki melalui sejarah panjang, terhitung sejak abad pertama hijriyah hingga suku Turki menjadi penganut dan pembela Islam. Pengaruh Turki dalam dunia Islam semakin terasa pada masa Pemerintahan al-Musta’sim (640-656 H./1242-1258 M). [5]
a. Perluasan Wilayah
Setelah Usman mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al-Usman (raja besar keluarga Usman), pada tahun 1300 M. dia memulai memperluas wilayahnya. [6] Hal ini berlangsung paling tidak sampai dengan masa Pemerintahan Sulaiman I. untuk mendukung hal itu, Orkhan membentuk pasukan tangguh yang dikenal dengan Inkisyariyyah. Pasukan Inkisyariyah adalah tentara utama Dinasti Usmani yang terdiri dari bangsa Georgia dan Armenia yang baru masuk Islam. [7] Ternyata, dengan pasukan tersebut seolah-olah Dinasti Usmani memiliki mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang besar sekali bagi penaklukan negeri-negeri non Muslim.
Ada lima faktor yang menyebabkan kesuksesan Dinasti Usmani dalam perluasan wilayah Islam. Yaitu:
• Kemampuan orang-orang Turki dalam strategi perang terkombinasi dengan cita-cita memperoleh ghanimah (harta rampasan perang).
• Sifat dan karakter orang Turki yang selalu ingin maju dan tidak pernah diam serta gaya hidupnya yang sederhana, sehingga memudahkan untuk tujuan penyerangan.
• Semangat jihad dan ingin mengembangkan Islam
• Letak Istambul yang sangat strategis sebagai ibukota kerajaan juga sangat menunjang kesuksesan perluasan wilayah ke Eropa dan Asia. Istambul terletak antara dua benua dan dua selat (selat Bosphaoras dan selat Dardanala), dan pernah menjadi pusat kebudayaan dunia, baik kebudayaan Macedonia, kebudayaan Yunani maupun kebudayaan Romawi Timur.
• Kondisi kerajaan-kerajaan di sekitarnya yang kacau memudahkan Dinasti Usmani mengalahkannya. [8]
b. Kemajuan Pada Masa Dinasti Usmani
1) Sosial Politik dan Administrasi negara
Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Usmani berlangsung dengan cepat, hal ini diikuti pula oleh kemajuan dalam bidang politik, terutama dalam hal mempertahankan eksistensinya sebagai negara besar. Selain itu, tradisi yang berlalu saat itu telah membentuk stratifikasi yang membedakan secara menyolok antara kelompok penguasa (small group of rulers) dan rakyat biasa (large mass).
Penguasa yang begitu kuat itu bahkan memiliki keistimewaan, diantara keistimewaan itu adalah:
• Pengakuan dari bawahan untuk loyal pada Sultan dan negara.
• Penerimaan dan pengamalan, serta sistem berfikir dalam bertindak dalam agama yang dianut merupakan kerangka yang integral
• Pengetahuan dan amalan tentang sistem adat yang rumit.
Yang terpenting adalah bahwa para pejabat dalam hal apapun tetap sebagai budak Sultan. Tugas utama seluruh warga negara, baik pejabat maupun rakyat biasa adalah mengabdi untuk keunggulan Islam, melaksanakan hukum serta mempertahankan keutuhan imperium. [9]
2) Bidang Militer
Kerajaan Turki Usmani telah mampu menciptakan pasukan militer yang mampu mengubah Negara Turki menjadi Mesin perang yang paling tangguh dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negeri-negeri non Muslim. Bangsa-bangsa non Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen di asramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Ketika terjadi kekisruan ditubuh militer, maka Orkhan mengadakan perombakan dan pembaharuan, yang dimulai dari pemimpin personil militer. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut dengan pasukan Janissari atau Inkisyariyah. Pasukan inilah yang dapat mengubah Negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan kuat dalam penaklukan negeri Non Muslim. [10]
3) Bidang Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan
Dalam bidang pendidikan, Dinasti Usmani mengantarkan pada pengorganisasian sebuah sistem pendidikan madrasah yang tersebar luas. Madrasah Usmani pertama didirikan di Izmir pada tahun 1331 M, ketika itu sejumlah ulama di datangkan dari Iran dan Mesir untuk mengembangkan pengajaran Muslim dibeberapa toritorial baru. Tapi hal ini tidak begitu berkembang, karena Turki Usmani lebih memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sehingga dalam khazanah Intelektual Islam kita tidak menjumpai ilmuan terkemuka dari Turki Usmani.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, memang kerajaan Turki Usmani tidak menghasilkan karya-karya dan penelitian-penelitian ilmiah seperti di masa Daulah Abbasiyah. Kajian-kajian ilmu keagamaan, seperti fiqh, ilmu kalam, tafsir dan hadis boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan yang berarti. Ulama hanya suka menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan), dan hasyiyah (catatan pinggir) terhadap karya-karya klasik yang telah ada. Namun dalam bidang seni arsitektur, Turki Usmani banyak meninggalkan karya-karya agung berupa bangunan yang indah, seperti Mesjid Jami’ Muhammad al-Fatih, mesjid agung Sulaiman dan Mesjid Abu Ayyub al-Anshary dan mesjid yang dulu asalnya dari gereja Aya Sophia. Mesjid tersebut dihiasi dengan kaligrafi oleh Musa Azam. [11]
4) Bidang Ekonomi dan Keuangan Negara
Karena Turki mengusai beberapa kota pelabuhan utama, maka Turki menjadi penyelenggara perdagangan, pemungut pajak (cukai) pelabuhan yang menjadi sumber keuangan yang besar bagi Turki. Keberhasilan Turki Usmani dalam memperluas kekuasaan dan penataan politik yang rapi, berimplikasi pada kemajuan social ekonomi Negara, tercatat beberapa kota industri yang ada pada waktu itu, antara lain:
a. Mesir yang memperoleh produksi kain sutra dan katun.
b. Anatoli memproduksi bahan tekstil dan wilayah pertanian yang subur.
Kota Anatoli merupakan kota perdagangan yang penting di rute Timur dalam perindustrian dalam hasil industri dan pertanian di Istambul, polandia dan Rusia. Para pedagang dari dalam maupun dari luar negeri berdatangan sehingga wilayah Turki menjadi pusat perdagangan dunia pada saat itu. [12]
Selain dari sumber perdagangan, Turki Usmani memiliki sumber keuangan Negara yang sangat besar, yaitu dari harta rampasan perang, dari upeti tanda penaklukkan Negara-negara yang ditundukkan serta dari orang-orang zhimmi.
2.3 Kemunduran Turki Usmani
Pada akhir kekuasaan Sulaiman al-Qanuni I kerajaan Turki Usmani berada ditengah-tengah dua kekuatan monarki Austria di Eropa dan kerajaan Syafawi di Asia. Melemahnya kerajaan Usmani setelah wafatnya Sulaiman I dan digantikan oleh Salim II. Pada awal abad ke-19 para Sultan tidak mampu mengontol daerah-daerah kekuasaannya. Dan melemahnya militer Turki Usmani berakibat munculnya pemberontakan. Beberapa daerah berangsur-angsur mulai memaisahkan diri dan mendirikan pemerintah otonom. Di Mesir, kelemahan kerajaan Turki Usmani membuat Mamalik bangkit kembali. Di bawah kepemimpinan Ali Bey, pada tahun 1770 M., Mamalik kembali berkuasa di Mesir, sampai datangnya Napoleon Bonaparte dari Prancis tahun 1798 M. [13] Demikian pula pemberontakan terjadi di Libanon dan Syiria, sehingga kerajaan Turki Usmani mengalami kemunduruan, bukan saja daerah yang tidak beragama Islam, tetapi juga di daerah yang berpenduduk muslim.
Banyak faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani ini mengalami kemunduran, di antaranya adalah:
• Wilayah kekuasaan yang sangat luas yang tidak dibarengi dengan Administrasi dan potensi yang kuat.
• Kelemahan para penguasa, baik dalam kepribadian maupun dalam kepemimpinan yang berakibat pemerintahan menjadi kacau.
• Pemberontakan tentara Jenissari.
• Heterogenitas penduduk. Wilayah yang luas yang didiami penduduk yang beragam, baik dari segi agama, suku, ras, etnis dan adat istiadat acap kali melatar belakangi terjadinya pemberontakan.
• Merosotnya ekonomi. Akibat perang yang berkepanjangan sehingga perekonomian negara merosot.
2.4 PEMBAHARUAN MASA KERAJAAN TURKI USMANI
1. Pada Masa Sultan Mahmud II (1785-1839 M)
Lahir pada tahun 1785 M, dan mempunyai didikan tradisional, antara lain pengetahuan agama, pengetahuan pemerintahan, sejarah dan sastra Arab, Turki dan Persia. Ia diangkat menjadi Sultan di tahun 1807 M dan meninggal di tahun 1839 M. Setelah kekuasaannya sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Usmani bertambah kuat, Sultan Mahmud II melihat bahwa telah tiba masanya untuk memulai usaha-usaha pembaharuan yang telah lama ada dalam pemikirannya. [14]
Perubahan penting yang diadakan oleh Sultan Mahmud II dan yang kemudian mempunyai pengaruh besar pada perkembangan pembaharuan di Kerajaan Usmani ialah perubahan dalam bidang pendidikan. Di Madrasah hanya diajarkan agama, sedangkan pengetahuan umum tidak diajarkan. Sultan Mahmud II sadar bahwa pendidikan Madrasah tradisional tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman abad ke-19. Oleh karena itu, ia mengadakan perubahan dalam kurikulum Madrasah dengan menambah pengetahuan umum di dalamnya, seperti halnya di Dunia Islam lain pada waktu itu memang sulit.
Madrasah tradisional tetap berjalan, tetapi disampingnya Sultan mendirikan dua sekolah pengetahuan umum yang bernama Mekteb-i Ma’arif (Sekolah Pengetahuan Umum) dan Mekteb-i Ulum-u Edebiye (Sekolah Sastra). Siswa untuk kedua sekolah itu dipilih dari lulusan Madrasah yang bermutu tinggi. Selain itu, Sultan Mahmud II juga mendirikan Sekolah Militer, Sekolah Teknik, Sekolah Kedokteran dan Sekolah Pembedahan. [15]
2. Pada Masa Tanzimat
Istilah Tanzimat berasal dari bahasa Arab dari kata Tanzim yang berarti pengaturan, penyusunan dan memperbaiki. Dalam pembaharuan yang diadakan pada masa ini merupakan sebagai lanjutan dari usaha yang dijalankan oleh Sultan Mahmud II yang banyak mengadakan pembaharuan peraturan dan perundang-undangan. Secara terminologi adalah, suatu usaha pembaharuan yang mengatur dan menyusun serta memperbaiki struktur organisasi pemerintahan, sosial, ekonomi dan kebudayaan, antara tahun 1839-1871 M.
Tokoh-tokoh penting Tanzimat antara lain:
1) Mustafa Rasyid Pasya (1880-1858 M).
Pemuka utama dari pembaharuan di zaman Tanzimat ialah Mustafa Rasyid Pasya, ia lahir di Istanbul pada tahun 1800 M. berpendidikan Madrasah, kemudian menjadi pegawai pemerintah. Usaha pembaharuannya yang terpenting ialah sentralisasi pemerintahan dan modernisasi angkatan bersenjata pada tahun 1839 M.
2) Mustafa Sami Pasya (wafat 1855 M).
Mustafa Sami Pasya mempunyai banyak pengalaman di luar negeri antara lain di Roma, Wina, Berlin, Brussel, London, Paris dan negara lainnya sebagai pegawai dan duta. Menurut pendapat Mustafa Sami Pasya, kemajuan bangsa Eropa terletak pada keunggulan mereka dalam lapangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebab lain dilihatnya karena toleransi beragama dan kemampuan orang Eropa melepaskan diri dari ikatan-ikatan agama, di samping itu pula pendidikan universal bagi pria dan wanita sehingga umumnya orang Eropa pandai membaca dan menulis.
3) Mehmed Sadik Rif’at Pasya (1087-1856 M).
Mehmed Sadik Rif’at Pasya yang lahir pada tahun 1807 M, dan wafat tahun 1856 M. Pendidikannya selesai di madrasah, ia melanjutkan pelajaran ke sekolah sastra, yang khusus diadakan untuk calon-calon pegawai istana. Pokok pemikiran dan pembaharuannya ialah Sultan dan pembesar-pembesar negara harus tunduk pada undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya. Negara harus tunduk pada hukum, kodifikasi hukum, administrasi, pengaturan hak dan kewajiban rakyat, reorganisasi, angkatan bersenjata, pendidikan dan keterampilan serta dibangunnya Bank Islam Usmani pada tahun 1840 M.
4) Ali Pasya (1815-1871 M).
Beliau lahir pada tahun 1815 M di Istanbul, dan wafat tahun 1871, anak dari seorang pelayan toko. Dalam usia 14 tahun ia sudah diangkat menjadi pegawai. Tahun 1840 diangkat menjadi Duta Besar London dan sebelum menjadi Duta Besar ia sering kali menjadi staf Perwakilan Kerajaan Usmani di berbagai negara Eropa dan di tahun 1852 M, ia menggantikan kedudukan Rasyid Pasya sebagai Perdana Menteri. Usaha pembaharuannya antara lain : tentang pengakuan semua aliran spiritual pada masa itu, jaminan melaksanakan ibadahnya masing-masing, larangan memfitnah karena agama, suku dan bahasa, jaminan kesempatan belajar, sistem peradilan dan lain-lainnya. Pembaharuan yang dilaksanakan oleh tokoh-tokoh di zaman Tanzimat tidak seluruhnya mendapat dukungan, bahkan mendapat kritikan baik dari dalam atau di luar Kerajaan Usmani. Karena, gerakan-gerakan tanzimat untuk mewujudkan pembaharuan didasari oleh pemikiran liberalisme Barat dan meninggalkan pola dasar syariat agama, hal ini salah satu sebab yang utama gerakan tanzimat mengalami kegagalan dalam usaha pembaharuannya.
3. Pada Masa Usmani Muda
Kegagalan Tanzimat dalam mengganti pemerintahan konstitusi yang absolut merupakan cambuk untuk usaha-usaha selanjutnya. Untuk mengubah kekuasaan yang absolut, maka timbullah gerakan dari kaum cendikiawan melanjutkan usaha-usaha Tanzimat. Gerakan ini dikenal dengan Young Ottoman-Yeni Usmanilar (Gerakan Usmani Muda) yang didirikan pada tahun 1865 M. [16] Usmani Muda pada asalnya merupakan perkumpulan yang didirikan di tahun 1865 M, dengan tujuan untuk mengubah pemerintahan absolut kerajaan Usmani menjadi pemerintahan konstitusional. [17]
Beberapa tokoh dari gerakan itu membawa angin baru tentang demokrasi dan konstitusional pemerintahan yang menjunjung tinggi kekuasaan rakyat bukan kekuasaan absolut. Diantara tokoh-tokohnya adalah:
a. Zia Pasya.
Lahir pada tahun 1825 M di Istanbul, dan meninggal dunia pada tahun 1880 M. Ia anak seorang pegawai Kantor Beacukai di Istanbul. Pendidikannya setelah selesai sekolah di Sulaemaniye yang didirikan Sultan Mahmud II. dalam usia muda dia diangkat menjadi pegawai pemerintah, kemudian atas usaha Mustafa Rasyid Pasya pada tahun 1854 M, ia diterima menjadi salah seorang sekretaris Sultan. Disinilah ia dapat mengetahui tentang sistem dan cara Sultan memerintah dengan otoriter. [18] Beberapa pemikirannya akhirnya menjurus kepada usaha pembaharuan. Usaha-usaha pembaharuannya antara lain, kerajaan Usmani menurut pendapatnya harus dengan sistem pemerintahan konstitusional, tidak dengan kekuasaan absolut.
b. Namik Kemal.
Beliau termasuk pemikir terkemuka dari Usmani Muda, lahir pada tahun 1840 M di Tekirdag, dan berasal dari keluarga ningrat. Namik Kemal banyak dipengaruhi oleh pemikiran Ibrahim Sinasih (1826-1871 M) yang berpendidikan barat dan banyak mempunyai pandangan modernisme. Namik mempunyai jiwa Islami yang tinggi, walaupun ia dipengaruhi pemikiran Barat namun masih menjunjung tinggi moral Islam dalam ide-ide pembaharuannya. Namik Kemal berpendapat bahwa sistem pemerintahan konstitusional tidaklah merupakan bid’ah dalam Islam. Di antara ide-ide lain yang dibawa Namik terdapat cinta tanah air Turki, tetapi seluruh daerah kerajaan Usmani. Konsep tanah airnya tidak sempit. Sebagai orang yang dijiwai ajaran Islam, ia melihat perlunya diadakan persatuan seluruh umat Islam di bawah pimpinan Kerajaan Usmani, sebagai negara Islam yang terbesar dan terkuat di waktu itu.
c. Midhat Pasya.
Nama lengkapnya Hafidh Ahmad Syafik Midhat Pasya, lahir pada tahun 1822 M di Istanbul. Pendidikan agamanya diperoleh dari ayahnya sendiri. Dalam usia sepuluh tahun ia telah hafal Al-Quran, oleh karena itu ia digelari Al-Hafidh. Pendidikannya yang tertinggi adalah pada Universitas Al-Fatih. Dia termasuk tokoh Usmani Muda yang mempunyai peranan cukup penting dalam ide pembaharuan. Beberapa langkah pembaharuan itu, seperti memperkecil kekuasaan kaum eksekutif dan memberikan kekuasaan lebih besar kepada kelompok legislatif. Golongan ini juga berusaha menggolkan sistem konstitusi yang sudah ditegakkan dengan memakai istilah terma-terma yang islami, seperti musyawarah untuk perwakilan rakyat, bai’ah untuk kedaulatan rakyat dan syariah untuk konstitusi. Dengan usaha ini, sistem pemerintahan Barat lambat laun dapat diterima kelompok ulama dan Syaikh Al-Islami yang sebenarnya banyak menentang ide pembaharuan pada masa sebelumnya. [19]
4. Pada Masa Turki Muda
Setelah dibubarkannya parlemen dan dihancurkannya gerakan Usmani Muda, maka Sultan Abdul Hamid memerintah dengan kekuasaan yang lebih absolut. Kebebasan berbicara dan menulis tidak ada. Dalam suasana yang demikian, timbullah gerakan oposisi terhadap pemerintah yang obsolut Sultan Abdul Hamid, sebagaimana halnya di zaman yang lalu dengan Sultan Abdul Aziz. Gerakan oposisi dikalangan perguruan tinggi, mengambil bentuk perkumpulan rahasia, di kalangan cendekiawan dan pemimpin-pemimpinnya lari ke luar negeri dan disana melanjutkan oposisi mereka dan gerakan di kalangan militer menjelma dalam bentuk komite-komite rahasia. Oposisi berbagai kelompok inilah yang kemudian dikenal dengan nama Turki Muda.
Tokoh Turki Muda, antara lain adalah Ahmad Riza, Mehmed Murad, dan Pangeran Sahabuddin.
a. Ahmad Riza (1859-1930 M).
Ia adalah anak seorang bekas anggota parlemen bernama Injilis Ali. Dalam pendidikannya ia sekolah di pertanian untuk kelak dapat bekerja dan berusaha mengubah nasib petani yang malang dan studinya diteruskan di Perancis. sekembalinya dari perancis, ia bekerja di Kementerian Pertanian, tapi ternyata hubungan pemerintah dengan petani yang miskin sedikit sekali, karena kementerian itu lebih disibukkan dengan birokrasi. Kemudian ia pindah ke Kementerian Pendidikan namun disini juga disibukkan dengan birokrasi tapi kurang disibukkan dengan pendidikan. Pembaharuannya adalah ingin mengubah pemerintahan yang absolut kepada pemerintahan konstitusional. Karena menurutnya akan menyelamatkan Kerajaan Usmani dari keruntuhan adalah melalui pendidikan dan ilmu pengetahuan positif dan bukan dengan teologi atau metafisika.
b. Mehmed Murad (1853-1912 M).
Ia berasal dari Kaukasus dan lari ke Istanbul pada tahun 1873 M, yakni setelah gagalnya pemberontakan Syekh Syamil di daerah itu. Ia belajar di Rusia dan di sanalah ia berjumpa dengan ide-ide Barat, namun pemikiran Islam berpengaruh pada dirinya. Ia berpendapat bahwa bukanlah Islam yang menjadi penyebab mundurnya Kerajaan Usmani dan bukan pula rakyatnya, namun sebab kemunduran itu terletak pada Sultan yang memerintah secara absolut. Oleh karena itu, menurutnya kekuasaan Sultan harus dibatasi. Ia mengusulkan didirikan satu Badan Pengawas yang tugasnya mengawasi jalannya undang-undang agar tidak dilanggar oleh pemerintah. Di samping itu diadakan pula Dewan syariat agung yang anggotanya tersusun dari wakil-wakil negara Islam di Afrika dan Asia dan ketuanya Syekh Al-Islam Kerajaan Usmani.
c. Pangeran Sahabuddin (1887-1948).
Pangeran Sahabuddin adalah keponakan Sultan Hamid dari pihak ibunya, sedang dari pihak bapaknya adalah cucu dari Sultan Mahmud II, oleh karena itu ia keturunan raja. Namun ibu dan bapaknya lari ke Eropa menjauhkan diri dari kekuasaan Abdul Hamid. Maka dengan demikian kehidupan Sahabuddin lebih banyak dipengaruhi oleh pemikiran Barat. Menurutnya yang pokok adalah perubahan sosial, bukan penggantian Sultan. Masyarakat Turki sebagaimana masyarakat Timur lainnya mempunyai corak kolektif, dan masyarakat kolektif tidak mudah berubah dalam menuju kemajuan. Dalam masyarakat kolektif orang tidak percaya diri sendiri, oleh karena itu ia tergantung pada kelompok atau suku sedangkan masyarakat yang dapat maju menurutnya adalah masyarakat yang tidak banyak bergantung kepada orang lain tetapi sanggup berdiri sendiri dan berusaha sendiri untuk mengubah keadaannya. [20]

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Usman inilah yang ditunjuk oleh Erthogrol untuk meneruskan kepemimpinannya dan disetujui serta didukung oleh Sultan Saljuk pada saat itu. Nama Usman inilah yang nanti diambil sebagai nama untuk Kerajaan Turki Usmani. Usman ini pula yang dianggap sebagai pendiri Dinasti Usmani.
2. Kemajuan yang dilakukan dinasti Usmani ialah melakukan perluasan wilayah. Sedangkan kemajuan yang telah dicapai adalah dalam bidang sosial politik, administrasi, ilmu pengetahuan, kebudayaan, ekonomi dan keuangan negara.
3. Faktor yang mempengaruhi kemunduran dinasty Usmani diantaranya karena Kelemahan para penguasa, baik dalam kepribadian maupun dalam kepemimpinan yang berakibat pemerintahan menjadi kacau, Pemberontakan tentara Jenissari, Heterogenitas penduduk.
4. Pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II merupakan landasan atau dasar bagi pemikiran dan usaha pembaharuan selanjutnya, antara lain : pembaharuan Tanzimat, pembaharuan di Kerajaan Usmani abad ke-19 dan Turki abad ke-20.
5. Tanzimat yang dimaksudkan adalah suatu usaha pembaharuan yang mengatur dan menyusun serta memperbaiki struktur organisasi pemerintahan tetapi Tanzimat ini belum berhasil seperti yang diharapkan oleh tokoh-tokoh penting Tanzimat, yaitu Mustafa Rasyid Pasya, Mustafa Sami, Mehmed Sadek, Rif’at Pasya dan Ali Pasya.
6. Kemudian dilanjutkan dengan pembaharuan Usmani Muda, dimana usaha-usaha pembaharuannya adalah untuk mengubah pemerintahan dengan sistem konstitusional tidak dengan kekuasaan absolut setelah dibubarkannya parlemen dan dihancurkannya Usmani muda dilanjutkan dengan pembaharuan Turki Muda.
7.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bahy, Muhammad.1986. Pemikiran Islam Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Asmuni, Yusran. 1998. Studi Pemikiran Dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam. Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada.
Nasution, Harun. 1991. Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan. Jakarta: Pt. Bulan Bintang.
Siti Maryam dkk. 2002, (ed.) Sejarah Pearadaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern, Yogyakarta: LESFI.
Yatim, Badri, 2002, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, cet. XIII.



























Share:

Sabtu, 02 Maret 2019

KERANGKA BERPIKIR MELALUI PENDEKATAN BAYANI

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Jika hendak mempelajari cara orang mendekati dan memehami islam, ada tiga cara yang jelas, yaitu naqli (tradisional), aqli (rasional), dan kasyfi (mistis). Ketiga pendekatan itu sudah adaa dalam piiran Nabi Muhammad SAW., dan terus diperhunakan oleh ulama-ulama islam setelah beliau wafat sampai sekarang ini.
Di atas tiga pendekatan inilah, berbagai perspektif dan metodologi pemikiran keislaman dikembangkan. Tiga metode tersbut dalam operasionalya dikenal dengan pendekatan bayani, irfani, dan burhani. Berikut yang dibahas adalah mengenai pendekatan bayani.
B.Rumusan Masalah
1.Apa pengertian pendekatan bayani?
2.Bagaimana pendekatan bayani dalam studi islam?
Baca Juga
PENDEKATAN ILMU SOSIAL HUMANIORA & MACAM-MACAMNYA
BAB II
PEMBAHASAN
1.Pengertian Pendekatan Bayani
Al-Jabiri dengan mengacu pada kamus lisan Al-Arabi Ibn Manzur, menyimpulkan bahwa term al-bayan mengandung empat pengertian, yakni pemisahan, keterpisahan, jelas dan penjelasan. Keempat pengertian tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok: al-bayan sebagai metodologi, yang berarti pemisahan dan penjelasan; dan al-bayan sebaagai pandangan dunia yang berarti keterpisahan yang jelas.
Sedangkan secara terminologis, bayani berarti pola pikir yang bersumber pada nash, ijma’, dan ijtihad. Jika dikaitkan dengan epistemologi, maka pengertiannya adalah studi filosofis terhadap struktur pengetahuan yang menempatkan teks (wahyu) sebagai sebuah kebenaran mutlak. Adapun akal hanya menempati tingkat sekunder dan bertugas hanya untuk menjelaskan teks yang ada.
Ditinjau dari perspektif sejarah, bayani sebetulnya sudah dimulai sejak pada masa awal Islam. Hanya saja pada masa awal ini, yang disebut dengan bayani belum merupakan sebuah upaya ilmiah dalam arti identifikasi keilmuan dan peletakan aturan penafsiran teks-teksnya, tetapi baru sekedar upaya penyebaran tradisi bayani saja.
Pendekatan bayani ini sudah lama digunakan oleh para fuqaha’, mutakallimun, dan ushulliyun. Tujuan pendekatan bayani adalah:
1.Memahami atau menganalisis teks guna menemukan atau mendapatkan makna yang dikandung dalam (atau dikehendaki) lafadz. Dengan kata lain, pendekatan ini dipergunakan untuk mengeluarkan ma’na zahir dari lafadz dan ‘ibarah yang zahir pula;
2.Istinbat hukum-hukum dari al-nusus an-diniyah dan alquran khususnya.
2. Pendekatan Bayani Dalam Study Islam
Dalam tradisi bayani, otoritas kebenaran terletak pada teks (wahyu). Sementara akal menempati posisi sekunder. Tugas akal dalam konteks epistemologi bayani adalah menjelaskan teks-teks yang ada. Sementara bagaimana bagaimana implementasi ajaran teks tersebut dalam kehidupan konkret berada di luar kalkulasi epistemologi ini.
Epitemologi Bayâni adalah pendekatan dengan cara menganalisis teks. Maka sumber epistemologi bayani adalah teks. Sumber teks dalam studi Islam dapat dikelompokkan secara umum menjadi dua, yakni:
a.Teks nash ( Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW)
b.Teks non nash berupa karya para ulama
Obyek kajian yang umum dengan pendekatan bayani adalah :
a.Gramatika dan sastra (nahwu dan balagah)
b.Hukum dan teori hukum (fiqh dan ushul fiqh)
c.Filologi
d.Teologi, dan
e.Dalam beberapa kasus di bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an dan Hadist.
Corak berfikir yang diterapkan dalam epistemologi bayani ini cenderung deduktif, yakni mencari (apa) isi dari teks (analisis content).
Pada wilayah konotasi teoritis konseptual al-bayan sebagai sistem epistimologi mencangkup tiga pasangan konsep dasar, yaitu:
1.Lafal ma’na
2.Ashl-far
3.Substansi eksidensi
Pasangan konsep pertama dan kedua mencangkup aspek metodologis, sedangkan pasangan konsep ketiga mencangkup aspek pandangan dunia.
Makna yang dikandung dalam hadis, dikehendaki oleh, dan di ekspresikan melalui teks dapat diketahui dengan mencermati hubungan antara makna dan lafazh. Hubungan antara makna dan lafadz dapat dilihat dari.
1.Makna wad’i yaitu untuk apa makna teks itu dirumuskan, meliputi makna khas, ‘am dan mustarak.
2.Makna isti’mali yaitu makna apa yang digunakan oleh teks, meliputi makna haqiqah (sarihah dan mukniyah) dan makna majaz (sarih dan kinayah)
3.Darajat al-wudhuh yaitu sifat dan kualitas lafz, meliputi muhkam, mufassar, nas, zahir, khafi, mushkil, mujmal, dan mutasabih.
4.Turuqu ad-dalalah, penunjukan lafz terhadap makna, meliputi dalalah ibarah, dalalah al-isyarah, dalalah al-nass dan dalalah al-iqtida’ (menurut Hanafiyah), atau dalalah al-manzum dan dalalah al-mafhum al-muwafaqah maupun mafhum al-mukhalafah (menurut Syafi’iyyah).
Untuk itu bayani menggunakan alat bantu (instrumen) berupa ilmu-ilmu kebahasaan dan uslub-uslubnya serta asbab an-nuzul, istinbat, dan istidlal sebagai metodenya. Sementara itu, kata-kata kunci (keywords) yan sering dijumpai dalam pendekatan ini meliputi asl-far lafz ma’na (mantuq al-fughah dan mushkilah ad-dalalah; dan nizam al-kitab dan nizal al-aql), khabar qiyas, dan otoritas salaf (sultah al-salaf). Dalam al-qiyas al-bayani, kita dapat membedakan menjadi tiga macam:
1.Al-qiyas berdasarkan ukuran kepantasan antara asl far’ bagi hukum tertentu; yang meliputi:
a.Al-qiyas al-jali;
b.Al-qiyas fi nia’na an-nash; dan
c.Al-qiyas al-khafi
2.Al-qiyas berdasarkan ‘illat terbagi menjadi:
a.Qiyas al-illat dan
b.Qiyas al-dalalah
3.Al-qiyas al-jama’i terhadap ash dan far
Dalam pendekatan bayni dikenal 4 macam bayan:
1.Bayan al-i’tibar, yaitu penjelasan mengenai keadaan, keadaan segala sesuatu, yang meliputi:
a.Al-qiyas al-bayani, baik al-fiqhy, an-nahwy dan al-kalamy;
b.Al-khabar yang bersifat yaqin maupun tasdiq
2.Bayan al-i’tiqad, yaitu penjelasan mengenai sagala sesuatu yng meliputi makna haq, makna muasyabbih fish, dan makna batil
3.Bayan al-ibarah yang terdiri dari:
a.Al-ayan az-zahir yang tidak membutuhkan tafsir; dan
b.Al-bayan al-batin yang membutuhkan tafsir, qiyas, istidlal dan khabar.
4.Bayan al-kitab, maksudnya media untuk menukil pendapat-pendapat dan pemikiran dari kitab lafz, katih ‘aqd katib hukm dan katib tadbir.
Hasil akhirnya adalah sebuah teori pengetahuan yang dalam setiap levelnya bersifat bayani. Dalam logika internalnya, teori pengetahuan (epistemologi) ditentukan oleh konsep bayani yang termasuk gaya bahasa puitik, ungkapan oral, pemahaman, komunikasi, dan penangkapan secara penuh. Hal yang sama juga terdapat dalam ranah materi pengetahuan, yang terutama disusun dari al-Qur’an, hadits, tata bahasa, fiqh, serta prosa dan puisi Arab.
Begitu juga dengan ranah ideologi, karena kekuatan otoritatif yang menetukan, yaitu dogma Islam, ada di belakang ranah ini. Oleh karena itu, sejak awal ada batasan atau larangan tertentu untuk menyamakan pengetahuan dengan keimanan kepada Tuhan. Sistem ini juga diterapkan dalam ranah epistemologi, di mana manusia dipahami sebagai makhluk yang diberkati kapasitas bayan dengan dua tipe “nalar”; pertama dalam bentuk bakat, dan yang lain adalah hasil pembelajaran.
Dalam pendekatan bayani, karena dominasi teks semakin kuat, peran akal hanya sebatas sebagai alat pembenaran atau justifikasi atas teks yang dipahmi atau diinterpretasikan. Namun, menggunakan pendekatan bayani tidaklah cukup karena terkadang tidak didapat penjelasan teks (nash) alquran maupun hadis yang berkaitan dengan seni tradisi. Misalnya, jika mencari teks nash alquran dan hadis yang berkaitan dengan seni tradisi hadrah, tahlilan, shalawatan berjanji atau seni tradisi dalam bentuk upacara seperti saketan, ruwatan, tingkeban (tujuh bulanan bagi yang hamil), selamatan atau haul hari ke-3, 7, 40, dn ke-1000, sampai kapan pun tidak akan ditemukan.
Disamping itu, terkadang sekalipun terdapat nash atau teks normative alquran dan hadis yang berkaitan dengan seni budaya seperti larangan menggambar (seni lukis) dalam sejumlah hadis Bukhar, Muslim, Ahmad, penjelasan teks tersebut sangat berkaitan erat dengan konteks historis dan sosiologinya, sehingga tidak cukup dengan hanya menggunakan pendekatan bayani saja. Mencukupkan hanya pada pendekatan bayani saja cenderung melahirkan pandangan keagamaan yang binar opposition (hitam-putih, halal-haram, sunah-bid’ah), tertutup, kaku dan intoleran.

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
1.Pengertian pendekatan bayani
Bayani adalah pemisah, keterpisahan, jelas, dan penjelasan. Bayani dapat didefinisikan tudi terhadap struktur pengetahuan yang menempatkan teks (wahyu) sebagai sebuah kebenaran mutlak. Tujuannya memahami atau menganalisis teks guna menemukan atau mendapatkan makna yang dikandung dalam (atau dikehendaki) lafadz.
2.Bayani dalam studi islam
Epitemologi Bayâni adalah pendekatan dengan cara menganalisis teks. Dengan wilayah konotasi teoritis konseptual menggunakan konsep; Lafal-ma’na, ashl-far, substansi-eksidensi.
Share:

PENDEKATAN ILMU SOSIAL HUMANIORA & MACAM-MACAMNYA

BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Islam telah menjadi kajian yang manarik banyak minat belakangan ini. Studi Islam pun makin berkembang. Islam tidak lagi dipahami dalam pengertian historis dan doktriner, tetapi telah menjadi fenomena yang kompleks. Islam tidak hanya terdiri dari rangkaian petunjuk formal tentang bagaimana seseorang memaknai kehidupannya. Islam telah menjadi sebuah sistem budaya, peradaban, komunitas politik, ekonomi dan bagian dari perkembangan dunia. Mengakaji dan mendekati Islam, tidak lagi mungkin hanya dari satu aspek,tetapi dibutuhkan metode dan pendekatan interdisipliner maupun pendekatan sosial humaniora.
Berkenaan dengan pendekatan interdisipliner maupun sosial humaniora banyak pendekatan-pendekan yang berhubungan dengan pendekatan interdisipliner dan pendekatan sosial humaniora. Untuk lebih jelasnya berbagai pendekatan-pendekatan tersebut akan di bahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pendekatan dalam studi islam ?
2. Apa pengertian pendekatan ilmu sosial humaniora dan macam-macam pendekatan ilmu sosial humaniora ?
3. Apa pengertian pendekatan interdisipliner dan macam-macam pendekatan interdisipliner?
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Islam telah menjadi kajian yang manarik banyak minat belakangan ini. Studi Islam pun makin berkembang. Islam tidak lagi dipahami dalam pengertian historis dan doktriner, tetapi telah menjadi fenomena yang kompleks. Islam tidak hanya terdiri dari rangkaian petunjuk formal tentang bagaimana seseorang memaknai kehidupannya. Islam telah menjadi sebuah sistem budaya, peradaban, komunitas politik, ekonomi dan bagian dari perkembangan dunia. Mengakaji dan mendekati Islam, tidak lagi mungkin hanya dari satu aspek,tetapi dibutuhkan metode dan pendekatan interdisipliner maupun pendekatan sosial humaniora.
Berkenaan dengan pendekatan interdisipliner maupun sosial humaniora banyak pendekatan-pendekan yang berhubungan dengan pendekatan interdisipliner dan pendekatan sosial humaniora. Untuk lebih jelasnya berbagai pendekatan-pendekatan tersebut akan di bahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pendekatan dalam studi islam ?
2. Apa pengertian pendekatan ilmu sosial humaniora dan macam-macam pendekatan ilmu sosial humaniora ?
3. Apa pengertian pendekatan interdisipliner dan macam-macam pendekatan interdisipliner?

BAB II
PEMBAHASAN
1.Pengertian Pendekatan dalam Studi Islam.
 Pendekatan dalam studi islam yaitu pandangan filsafi terhadap subject-matter yang harus diajarkan dan selanjutnya melahirkan metode mengajar.
 Pendekatan dalam studi islam yaitu cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Jadi dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa agama dapat di teliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang di ungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya.
 Pendekatan dalam studi islam yaitu suatu sikap ilmiah (persepsi) dari seseorang untuk menemukan kebenaran ilmiah.
2.Pendekatan Ilmu Sosial Humaniora dan macam-macam pendekatan ilmu sosial humaniora.
a.Pengertian ilmu sosial humaniora
The Humanities (humaniora), ialah ilmu-ilmu kemanusiaan yang menyangkut kesadaran akan perasaan kepribadian dan nilai- nilai yang menyertainya sebagai manusia.
Pengertian lain menyebutkan bahwa humaniora adalah ilmu yang berkaitan dengan rasa seni yang dimiliki oleh manusia, seperti : Seni Sastra, Musik, Pahat, Lukis, dan sebagainya. Jadi dapat di simpulkan bahwa ilmu sosial Humaniora yaitu ilmu yang mempelajari aktivitas manusia dalam hubungannya dengan manusia.
b.Pendekatan ilmu-ilmu sosial humaniora
1.Pendekatan Antropologi
Pendekatan antropologi dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Dawam Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif. Dari sini timbul kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya induktif dan grounded, yaitu turun kelapangan tanpa berpijak pada atau setidak-tidaknya dengan upaya membebaskan diri dari kungkungan teori-teori formal yang pada dasarnya sangat abstrak sebagaimana yang dilakukan dibidang sosiologi dan lebih-lebih ekonomi yang mempergunakan model-model matematis.
Melalui pendekatan antropologis ini, ditemukan hubungan positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi, sosial, politik, hubungan antara agama dengan Negara, kesehatan mental, dan susunan organisasi kemasyarakatan. Contoh berikut dipaparkan beberapa penelitian agama dengan pendekatan antropologis :
•Karl Marx (1818-1883) dengan teori konflik atau lebih dikenal dengan pertentangan kelas, ia melihat bahwa agama merupakan opinium atau candu masyarakat tertentu. Agama bisa disalah gunankan oleh kalangan tertentu untuk status quo.
•Marx Weber (1964-1920) melihat adanya korelasi positif antara ajaran protestan dengan munculnya kapitalisme modern.
Di Indonesia kajian agama islam dengan pendekatan antropologis sebagaimana dilakukan oleh jamhari dalam karyanya yang berjudul “pendekatan antropologis dalam kajian islam”. Menurut jamhari, persoalan utama dalam upaya memahami islam adalah bagaimana memahami manusia.
2.Pendekatan kebudayaan
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan sesuatu yang termasuk hasil kebudayaan. Sementara itu, Sutan Takdir Alisjahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang terjadi dari unsure-unsur yang berbeda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat isstiadat, dan segala sebagainya. Kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan atau blue print oleh seseorang dalam menjawab sebagai masalah yang dihadapinya. Dengan demikian, kebudayaan tampil sebagai pranata yang secara terus menerus dipelihara oleh para pembentuknya dan generasi selanjutnya yang diwarisi kebudayaan tersebut.
Kebudayaan yang demikian selanjutnya dapat pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada tataran empiris atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat. Pengalaman agama yang terdapat di masyarakat tersebut dip roses oleh penganutnya dari sumber agama, yaitu wahyu melalui penalaran. Misalnya membaca kitab fiqih, maka fiqih yang merupakan pelaksanaan dari nasb alquran maupun hadis sudah melibatkan unsure penalaran dan kemampuan manusia. Dengan demikian, agama menjadi membudaya atau membumi ditengah-tengah masyarakat. Agama yang tampil dalam bentuk yang demikian itu berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang dimasyarakat tempat agama itu berkembang. Dengan melalui pemahaman terhadap kebudayaan tersebut seseorang akan dapat mengamalkan ajaran agama.
3.Pendekatan Interdisipliner dan Macam-macam pendekatan Interdisipliner
a.Pengertian pendekatan interdisipliner
Pendekatan Interdisipliner adalah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan atau tepat guna secara terpadu.
Jadi pendekatan interdisipliner disini yaitu kajian dengan menggunakan sejumlah pendekatan atau sudut pandang ( perspektif ). Seperti dalam studi menggunakan pendekatan historis filosofi secara bersamaan.
b.Beberapa pendekatan dalam interdisipliner
1.Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat bersal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Selain itu filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan Sidi Gazalba, menurutnya filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal, dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.
Berpikir secara filosofis dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama. Pendekatan filosofis yang sedemikian itu sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Misalnya membaca buku berjudul hikmah al-tasyri’ wa falsafatubu yang di tulis oleh muhammad Al-Jurnawi. Dalam buku tersebut Al-Jurjawi berupaya mengungkapkan hikmah yang terdapat dibalik ajaran-ajaran agama islam.
Melalui pendekatan filosofis ini, seorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang mereka dapatkan dari pengalaman agama agama tersebut hanyalah pengakuan formalistik, misalnya sudah haji, sudah menunaikan rukun islam yang kelima, dan berhenti dari situ. Mereka tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung didalamnya.
4.Pendekatan sosiologi
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama,cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia. Sementara itu , Soerjono soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian.
Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang berkaitan.
Selanjutnya, sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Dalam agama islam dapat di jumpai peristiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi penguasa dimesir.mengapa dalam melaksanakan tugasnya nabi musa harus dibantu oleh nabi harun, dan masih banyak lagi contoh yang lain. Beberapa peristiwa tersebut baru dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu sosial.
Agama dalam banyak hal ajarannya banyak berkaitan dengan masalah sosial. Islam misalnya, sebagai agama ajarannya syarat dengan nilai-nilai sosil. Berkaitan dengan ini, Jalaluddin Rahmat dalam penelitiannya sampai pada satu kesimpulan bahwa :
a.Dalam al-qur’an ataupun hadis urusan muamalah mendapatkan porsi yang sangat besar disbanding dengan persoalan ibadah.
b.Dalam islam jika urusan ibadah bersamaan waktunya dengan persoalan muamalah, maka ibadah bisa diperpendek (qoshar).
c.Ibadah yang mengandung kemsyarakatan pahalanya lebih besar disbanding ibadah yang bersifat individual.
d.Dalam islam terdapat ketentuan, jika ibadah tidak dilaksanakan dengan sempurna yang mengakibatkan batalnya ibadah tersebut, maka kafaratnya ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.
e.Dalam islam juga terdapat ketentuan bahwa amal baik dibidang kemasyarakatan mendapat pahala lebih besar dari pada ibadah sunnah.

BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
1.Pendekatan dalam studi islam yaitu cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.
2.The Humanities (humaniora), ialah ilmu-ilmu kemanusiaan yang menyangkut kesadaran akan perasaan kepribadian dan nilai- nilai yang menyertainya sebagai manusia. Beberapa pendekatan yang berhubungan dengan sosial humaniora : Pendekatan Antopologi dan pendekatan Kebudayaan.
3.Pendekatan Interdisipliner adalah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan atau tepat guna secara terpadu. Beberpa pendekatan yang berhubungan dengan pendekatan interdisipliner : Pendekatan Filosofis dan pendekatan sosiologi.

DAFTAR PUSTAKA
Abuddin, Nata. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Press, 2014
Hasan, Nor. Studi Islam Kontemporer. Pamekasan : Stain Pamekasan Press, 2009
Salim, Moh Haitama; Syamsul Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan Islam. Jogjakarta : Ar-Ruzz media, 2012
Anwar, Rosihon. Pengantar Studi Islam. Bandung : Pustaka Setia, 2009
BAB II
PEMBAHASAN
1.Pengertian Pendekatan dalam Studi Islam.
 Pendekatan dalam studi islam yaitu pandangan filsafi terhadap subject-matter yang harus diajarkan dan selanjutnya melahirkan metode mengajar.
 Pendekatan dalam studi islam yaitu cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Jadi dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa agama dapat di teliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang di ungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya.
 Pendekatan dalam studi islam yaitu suatu sikap ilmiah (persepsi) dari seseorang untuk menemukan kebenaran ilmiah.
2.Pendekatan Ilmu Sosial Humaniora dan macam-macam pendekatan ilmu sosial humaniora.
a.Pengertian ilmu sosial humaniora
The Humanities (humaniora), ialah ilmu-ilmu kemanusiaan yang menyangkut kesadaran akan perasaan kepribadian dan nilai- nilai yang menyertainya sebagai manusia.
Pengertian lain menyebutkan bahwa humaniora adalah ilmu yang berkaitan dengan rasa seni yang dimiliki oleh manusia, seperti : Seni Sastra, Musik, Pahat, Lukis, dan sebagainya. Jadi dapat di simpulkan bahwa ilmu sosial Humaniora yaitu ilmu yang mempelajari aktivitas manusia dalam hubungannya dengan manusia.
b.Pendekatan ilmu-ilmu sosial humaniora
1.Pendekatan Antropologi
Pendekatan antropologi dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Dawam Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif. Dari sini timbul kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya induktif dan grounded, yaitu turun kelapangan tanpa berpijak pada atau setidak-tidaknya dengan upaya membebaskan diri dari kungkungan teori-teori formal yang pada dasarnya sangat abstrak sebagaimana yang dilakukan dibidang sosiologi dan lebih-lebih ekonomi yang mempergunakan model-model matematis.
Melalui pendekatan antropologis ini, ditemukan hubungan positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi, sosial, politik, hubungan antara agama dengan Negara, kesehatan mental, dan susunan organisasi kemasyarakatan. Contoh berikut dipaparkan beberapa penelitian agama dengan pendekatan antropologis :
•Karl Marx (1818-1883) dengan teori konflik atau lebih dikenal dengan pertentangan kelas, ia melihat bahwa agama merupakan opinium atau candu masyarakat tertentu. Agama bisa disalah gunankan oleh kalangan tertentu untuk status quo.
•Marx Weber (1964-1920) melihat adanya korelasi positif antara ajaran protestan dengan munculnya kapitalisme modern.
Di Indonesia kajian agama islam dengan pendekatan antropologis sebagaimana dilakukan oleh jamhari dalam karyanya yang berjudul “pendekatan antropologis dalam kajian islam”. Menurut jamhari, persoalan utama dalam upaya memahami islam adalah bagaimana memahami manusia.
2.Pendekatan kebudayaan
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan sesuatu yang termasuk hasil kebudayaan. Sementara itu, Sutan Takdir Alisjahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang terjadi dari unsure-unsur yang berbeda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat isstiadat, dan segala sebagainya. Kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan atau blue print oleh seseorang dalam menjawab sebagai masalah yang dihadapinya. Dengan demikian, kebudayaan tampil sebagai pranata yang secara terus menerus dipelihara oleh para pembentuknya dan generasi selanjutnya yang diwarisi kebudayaan tersebut.
Kebudayaan yang demikian selanjutnya dapat pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada tataran empiris atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat. Pengalaman agama yang terdapat di masyarakat tersebut dip roses oleh penganutnya dari sumber agama, yaitu wahyu melalui penalaran. Misalnya membaca kitab fiqih, maka fiqih yang merupakan pelaksanaan dari nasb alquran maupun hadis sudah melibatkan unsure penalaran dan kemampuan manusia. Dengan demikian, agama menjadi membudaya atau membumi ditengah-tengah masyarakat. Agama yang tampil dalam bentuk yang demikian itu berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang dimasyarakat tempat agama itu berkembang. Dengan melalui pemahaman terhadap kebudayaan tersebut seseorang akan dapat mengamalkan ajaran agama.
3.Pendekatan Interdisipliner dan Macam-macam pendekatan Interdisipliner
a.Pengertian pendekatan interdisipliner
Pendekatan Interdisipliner adalah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan atau tepat guna secara terpadu.
Jadi pendekatan interdisipliner disini yaitu kajian dengan menggunakan sejumlah pendekatan atau sudut pandang ( perspektif ). Seperti dalam studi menggunakan pendekatan historis filosofi secara bersamaan.
b.Beberapa pendekatan dalam interdisipliner
1.Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat bersal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Selain itu filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan Sidi Gazalba, menurutnya filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal, dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.
Berpikir secara filosofis dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama. Pendekatan filosofis yang sedemikian itu sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Misalnya membaca buku berjudul hikmah al-tasyri’ wa falsafatubu yang di tulis oleh muhammad Al-Jurnawi. Dalam buku tersebut Al-Jurjawi berupaya mengungkapkan hikmah yang terdapat dibalik ajaran-ajaran agama islam.
Melalui pendekatan filosofis ini, seorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang mereka dapatkan dari pengalaman agama agama tersebut hanyalah pengakuan formalistik, misalnya sudah haji, sudah menunaikan rukun islam yang kelima, dan berhenti dari situ. Mereka tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung didalamnya.
4.Pendekatan sosiologi
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama,cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia. Sementara itu , Soerjono soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian.
Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang berkaitan.
Selanjutnya, sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Dalam agama islam dapat di jumpai peristiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi penguasa dimesir.mengapa dalam melaksanakan tugasnya nabi musa harus dibantu oleh nabi harun, dan masih banyak lagi contoh yang lain. Beberapa peristiwa tersebut baru dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu sosial.
Agama dalam banyak hal ajarannya banyak berkaitan dengan masalah sosial. Islam misalnya, sebagai agama ajarannya syarat dengan nilai-nilai sosil. Berkaitan dengan ini, Jalaluddin Rahmat dalam penelitiannya sampai pada satu kesimpulan bahwa :
a.Dalam al-qur’an ataupun hadis urusan muamalah mendapatkan porsi yang sangat besar disbanding dengan persoalan ibadah.
b.Dalam islam jika urusan ibadah bersamaan waktunya dengan persoalan muamalah, maka ibadah bisa diperpendek (qoshar).
c.Ibadah yang mengandung kemsyarakatan pahalanya lebih besar disbanding ibadah yang bersifat individual.
d.Dalam islam terdapat ketentuan, jika ibadah tidak dilaksanakan dengan sempurna yang mengakibatkan batalnya ibadah tersebut, maka kafaratnya ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.
e.Dalam islam juga terdapat ketentuan bahwa amal baik dibidang kemasyarakatan mendapat pahala lebih besar dari pada ibadah sunnah.

BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
1.Pendekatan dalam studi islam yaitu cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.
2.The Humanities (humaniora), ialah ilmu-ilmu kemanusiaan yang menyangkut kesadaran akan perasaan kepribadian dan nilai- nilai yang menyertainya sebagai manusia. Beberapa pendekatan yang berhubungan dengan sosial humaniora : Pendekatan Antopologi dan pendekatan Kebudayaan.
3.Pendekatan Interdisipliner adalah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan atau tepat guna secara terpadu. Beberpa pendekatan yang berhubungan dengan pendekatan interdisipliner : Pendekatan Filosofis dan pendekatan sosiologi.

DAFTAR PUSTAKA
Abuddin, Nata. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Press, 2014
Hasan, Nor. Studi Islam Kontemporer. Pamekasan : Stain Pamekasan Press, 2009
Salim, Moh Haitama; Syamsul Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan Islam. Jogjakarta : Ar-Ruzz media, 2012
Anwar, Rosihon. Pengantar Studi Islam. Bandung : Pustaka Setia, 2009
Share:

Popular Posts

Label