Belajar Blog, Ilmu dan Pengalaman

Rabu, 21 November 2018

TERMINOLOGI MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF ANTROPOLOGI DAN SOSIOLOGI AGAMA

Untuk mengetahui makna masyarakat dapat dilihat beberapa kriteriannya: 1. Kemampuan bertahan melebihi masa hidup seorang individu. 2. Rekrutmen seluruh atau sebagian anggota melalui eproduksi. 3. Kesetiaan pada suatu sistem tindakan utama bersama. 4. Adanya sistem tindakan utama yang bersifat swasembada
.
Inkeles mengemukakan bahwa suatu kelompok hanya dapat dinamakan masyarakat bila kelompok tersebut memenuhi keempat kriteria tersebut. Seorang tokoh sosiologi modern, Tlcott Parson, merumuskan kriteria masyarakat ialah suatu sistem sosial yang melebihi masa hidup individual normal dan merekrut anggota secara reproduksi biologi serta melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya.

Definisi lain menyatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap dirinya sebagai satu kesatuan sosial. Jadi kesimpulannya, masyarakat adalah kumpulan banyak individu yang terikat oleh satuan adat, ritus, atau hukum dan hidup bersama.
Al-Qur’an menyebut masyarakat dengan beberapa kata, yaitu qawm, ummah, syu’ub, dan qabail. Selain itu Al-Qur’an juga memperkenalkan sifat masyarakat dengan al-mustakbirun, al-mala, al-mustad’afin.

Sementara itu, menurut Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Agama mengatakan bahwa masyarakat adalah gabungan dari kelompok individu yang terbentuk berdasarkan tatanan sosial tertentu. Dalam kepustakaan ilmu-ilmu sosial dikenal tiga bentuk masyarakat, yaitu: a. Masyarakat homogen, b. Masayarakat majemuk, dan c. masyarakat heterogen.

Terlepas dari penggolongan masyarakat tersebut, pada dasarnya masyarakat terbentuk dari adanya solidaritas dan konsensus. Solidaritas menjadi dasar terbentuknya organisasi dalam masyarakat, sedangkan konsensus merupakan persetujuan bersama terhadap nilai-nilai dan norma-norma yang memberikan arah dan makna bagi kehidupan kelompok.
Baca Juga
Budaya Masyarakat Madura suatu sistem kerabatan
Menurut Syaifuddin sebagaimana dikutip oleh Atiqullah mengatakan bahwa masyarakat adalah struktur kehidupan yang dinamis dan kreatif melahirkan gagasan-gagasan demi kepentingan manusia dalam berbagai sektor kehidupan.

Unsur-unsur Masyarakat dalam Perspektif Antropologi
Ada istilah-istilah khusus untuk menyebut kesatuan-kesatuan khusus yang merupakan unsur-unsur dari masyarakat, yaitu kategori sosial, golongan sosial,komunitas, kelompok, dan perkumpulan. masyarakat seperti tersebut di atas, istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan-kesatuan hidup manusia. Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society, yang berasal dari kata latin socius, artinya kawan. Sementara istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata bahasa Arab syaraka, yang berarti ikut serta, berpartisipasi. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang salaing bergaul atau dengan istilah ilmiah slaing berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui apa warga-warganya dapat saling berinteraksi, dengan kata lain, ikatan apa yang membuat suatu kesatuan manusia itu menjadi suatu masyarakat? Yang tidak lain adalah pola tingkah lak yang khas mengenai semua faktor kehidupannya dalam batas kesatuan itu.

Setelah uraian di atas untuk merumuskan suatu definisi mengenai masyarakat dalam analisa Antropologi adalah:
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa indentitas bersama. Definisi ini menyerupai suatu definisi yang diajukan oleh J.L. Gillin dan J.P. Gillin, yang merumuskan bahwa society adalah “the largest grouping in which common customs, traditions, attitude and feelings of unity are operative.

Adapun unsur-unsur masyarakat sendiri sebagaimana disebutkan di atas antara lain:
Kategori Sosial adalah kesatuan manusia yang terwujudkan karena adanya suatu ciri atau suatu kompleks ciri-ciri obyektif yang dapat dikenakan kepada manusia-manusia itu.
Golongan Sosial adalah merupakan suatu kesatuan manusia yang ditandai oleh suatu ciri tertentu, bahkan seringkali ciri itu juga dikenakan kepada mereka oleh pihak luar kalangan mereka sendiri, seperti sifat muda atau dalam gambaran lain sebagai suatu golongan manusia yang penuh idealisme, belum terikat oleh kewajiban2 hidup yang membebankan, penuh semagat, vitalitas, dan kreativitas yang besar.
Kelompok dan perkumpulan adalah merupakan suatu masyarakat karena memenuhi syarat-syarat, dengan adanya sistem interaksi antara para anggota, adanya adat istiadat, serta norma yang mengatur interaksi itu.

Masyarakat dalam Perspektif Sosiologi Agama
Dalam pandangan sosiologi agama yang terkait dengan keorganisasian masyarakat dalam kehidupan bersama sebagai wadah masyarakat dalam melaksanakan hak dan kewajiban warganya di bidang nilai dan morma (pranata atau kelembagan) budaya yang berlaku pada masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Dalam hal ini ialah hal yang berhubungan dengan agama dan keberagamaan yang terdiri dari lima unsur, yaitu: 1. Umat beragama, 2. Keimanan, 3. Peribadahannya, 4. Peralatan ritus, dan 5. Emosi keagamaan.

Seiring dengan terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan, maka di dalam masyarakat juga terjadi perubahan, yaitu yang disebut mobilitas sosial, baik sifatnya meningkat (social elimbing), maupun yang sifatnya menurun (social sinking). Masyarakat pada tingkatan kehidupan bersahaja telah menetapkan berbagai totem sebagai norma kendali terhadap kehidupan mereka. Demikian pula halnya sewaktu tingkat perkembangan kehidupan masyarakat memasuki babak baru sebagai akibat dari penemuan ilmu pengetahuan.

Kalangan pengkaji masalah kemasyarakatan menganalisa bahwa pada saat masyarakat mengalami perubahan karena modernisasi, maka pada saat itu pula mereka akan semakin terasing. Konsep ini pada mulanya dikembangkan oleh Marx dan Durkheim.

Daftar bacaan:
Rusmin Tumanggor, Ilmu Jiwa Agama, Prenadamedia group:Jakarta, 2014
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Rineka cipta:Jakarta, 2000
Ridwan Lubis, Sosiologi Agama, Prenadamedia:Jakarta, 2015
Jalaluddin, Psikologi Agama, RajaGrafindo Persada:Jakarta, 2005
Atiqullah, Psikologi Agama, Pena Salsabila: Surabaya, 2001

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Label