Belajar Blog, Ilmu dan Pengalaman

Minggu, 11 November 2018

THE STUDY OF DYSLEXIA ON STUDENT IN DORMITORY

Bahasa terdiri atas unsur-unsur yang tersusun secara teratur. Bahasa bukanlah sejumlah unsur yang terkumpul secara acak atau tidak beraturan. Bahasa itu sistematis. Di samping itu, dapat pula dinyatakan bahwa bahasa terdiri dari subsistem-subsistem, artinya bahasa bukanlah sistem tunggal. Bahasa terdiri dari beberapa subsistem, yaitu subsistem fonologi, subsistem gramatikal, dan subsistem leksikal (Etey Qomariah, 2013)
Ahli bahasa dapat memanfaatkan psikologi untuk menganalisis perolehan bahasa dan akibat gangguan psikologi. Perhubungan ini melahirkan psikolinguistik. Psikolinguistik adalah penggabungan antara dua kata psikologi´ dan linguistik´. Psikolinguistik adalah studi mengenai penggunaan bahasa dan perolehan bahasa oleh manusia ( Levelt, 1975). Setiap manusia mempunyai pengalaman yang berbeda dalam memperoleh bahasa, ada yang baik dan ada yang bermasalah dalam artian terdapat problem atau gangguan.
Disleksia merupakan salah satu bidang kebahasaan yang menangani masalah pembelajaran bagi anak yang mempunyai gangguan belajar seeara spesifik. Kata disleksia diperoleh dari kata dys yang artinya kesulitan dan lexia yang bermakna bahasa. Jika diterjemahkan seeara harafiah disleksia adalah kesulitan dalam membaca huruf secara tertulis. Istilah lain yang digunakan untuk menjelaskan kesulitan anak dalam hal ini adalah buta huruf (word blindness or alexia) oleh William Pringle Morgan (1986).
Baca Juga
THE STUDY OF LANGUAGE SHIFT IN DORMITORY
Menurut Drake (1989), anak disleksia mempunyai beberapa eiri khas, dan Sanders dan Meyers (1996) menjelaskan beberapa ciri khas hambatan pembelajaran anak disleksia, yaitu:
(1)hambatan dalam belajar bahasa,
(2)ketidak seimbangan dalam kemampuan intelektual,
(3)tidak lancar untuk membaca huruf atau kata yang terletak,
(4)tidak dapat menulis dengan lancar dan tepat contohnya sulit mencontoh menulis huruf dari papan tulis atau buku,
(5)hambatan pada pendengaran dan pengamatan visual. Disleksia juga merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis, yang ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat atau akurat, dalam pengejaan, dan dalam kemampuan mengkode simbol.
Di Asrama putri Universitas Trunoyo Madura khususnya gedung C, penulis menemukan seorang yang mengalami disleksia pada bahasa arab, dimana dia kesulitan untuk membaca dan melafalkan huruf-huruf bahasa arab dengan benar. Menurut penelitian Atkinson dalarn Richard (2007) proses membaca kata dan mengeja huruf diperlukan satu model yang menjelaskan bagaimana informasi mengalir melalui berbagai aspek dari sistem memori deklaratif kita yang merujuk pada model dua tahap (two-store) penyimpanan memori. Subjek akan diminta melihat susunan huruf tersebut hanya dalam waktu 50 mili detik ( seper dua puluh detik), dan anak harus menyebutkan huruf-huruf tersebut sebanyak mungkin.

Richard (2007) menjelaskan penyebab spesifik disleksia tidak diketahui. Kira-kira t4 area diotak berfungsi saat membaca. Ketidakmampuan belajar pada disleksia ini disebabkan karena terdapat gangguan di area otaknya. Pesan yang terkirim masuk ke otak tampaknya berubah menjadi tidak beraturan dan kacau. Orang dengan disleksia dapat mendengar dan melihat dengan baik, namoo apa yang mereka dengar dan lihat tampaknya berbeda dengan apa yang dilihat dan didengar oleh orang kebanyakan Kesalahan yang disebabkan disleksia sudah teIjadi saat mereka dilahirkan dan faktor hereditas sangat mempengaruhi. Kira-kira 5-10% anak usia sekolah memiliki gangguan belajar.
Dari teori-teori diatas penulis memperoleh hasil bahwa seorang anak yang penulis teliti itu mengalami disleksia, dimana ketika anak tersebut diajari berkali-kali tetap saja sulit untuk melafalkannya dengan lancar dan benar. Dia mengalami kesulitan sekali dalam mempelajari bahasa tersebut, lain dengan teman-temannya ketika yang lain diajari satu dua kali langsung bisa menirukan akan tetapi anak ini tetap saja tidak bisa. Otaknya serasa bingung ketika membaca ujarnya. Ketika yang lain melafalkannya dia faham akan pelafalannya tetapi ketika mengucapkannya tetep tidak bisa. Guru yang mengajarnyapun ikut merasa kebingungan karena sudah kehabisan metode bagaimana cara mengajarinya agar dia bisa seperti yang lain yaitu bisa mengucapkan huruf-huruf bahasa arab.
Hasil penemuan pada subjek yang mempunyai gejala disleksia adalah subjek dapat melihat dengan baik tetapi tidak dapat membedakan, tidak dapat membuat interpretasi dan mengingat huruf atau kata yang telah dilihatnya. Kasus penelitian di atas menunjukkan hasil subjek yang diuji menunjukkan gejala disleksia. Secara umum dapat dikatakan bahwa anak disleksia terhambat dalam perkembangan bahasa, koordinasi yang lemah, gerakan pergelangan tangan tidak sinkron, hassil penulisan yang lemah, lambat menulis, ejaan yang lemah, hambatan dalam membedakan antara pandangan dan pendengaran. Hambatan lain adalah mengeja, membaca, dan menulis atau menyalin huruf atau kata dari media visual. Jika tidak mendapatkan peIatihan secara dini maka kemungkinan akan teIjadi hambatan bagi anak dalam proses belajar selanjutnya seperti:

(1)hambatan membaca akan menyebabkan anak tidak bisa belajar secara sendirian. Sehingga anak akan merasa rendah diri dan tidak percaya diri,
(2)hambatan mengeja membuat anak merasa tidak tidak mempunyai kemampuan seperti yang dimiliki oleh ternan yang lainnya,
(3)hambatan menulis akan menunjukkan keterlambatan dalam melahirkan ide dan pikiran secara tertulis,
(4)hambatan bahasa menyebabkan anak akan mengalami kesulitan untuk menyatakan ige dan pikiran, dan
(5)Hambatan untuk mengingat kata akan berpengaruh dalam memproses kata yang disusun lebih panjang seperti kalimat, meskipun hambatan ini sering dikenal sebagai kekurangan yang tersembunyi.

REFRENCES
Thompson, Richard and Madigan, Stephen. 2007. Memory The Key To Consciousness.m Alih Bahasa. Kawan Pustaka. Jakarta.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Label