Belajar Blog, Ilmu dan Pengalaman

Sabtu, 27 September 2014

CIRI-CIRI GURU YANG MAMPU MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN AKTIF KREATIF DAN MENYENANGKAN (PAIKEM)

Kelas yang menerapkan prinsip PAKEM menjadi dambaan semua orang baik itu guru, orang tua siswa bahkan siswa yang menjadi subyek pembelajaran di kelas. Tetapi kenyataannya tidak semua guru bisa melakukan dan menerapkan. Entah itu karena kurang motivasi sampai kurang pelatihan.
Mengajar yang baik bukan sekedar membuat anak sibuk sepanjang waktu.  Diperlukan strategi untuk membuat murid yang ada di kelas tetap fokus dan senang belajar sampai jam pelajaran berakhir. Nah sekarang semuanya bergantung pada cara guru mengajar.
Semua pihak yang ada di sekolah punya hak untuk menilai dan mencermati bagaimana pengajaran yang baik itu dilakukan. Bahkan orang tua siswa pun yang bukan berprofesi sebagai pendidik bisa merasakan apakah seorang guru mengajar dengan baik atau tidak.
Murid senang pada guru yang siap dalam mengajar dan guru yang tenang saat mendapatkan kesulitan atau pertanyaan yang sulit dari muridnya. Semua guru bisa dan mampu mengajar dengan baik asal ia pelihara alur komunikasi, budaya saling menghormati dan menempatkan diri dalam posisi siswa
Dengan tidak memandang subyek yang diajarkan dan tingkatan apa ia mengajar.  Berikut ini adalah 6 ciri guru yang siap menerapkan PAKEM di kelasnya.
Punya keterampilan interpersonal dan keterampilan profesional.
Semua siswa pada dasarnya menyukai guru, menyukai kelasnya, dan menyukai sekolahnya. Hal ini hanya akan terjadi jika guru tahu menghargai siswa dan bisa mengerti apa yang penting untuk siswa. Siswa bisa mengatakan hal ini karena mereka diperlakukan dengan kebaikan dan rasa hormat.
Memberikan siswa pekerjaan dan mempercayakan mereka dalam melakukannya.


Jadi lah guru yang  memiliki rasa percaya pada murid-muridnya, menghormati keahlian serta hal yang menjadi minat mereka, dan membiarkan mereka melakukan tugas mereka tanpa gangguan. Guru yang baik akan  ada disamping siswa untuk membantu ketika mereka membutuhkannya, namun tetap, siswa memiliki ruang dan kesempatan untuk mencoba hal baru, atau juga bisa gagal tanpa harus merasa patah semangat . Hal-hal inilah yang akan membuat  siswa sukses dan berhasil.
Terbuka dan kolaboratif, tetapi akan tetap melakukan intervensi  bila diperlukan.
Guru menghargai opini dan ide-ide yang diungkapkan oleh siswanya. Diskusi dan perbedaan pendapat yang terjadi dihargai dan malah digunakan dalam proses pembelajaran. Namun, jangan lupa tetap melakukan kontrol pada situasi kelas.
Mudah ditemui dan diajak bicara.
Guru yang baik berbicara kepada siswa, di kantin, lorong, dalam perjalanan, antara kelas, dan di semua kesempatan di luar jam belajar.
Punya perspektif ke depan.
Guru yang baik menyadari bahwa  fokus utama sebuah sekolah siswa. Hal-hal yang bersifat akademis memang penting, tetapi bukan hal yang paling penting. UAS dan UNAS  juga penting, tetapi bukan hal yang paling penting.
Guru yang baik juga seorang  manusia yang baik.
CIRI-CIRI GURU YANG MAMPU MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN AKTIF KREATIF DAN MENYENANGKAN (PAIKEM)
Share:

LANGKAH-LANGKAH MENJADI GURU IDEAL DAN INOVATIF

LANGKAH-LANGKAH MENJADI GURU IDEAL DAN INOVATIF
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabbarakatuh
Bahan bacaan bagi rekan-rekan guru

Guru ideal yang diinginkan oleh siswa adalah guru yang bisa menjalin hubungan baik dengan muridnya. Guru yang bisa menjalin hubungan baik dengan muridnya akan mengerti bagaimana menghadapi murid-muridnya. Guru tersebut mengetahui metode apa yang tepat untuk mengajar muridnya. Berbagai metode pengajaran telah dijelaskan oleh para ahli dan guru tinggal mengaplikasikannya sesuai dengan kondisi murid.

Dalam melaksanakan tugas ini guru disamping menguasai materi yang akan diajarkan, dituntut pula memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan teknis mengajar, juga dituntut untuk selalu mencari gagasan-gagasan baru (inovasi), dengan tujuan penyempurnaan kegiatan belajar mengajar, yang akan menentukan keberhasilan pendidikan.

Sesuatu yang sangat didambakan insan pendidikan khususnya guru adalah menjadi guru ideal dan inovatif yang imbasnya yang positif bagi peserta didik .

Berikut langkah-langkah menjadi guru yang ideal dan inovatif :

1. Menguasai materi pelajaran secara mendalam.

Seorang guru dituntut memiliki kemampuan menguasai pelajaran yang diampu secara mendalam. Hal ini bertujuan untuk : Membangun kepercayaan diri seorang guru. Agar siswa mendapatkan ilmu sesuai tujuan lembaga dan individu. Dan agar siswa memiliki daya kompetitif yang tinggi.

2. Komunikatif

Unsur komunikasi sangat penting dilakukan guru sebagai bentuk pendekatan psikologis kepada peserta didik. Aspek acceptability menjadikan kelancaran kegiatan belajar mengajar di kelas, sehingga mendorong terciptanya suasana yang nyaman dan kondusif dalam proses pembelajaran.

3. Wawasan luas

Dalam mensikapi perkembangan dewasa ini yang serba cepat dan pesat, guru sudah semestinya selalu mengikuti informasi yang mendunia dan up to date. Sehinga hal yang disampaikan menjadi menarik dan penasaran serta tidak membosankan. Dengan demikian guru dapat memberikan jawaban yang memuaskan baik hubungannya dengan akademis maupun non akademis.

4. Dialogis

Guru dapat mengembangkan interaksi 3 berbagai arah dalam proses pembelajaran. Dalam konteks pendidikan dewasa ini, pembelajaran berpusat pada anak (student Centered) bukan lagi berpusat pada guru (teacher Centered). Dengan demikian mampu melatih anak menjadi kritis, analitis, responsif dan progresif.

5. Menggabungkan teori dan praktik

Kemampuan ini diperlukan guru untuk lebih mengkongkritkan materi dari yang semula bersifat verbal. Anak menjadi terlatih menerapkan ilmu yang sedang dipelajarinya. Di samping itu juga siswa dapat mengembangkan materi di luar pembelajaran (penelitian) dan ebih melekatkan pemahaman materi secara mendalam.

6. Bertahap

Guru mampu menyampaikan materi secara hirarki dari yang mudah ke sulit dan dari yang sederhana ke yang kompleks. Guru perlu menyampaikan materi secara kronologis dan unity (terpadu), tidak meloncat-loncat dan terpencar-pencar.

7. Berbagai variasi pendekatan

Guru perlu menggunakan berbagai variasi pendekatan. Hal ini berperan penting untuk menciptakan suasana belajar yang menarik , sehingga tidak membosankan. Di sisi lain dengan pendekatan yang berbeda-beda dapat memberikan tantangan baru bagi siswa. Di samping itu dapat memompa motivasi siswa dan mengembangkan inisiasi yang lebih baik.

8. Tidak memalingkan Materi Pelajaran

Satu hal yang perlu diingat bahwa guru tidak memalingkan materi pelajaran. Pembelajaran dilakukan fokus pada materi ajar yang sedang di bahas. penjelasan-penjelasan yang disampaikan mengalir kepada tujuan pembelajaran. (Tidak melebar ke mana-mana). Jika keluar dari materi, harus yang berkaitan dengan hal yang sedang dibahas. Guru tidak perlu menceritakan pengalaman pribadinya yang tidak ada kaitannya dengan materi.

9. Tidak terlalu menekan dan memaksa

Dalam dunia pendidikan dewasa ini, guru hendaknya menyelami kondisi siswa secara psikologis untuk memberikan kegiatan sesuai dengan kompetensinya agar enjoyable (nyaman). Idealisme guru harus ditunjang dengan kearifan, kebijaksanaan, dan kecerdasan dalam membangkitkan semangat belajar anak. Guru tidak sekedar memaksa siswa didik untuk mengerjakan tugas yang sedemikian sulit, mengikuti semua apa yang diarahkan. Guru perlu memberikan gambaran apa yang diberikan kepada siswa. Siswa diminta merenungkan, tidak ditekan harus begini, harus begitu dan sebagainya. Guru harus mampu mengatur ritme untuk mempertahankan energi dan stamina.

10. Santai tapi Serius

Sekedar pengalaman di lapangan, banyak kita jumpai guru yang dalam proses pembelajaran bersikap santai. Sebaliknya banyak pula guru yang justru bersikap serius selama 90 menit dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu guru perlu memberikan humor dan joke yang mendidik dan menggugah semangat, memberikan motivasi dan inspirasi. Mengajar dengan santai, di sela-sela penyampaian materi yang intensif menyelipkan humor segar agar tidak terkuras energinya.

Demikian, semoga bisa menjadi bahan perenungan bagi guru untuk memberikan yang terbaik bagi peserta didiknya di semua jenjang pendidikan.

Salam Pendidikan
Share:

Rabu, 24 September 2014

Cara Baru Mendapatkan NUPTK Bagi Guru Non PNS

Cara Baru Mendapatkan NUPTK Bagi Guru Non PNS


Berita gembira bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, kali ini infodapodik memberikan berita tentang Cara Baru Mendapatkan NUPTK bagi Guru Non PNS. Inilah berita selengkapnya :

Pendidik yang berhak mengajukan NUPTK, akan mendapatkan himbauan untuk mengajukan NUPTK di halaman dasbor masing-masing.
Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang belum memiliki NUPTK dapat memperoleh NUPTK dengan persyaratan sebagai berikut :
Bagi Pendidik dengan Satuan Administrasi Pangkal (Satminkal) di sekolah negeri memenuhi syarat sebagai berikut:
Usia minimal >= 18 tahun terhitung dari tanggal lahir dengan TMT sebagai pendidik pertama kali.
SK Guru awal terekam sebelum 1 Agustus 2014 (Khusus Guru di Sekolah Negeri)
Cetak Portofolio terbaru
SK Pengangkatan dari Bupati/Walikota sebagai Guru, atau SK Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sebagai PTK yang masih berlaku (Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan pelaksana turunannya).
Bagi Pendidik dengan Satuan Administrasi Pangkal (Satminkal) di sekolah swasta memenuhi syarat, sebagai berikut:
Usia minimal >= 18 tahun terhitung dari tanggal lahir dengan TMT sebagai pendidik pertama kali.
SK Guru awal terekam sebelum 1 Agustus 2010 (Khusus Guru di Sekolah Swasta)
Cetak Portofolio
Copy Akte Pendirian Yayasan
SK Pengangkatan Guru Tetap Yayasan (GTY) sebagai Guru atau Kepala Sekolah minimal selama 4 (empat) tahun berturut-turut terhitung mulai tanggal terbit SK awal sebelum tanggal 1 Agustus 2010 (pada sekolah yang sama atau berbeda) yang ditandatangani oleh Ketua Yayasan dan tidak berlaku surut (contoh SK tertanggal tahun 2014 menjelaskan masa kerja tahun 2010).
Mengikuti petunjuk yang tersedia, Pendidik akan diarahkan ke halaman Pengajuan NUPTK. Silakan perhatikan alur berikut untuk memahami prosedur ajuan NUPTK Baru.


Berikut panduan singkat Ajuan NUPTK Baru :
Buka layanan padamu http://padamu.siap.id/
Isikan Email/PegID dan Password dengan benar
Pilih menu NUPTK Baru dan klik tombol Ajukan NUPTK

Lengkapi syarat yang muncul pada sistem, klik Cetak jika berkas syarat sudah lengkap. 
Mendapatkan S06C, serahkan berkas tersebut ke Dinas Pendidikan setempat.

Selanjutnya, tunggu Persetujuan NUPTK Oleh Dinas Pendidikan / Mapenda Setempat serta Penerbitan NUPTK oleh LPMP Provinsi setempat. Klik di sini untuk melihat panduan/prosedur persetujuan hingga penerbitan NUPTK baru.
Pengajuan NUPTK Baru bagi Pendidik PNS dapat Anda lihat di sini.
Saran infodapodik : ikutilah prosedur di atas, agar Anda mudah mendapatkan NUPTK
Share:

Jumat, 19 September 2014

RINCIAN JUMLAH PESERTA DIDIK DALAM SETIAP ROMBEL SERTA PEMBAGIAN ROMBEL YANG BENAR PADA APLIKASI DAPODIKDAS 2013/2014

RINCIAN JUMLAH PESERTA DIDIK DALAM SETIAP ROMBEL SERTA PEMBAGIAN ROMBEL YANG BENAR PADA APLIKASI DAPODIKDAS 2013/2014


Dalam proses input data-data sekolah, khususnya yang berhubungan dengan jumlah peserta didik maksimal dalam 1 Rombel (Rombongan Belajar) yang ada pada tab Rombongan Belajar dalam tabel “Edit Anggota Rombel”, sebagai OPS kita harus teliti dalam segala hal yang terkait dengan pembagian Rombel ini agar dalam validasi tidak terjadi kendala (invalid) baik pada hal-hal yang berhubungan dengan jumlah minimal ataupun jumlah maksimal anggota dalam setiap Rombelnya, selain itu juga batasan-batasan yang harus diketahui dalam pembagian Rombel pada tingkat kelas yang sama.

Hal tersebut perlu sangat diperhatikan, bukan hanya menghindari invalid pada validasi hingga sinkronisasi Dapodikdas 2013 saja tentunya, namun juga menjadi acuan dasar bagi Kemdikbud dalam pengambilan kebijakan-kebijakan terkait tunjangan profesi dan tunjangan fungsional, terlebih lagi bagi PTK dalam hal ini bagi Guru yang telah bersertifikasi ataupun bagi guru yang sedang maupun yang akan menerima tunjangan profesi Guru tersebut.

Berikut hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam pengisian aplikasi Dapodikdas 2013/2014 khususnya tentang Pembagian Rombel yang benar dalam aplikasi Dapodikdas 2013 /2014 yang tentu saja sangat berkaitan erat dengan pemenuhan jam mengajar pada Guru, khususnya bagi guru yang telah bersertifikat pendidik, uraian berikut saya share kembali dari Grup Info Dapodik Kemdikbud tentang Pembagian Rombel, yaitu :

1.         Menurut Peraturan tentang SPM (Standar Pelayanan Minimal) Pendidikan disyaratkan bahwa "MAKSIMAL SISWA PER-ROMBEL UNTUK SD ADALAH 32 SISWA DAN MINIMAL ADALAH 20 SISWA."

2.         Untuk tingkat kelas yang berjumlah lebih besar dari 32 siswa tetapi kurang dari 40 siswa maka Rombel itu masih terhitung pada "ROMBEL GEMUK" dan JANGAN COBA-COBA DIPECAH MENJADI DUA ROMBEL.

3.         Tingkat kelas yang siswanya kurang dari 40 siswa tapi tetap dipaksakan dibagi menjadi 2 Rombel sehingga salah satu Rombelnya ada yang siswanya kurang dari 20 siswa, maka kedua Rombelnya akan dianggap ROMBEL TIDAK NORMAL, dan rombel tersebut akan dinyatakan tidak memenuhi syarat bagi guru yang mengajar di Rombel tersebut untuk dapat menerima aneka tunjangan, baik TP (Tunjangan Profesi) ataupun TF (Tunjangan Fungsional).

4.         Aturan minimal siswa 20 siswa/Rombel ini, TIDAK BERLAKU UNTUK TINGKAT KELAS YANG TIDAK MELAKUKAN PEMBAGIAN ROMBEL. Artinya bila suatu tingkat kelas Rombelnya kurang dari 20 siswa tanpa proses pembagian Rombel, maka Rombel tersebut tetap akan dinyatakan sebagai Rombel yang memenuhi syarat untuk dapat dicairkannya aneka tunjangan bagi guru yang mengajar di Rombel yang bersangkutan. Solusi untuk sekolah yang disemua tingkat kelasnya hampir semuanya kurang dari 20 siswa, ke depan mungkin akan direkomendasikan oleh pihak Kemendikbud agar di merger dengan sekolah lain.

5.         Pembagian Rombel bisa dilakukan untuk suatu tingkat kelas bila dalam tingkat kelas tersebut semua gurunya sudah bersertifikat pendidik adalah minimal 42 siswa dengan pembagian siswa kelas A = 21 siswa dan Kelas B = 21 siswa, sedang Pembagian Rombel ideal sesuai aturan SPM yang sesungguhnya adalah minimal 52 siswa dengan pembagian siswa Kelas A = 32 siswa dan Kelas B = 20 siswa.

6.         Mohon agar dalam pembagian Rombel, jangan karena mengejar aneka tunjangan untuk guru atau agar semua guru mendapatkan jam mengajar, maka sampai mengabaikan aturan yang berlaku dan mengorbankan siswa di sekolah kita.

7.         Penghapusan atau perubahan Rombel untuk Dapodikdas ini lumayan rumit, dan terkadang bila tidak hati-hati dalam proses penghapusannya dapat membuat data Peserta Didik menjadi kacau.

8.         Perlu diingatkan kembali bahwa Dapodikdas 2013 bukan menitikberatkan pada kuantitas, tetapi sudah menitikberatkan pada KUALITAS data.

Demikian artikel tentang rincian jumlah siswa / peserta didik dalam setiap Rombelnya serta batasan-batasan dalam pembagian Rombel pada tingkat kelas yang sama dalam aplikasi dapodikdas 2013/2014. Semoga bermanfaat, terimakasih…
Share:

PERLUNYA RENSTRA BAGI SEKOLAH SWASTA

PERLUNYA RENSTRA BAGI SEKOLAH SWASTA



Ada dua hal yang mengguncang dunia pendidikan swasta di Indonesia awal tahun ini.  
Pertama, Peraturan Bersama 5 Menteri (Peraturan Mendiknas No. 05/X/PB/2011, Peraturan Menpan No.SPB/03/M.PAN-RB/10/2011, Peraturan Mendagri No. 48 Tahun 2011, Peraturan Menkeu No. 158/PMK.01/2011 dan Peraturan Menag No. 11 Tahun 2011), tentang Penataan dan Pemerataan Guru (PNS), yang ditetapkan tanggal 3 Oktober 2011 (Berita Negara RI No. 610 Tahun 2011).  
Kedua, Peraturan Mendikbud (Permendikbud) No. 60 Tahun 2011 tentang Larangan Pungutan Biaya Pendidikan pada SD dan SMP, yang ditetapkan tanggal 30 Desember 2011 (Berita Negara RI No. 19 Tahun 2012).
Peraturan Bersama 5 Menteri dilengkapi dengan Petunjuk Teknis (Juknis) Pelaksanaan Peraturan Bersama tentang Penataan dan pemerataan Guru (PNS), yang ditanda-tangani dibulan November 2011 oleh Sekjen Kemdikbud, Prof. Ainun Na’im, Ph.D.  Juknis ini harus dicermati pada bagian Bab II Poin E (Perencanaan Kebutuhan Guru), F (Perhitungan Kebutuhan Guru), G (Hasil Perhitungan & Rencana Pemenuhan), dan J (Pemenuhan Beban Kerja Guru).  Inti sesungguhnya ada dua, yaitu (1) Beban kerja guru adalah 24 jam tatap muka (jumlah jam sebagai guru piket, Wali Kelas, guru remedial, dan guru ekskul tidak lagi diperhitungkan). (2) Jumlah siswa per kelas dipatok minimal : 20 siswa dan maksimal : 32 siswa).  Jadi kelas kecil dan kelas besar tidak lagi diijinkan.  Maka untuk mengejar beban kerja guru : 24 jam, suatu kelas (terutama di SD) tidak bisa dipecah menjadi kelas-kelas kecil hanya sekedar mengejar status guru kelas SD yang beban kerjanya diakui 24 jam, atau suatu kelas IPA dan Bahasa di SMA tidak bisa dibuka kalau jumlah siswanya kurang dari 20 orang.
Maka Renstra (Rencana Strategis) untuk SD harus mengacu pada jumlah jam mengajar yang terkecil (1 jam pelajaran atau 1 jam tatap muka), yaitu mata pelajaran Mulok (Muatan Lokal).  Agar supaya guru pengampu Mulok dapat mencapai beban kerja 24 jam, maka dibutuhkan 24 kelas (24 x 1 jam = 24 jam).  Karena SD terdiri dari 6 jenjang (kelas 1 sampai kelas 6), jumlah ideal kelas paralel di SD adalah 24 kelas : 6 = 4 kelas paralel.  Dengan 4 kelas paralel (kelas 1 : terdiri dari kelas : 1 A, 1 B, 1C, 1 D, kelas 2 : terdiri dari kelas 2A, 2B, 2C, 2D, dan seterusnya) atau jumlah kelas keseluruhan adalah 24 kelas untuk suatu SD (dengan jumlah siswa minimal 20 orang per kelas atau jumlah siswa minimal 80 orang per jenjang kelas, atau jumlah siswa minimal 480 orang per SD (lihat SKB 5 Menteri), maka suatu SD tidak perlu mengangkat guru honorer untuk mata pelajaran Mulok.  Suatu SD masih bisa mengupayakan pembukaan 5 kelas paralel, karena hal itu berarti beban kerja guru Mulok akan mencapai 30 jam tatap muka. Kemungkinan terbaik adalah mengupayakan kelipatan 4, yaitu 8 kelas paralel (48 kelas untuk suatu SD), sehingga diperlukan hanya 2 guru Mulok.  Bagaimana caranya agar SD swasta dapat mencapai 4 kelas paralel atau kelipatannya, dan mendapatkan murid sampai sejumlah 80 orang per jenjang kelas atau kelipatanya yaitu 160 siswa per jenjang kelas?  Diperlukan Analisis SWOT untuk mencari Keunggulan Lokal dan Keunggulan Global dari SD swasta itu, untuk menjawab pertanyaan : mengapa orang tua harus membayar mahal ke SD swasta kalau ke SD Negeri bisa gratis??
Untuk Renstra SMP, acuannya tetap sama, yaitu jumlah jam mengajar yang terkecil, yaitu 2 jam pelajaran (Pend.Agama, PKn., SBK, Penjaskes, TIK, dan Mulok).  Agar guru-guru yang disebut itu dapat mencapai jumlah 24 jam tatap muka, maka diperlukan 12 kelas (24 : 2 = 12 kelas).  Karena SMP terdiri dari tiga jejang (kelas 8 sampai kelas 10), maka diperlukan 4 kelas paralel di SMP (12 kelas : 3 = 4 kelas paralel : Kelas 8 terdiri dari kelas 8 A, 8 B, 8 C, 8 D – Kelas 9 terdiri dari kelas 9 A, 9 B, 9 C, 9 D dan seterusnya) dengan jumlah siswa minimal per kelas 20 orang.  Maka jumlah siswa minimal di suatu SMP adalah 240 orang atau 80 orang per jenjang kelas SMP (lihat SKB 5 Menteri).  Kalau pendaftar banyak, maka jumlah kelas paralel harus kelipatan 4, misalnya 4 kelas paralel = 12 kelas SMP , atau 8 kelas paralel = 24 kelas SMP).  Tidak bisa suatu SMP mempunyai 5 kelas paralel (15 kelas SMP) atau 6 kelas paralel (18 kelas SMP) karena pasti ada guru yang jumlah jam mengajarnya kurang dari 24 jam tatap muka.  Bagaimana kalau jumlah siswa kurang dari 4 kelas paralel (80 siswa per jenjang kelas) atau kelipatannya, yaitu kurang dari 8 kelas paralel (160 siswa per jenjang)?  Pertama, Diperlukan Analisis SWOT untuk mencari Keunggulan Lokal dan Keunggulan Global dari SMP swasta itu, untuk menjawab pertanyaan : mengapa orang tua harus membayar mahal ke SMP swasta kalau ke SMP Negeri bisa gratis??  Kedua, Karena murid-murid baru di satu wilayah akan terserap oleh SMP Negeri, maka SMP swasta itu harus mengupayakan pendaftar baru dari luar wilayahnya (berarti SMP swasta itu harus dilengkapi dengan asrama (boarding school).
Untuk Renstra SMA, acuannya tetap sama, yaitu jumlah jam mengajar terkecil yaitu 1 jam pelajaran di kelas 10 (Mata Pelajaran Sejarah), dengan syarat SMA itu mempunyai 2 kelas paralel IPA dan 2 kelas paralel IPS dengan jumlah siswa minimal 20 orang per kelas (lihat SKB 5 Menteri).  Maka SMA harus mengupayakan 4 kelas paralel di kelas 10 (4 x 1 jam Sejarah = 4 jam), 2 kelas paralel IPA di kelas 11 dan kelas 12 (4 x 2 jam Sejarah = 8 jam), 2 kelas paralel IPS di kelas 11 dan kelas 12 (4 x 3 jam = 12 jam).  Jadi dengan 4 kelas paralel di kelas 10 (kelas 10 A, 10 B, 10 C, 10 D) dan 2 kelas paralel IPA (Kelas 11 IPA-1 dan kelas 11 IPA-2, Kelas 12 IPA-1 dan Kelas 12 IPA-2), serta 2 kelas paralel IPS (kelas 11 IPS-1 dan kelas 11 IPS-2, Kelas 12 IPS-1 dan kelas 12 IPS-2) – Jumlah murid di kelas IPA/IPS harus minimal 20 siswa (lihat SKB 5 Menteri), maka supaya komposisi IPA/IPS tidak menyalahi SKB 5 Menteri (minimal 20 siswa per kelas), jumlah siswa kelas 10 minimal harus 25 orang per kelas paralel di kelas 10 (100 siswa di kelas 10). Dengan kata lain, jumlah siswa suatu SMA minimal adalah 300 siswa.  Dengan jumlah ini, kalau ada perubahan komposisi, misalnya hanya ada 1 kelas IPA (Kelas 11 IPA dan Kelas 12 IPA) dan 3 kelas IPS (Kelas 11 IPS-1, kelas 11 IPS-2, Kelas 11 IPS-3 dan Kelas 12 IPS-1, Kelas 12 IPS-2, Kelas 12 IPS-2) maka jumlah siswa di kelas IPA dapat tetap dipertahankan selaras dengan SKB 5 Menteri (20 siswa di kelas IPA).  Jadi untuk SMA sebaiknya mengupayakan 4 kelas paralel atau kelipatannya (8 kelas paralel) dengan jumlah siswa minimal per kelas paralel di kelas 10 adalah 25 siswa (100 siswa di kelas 10) atau kelipatannya 8 kelas paralel dengan jumlah siswa 200 orang di kelas 10.
Apakah dimungkinkan untuk membuka 5 kelas paralel atau 6 kelas paralel atau 7 kelas paralel di SMA?  Bisa saja, tapi akan ada cukup banyak guru yang beban kerjanya nanti kurang dari 24 jam tatap muka, sedangkan di lain pihak ada cukup banyak guru, beban kerjanya bahkan melebihi 24 jam tatap muka.
Bagaimana kalau jumlah pendaftar murid baru kurang dari 100 orang atau kelipatannya (200 orang pendaftar) ? Atau kurang dari 4 paralel kelas di kelas 10 atau kelipatannya : 8 kelas paralel di kelas 10 ?  Pertama, Diperlukan Analisis SWOT untuk mencari Keunggulan Lokal dan Keunggulan Global dari SMA swasta itu, untuk menjawab pertanyaan : mengapa orang tua harus membayar mahal ke SMA swasta dan tidak mendaftar ke SMA RSBI atau SMA SBI yang tidak kalah kualitasnya??  Kedua, Apakah ada jaminan bahwa lulusan SMA swasta itu akan diterima di perguruan tinggi favorit idaman anak dan orang tua? Kalau alumni SMA swasta sukar kuliah, ya pasti akan ditinggalkan masyarakat.  Hal ini yang sering diabaikan, seolah-olah setelah lulus, itu urusan dan tanggung jawab masing-masing anak dan orang tua.  Kita mengajar bukan supaya menguap di udara, tapi supaya anak dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.  Target inilah yang membedakan pendidikan di SD, SMP dan SMA. Tanpa target yang jelas bagi anak didiknya, SMA swasta itu tidak lebih dari sekedar Bimbel (Bimbingan Belajar).  Ketiga, Karena murid-murid baru di satu wilayah akan terserap oleh SMA Negeri atau SMK Negeri, maka SMA swasta itu harus mengupayakan pendaftar baru dari luar wilayahnya (berarti SMA swasta itu harus dilengkapi dengan asrama (boarding school).
            Peraturan Mendikbud (Permendikbud) No. 60 Tahun 2011 tentang Larangan Pungutan Biaya Pendidikan pada SD dan SMP membuat Yayasan harus kreatif menggali sumber dananya sendiri.  Butir menimbang ayat a menyatakan :  Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.  Sedangkan ayat b menyatakan : bahwa pungutan membebani masyarakat sehingga dapat menghambat akses masyarakat untuk memperoleh pelayanan pendidikan dasar.   Jadi pemerintah dengan sengaja memperkenalkan paradigma baru : pungutan itu bukan untuk menutupi biaya operasional sekolah dan upaya meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi pungutan dianggap sebagai beban masyarakat, maka segala pungutan itu harus dihapuskan.  Hal ini dipertegas dengan ketentuan Pasal 3 : Sekolah pelaksana program wajib belajar dilarang memungut biaya investasi dan biaya operasi dari peserta didik, orang tua, atau walinya.  Tentu saja sekolah swasta (SD-SMP swasta) adalah peserta program wajib belajar 9 tahun yang terdampak peraturan ini.  Lebih jauh lagi, kebiasaan sekolah-sekolah swasta untuk meranking besaran uang pangkal dianulir dengan ketentuan dalam Pasal 4 ayat 1 :  Sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat tidak boleh melakukan pungutan: Butir (a). yang dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik;
Option for the poor justru ditegaskan pada Pasal 4 ayat 2 : Sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik, orang tua, atau walinya yang tidak mampu secara ekonomis.
Banyak sekolah swasta juga menerima dana BOS, konsekuensinya mereka dilarang melakukan pungutan lain (Pasal 5 ayat 1 : Sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat yang menerima bantuan operasional tidak boleh memungut biaya operasi)
Jalan keluar :
-   Sambil menunggu judicial review ke MA (Mahkamah Agung) tentang SKB 5 Menteri dan Permdikbud No. 60 Tahun 2011 ini, ada baiknya Yayasan mengingat pengabaian pemerintah tentang Putusan MA No 2596 K/Pdt/2008 yang melarang pemerintah menyelenggarakan Ujian Nasional.  Jadi pemerintah tetap akan menjalankan agendanya sendiri.
-        Yayasan tidak bisa lagi menggantungkan pembiayaan pendidikan melulu dari uang pangkal atau uang sekolah (lihat Permendikbud No. 60 Tahun 2011) – kreativitas untuk menggali sumber dana lain sangat diperlukan. Contoh penggalian sumber dana dari SMKN 1 Pacet : “Ubah Sisa Panen Jadi Keripik” (Kompas, Senin 2 April 2012 halaman 14)
-       Sekolah berasrama (boarding school) adalah pilihan yang tepat untuk menghadapi grand design dari pemerintah yang terus menganak-tirikan sekolah swasta.   Selepas sekolah, siswa dapat
1.    Melatih kreativitasnya dalam penggalian sumber dana, seperti yang dicontohkan oleh SMKN 1 Pacet di atas.
2.  Mengimplementasikan Keunggulan Lokal dan Keunggulan Global dari sekolahnya, sehingga mampu bersaing dengan sekolah-sekolah lain.
Share:

Minggu, 14 September 2014

TUNJANGAN FUNGSIONAL GURU (TFG) BAGI GURU BUKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL (GBPNS)

TUNJANGAN FUNGSIONAL GURU (TFG) BAGI GURU BUKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL (GBPNS)
Program subsidi tunjangan fungsional (STF) atau sering disebut Tunjangan Fungsional Guru (TFG) adalah program pemberian subsidi kepada guru bukan pegawai negeri sipil (GBPNS) yang bertugas di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat yang melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik.
Guru bukan pegawai negeri sipil (GBPNS) adalah guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Program STF yang diberikan kepada GBPNS bersifat berkelanjutan sampai tahun 2015 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
Kriteria Guru Penerima
Subsidi Tunjangan Fungsional diberikan kepada guru bukan PNS pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kriteria guru penerima STF adalah sebagai berikut :
1. Guru bukan pegawai negeri sipil (GBPNS) pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat yang dibuktikan dengan Surat Keputusan yang diterbitkan oleh penyelenggara pendidikan;
2. Memiliki masa kerja sebagai guru secara terus menerus sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun dengan ketentuan, terhitung mulai tanggal (TMT) 1 Januari 2006 secara terus menerus bagi GBPNS yang bertugas di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, dibuktikan dengan surat keputusan pengangkatan pertama sebagai guru;
3. Memenuhi kewajiban melaksanakan tugas minimal 24 jam tatap muka per minggu bagi guru yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Pembagian Tugas Mengajar oleh Kepala Satuan Pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat atau ekuivalen dengan 24 jam tatap muka per minggu setelah mendapat persetujuan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan;
4. Guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan mengajar minimal enam (6) jam tatapmuka per minggu atau membimbing 40 (empat puluh) peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan dan konseling/konselor;
5. Guru yang mendapat tugas tambahan sebagai wakil kepala satuan pendidikan mengajar minimal dua belas (12)jam tatap muka per minggu atau membimbing delapan puluh (80) pesertadidik bagi wakil kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan dan konseling/konselor;
6. Guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan, kepala laboratorium, kepala bengkel, kepala unit produksi mengajar minimal dua belas (12) jam tatap muka perminggu;
7. Guru yang bertugas sebagai guru Bimbingan Konseling paling sedikit mengampu seratus lima puluh (150) peserta didik pada satu atau lebih satuan pendidikan;
8. Guru yang bertugas sebagai guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu paling sedikit enam (6) jam tatap muka per minggu;
9. Guru yang bertugas sebagai guru pada satuan pendidikan khusus seperti pada daerah perbatasan, terluar, terpencil, atau terbelakang; masyarakat adat yang terpencil; dan/atau mengalami bencana alam; bencana sosial; dan tidak mampu dari segi ekonomi;
10. Guru yang berkeahlian khusus yang diperlukan untuk mengajar mata pelajaran atau program keahlian sesuai dengan latar belakang keahlian langka yang terkait dengan budaya Indonesia;
11. Guru yang tidak dapat diberi tugas pada satuan pendidikan lain untuk mengajar sesuai dengan kompetensinya dengan alasan kesulitan akses dibandingkan dengan jarak dan waktu;
12. Memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK);
13. Memiliki nomor rekening tabungan yang masih aktif atas nama penerima STF;
14. Guru yang belum memiliki sertifikat pendidik.
CATATAN :
1. TFG diberikan berdasar Quota yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah;
2. Adanya Quota menyebabkan tidak semua GBPNS yang memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan bisa menerima TFG.www.ibnurus.blogspot.com
Share:

Popular Posts

Label