Belajar Blog, Ilmu dan Pengalaman

Sabtu, 19 Januari 2019

HUBUNGAN AR-RA’YU DALAM HAL ILMU PENGETAHUAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut ajaran islam manusia dibekali Allah dengan berbagai perlengkapan yang sangat berharga antara lain akal, kehendak, kemampuan untuk berbicara. Dengan akalnya manusia dapat membedakan antara yang benar dengan yang salah, yang baik dengan yang buruk, antara kenyataan dengan khayalan. Dengan mempergunakan akalnya manusia akan selalu sadar pada kehendak yang bebas (freewill). Manusia dapat memilih jalan yang dilaluinya, membedakan yang mutlak dan yang nisbi. kemudian ia dimintai pertanggungjawaban mengenai segala perbuatannya.
Sebagai sumber ajaran yang ke-3, kedudukan akal pikiran manusia yang memenuhi syarat penting sekali dalam sistem ajaran islam. Didalam kepustakaan, sumber ajaran islam yang ke-3 ini disebut dengan istilah ar-ra’yu atau sering juga disebut dengan kata ijtihad. Ijtihad adalah usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan pengalaman tertentu yang memenuhi syarat untuk mencari, menemukan dan menetapkan nilai dan norma yang tidak jelas atau tidak terdapat patokannya didalam al-qur’an dan al-hadis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud ijtihad atau ar-ra’yu
2. Sebutkan syarat-syarat ijtihad atau ar-ra’yu
3. Sebutkan macam-macam ijtihad dan jelaskan
4. Bagaimana hubungan ijtihad dalam hal ilmu pengetahuan
C. Tujuan penulisan
1. Untuk memahami pengertian ijtihad atau ar-ra’yu
2. Untuk mengetahui syarat-syarat ijtihad atau ar-ra’yu
3. Untuk mengetahui macam-macam ijtihad dan penjelasanya
4. Untuk mengetahui bagaimana hubungan ijtihad dalam hal ilmu pengetahuan.
Baca Juga
TELAAH PENGEMBANGAN SILABUS DAN RPP
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijtihad atau Ar-Ra’yu
Ada tiga istilah dalam bahasa arab yang hampir sama artinya dalam bahasa indonesia. Ketiga istilah tersebut yaitu ijtihad, jihad dan mujahadah. Wacana ijtihad biasa dipakai dalam sulfik dan terkadang pula dalam pemikiran. Wacana ijtihad biasa dipakai dalam fiqih yang lebih ditekankan pada kemampuan fisik dalam menegakkan agama Allah. Sedangkan mujahadah bisa dipakai dalam tasawuf yang menekankan kemampuan rohaniyah.
Kata ijtihad dapat berarti al-thaqah (kemampuan, kekuatan) atau berarti al-musyaqah (kesulitan, kesukaran). Dengan demikian karena lapangan ijtihad adalah masalah-masalah yang sukar dan berat. Orang yang mampu melakukan ijtihad adalah orang-orang yang benar-benar pakar. Dengan itu al-syaukani mengatakan bahwa ijtihad yaitu pengerahan kemampuan dalam aktivitas-aktivitas yang berat dan sukar atau secara umum memiliki makna segenap mencurahkan daya intelektual dan bahkan spiritual dalam menghadapi suatu kegiatan atau permasalahan yang sukar.
Ijtihad memiliki arti kesungguhan, yaitu mengerjakan sesuatu dengan segala kesungguhan. Ijtihad dari sudut istilah berarti menggunakan seluruh potensi nalar secara maksimal dan optimal untuk mengistinbat suatu hukum agama yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok ulama yang memenuhi persyaratan tertentu, pada waktu tertentu untuk merumuskan kepastian hukum mengenai suatu perkara yang tidak ada status hukumnya dalam al-qur’an dan as-sunnah dengan tetap berpedoman pada dua sumber utama. Dengan demikian ijtihad bukan berarti penalaran bebas dalam menggali hukum satu peristiwa yang dilakukan oleh mujtahid, melainkan tetap bersandar pada al-qur’an dan as-sunnah .
Jadi, ijtihad adalah mengerahkan segenap kemampuan intelektual dan spiritual untuk mengeluarkan hukum yang ada dalam al-qur’an dan as-sunnah, sehingga hukum tersebut dapat diterapkan dalam lapangan kehidupan manusia sebagai solusi atas persoalan-persoalan umat. Sukar tidaknya masalah yang dihadapi tergantung kepada tinggi rendahnya kualitas intelektual dan spiritual seorang mujtahid. Jadi, bukan masalahnya yang sukar dan berat sebagaimana dikemukakan al-syaukani diatas, tetapi kualitas mujtahidnya zaman sekarang tidak muncul hasil-hasil ijthad baru, karen rendahnya kualitas mujtahid dibandingkan dengan para pendiri imam madzhab. Jadi, bukan tertutupnya pintu ijtihad, tetapi tertutupnya pintu intelektual dan spiritual manusia itu sendiri.
B. Syarat-Syarat Ijtihad atau Ar-Ra’yu
Syarat adalah ketentuan formal yang harus terpenuhi seluruhnya oleh seorang mujatahid. Jika salah satu syarat tidak terpenuhi, maka tidak sah (gugur) aktifitas ijtihadnya. Ijtihad tidak dapat dilakukan oleh semua orang. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga terjadinya kekacauan atas nama agama. Karena itu, untuk bisa melaksanakan ijtihad seorang mujtahid harus memenuhi sejumlah persyaratan tertentu meliputi:
1. Syarat umum :
a. Islam.
b. Dewasa.
c. Berakal sehat.
d. Kuat daya tangkap dan ingatannya.
2. Syarat khusus yang harus dipenuhi oleh seorang mujtahid agar dia dapat mengistinbath suatu hukum dari suatu peristiwa meliputi:
a. Menguasai al –qur’an dan ilmu-ilmu al-qur’an terutama ayat-ayat hukumnya dan latar belakang sejarah turunnya.
b. Menguasai hadis dan ilmu hadis.
c. Menguasai bahasa arab dan seluruh cabang ilmunya.
d. Menguasai ilmu ushul-fiqh.
e. Memahami tujuan-tujuan pook syari’at islam.
3. Syarat pelengkap yang harus dipenuhi oleh seorang mujtahid ialah:
a. Mengetahui tidak adanya dalil yang qath’i tentang kasus yang dihadapi.
b. Mengetahui masalah-masalah yang masih menjadi khilafiyah (perbedaan pendapat, ed.) dan masalah-masalah yang belum ada kepastian hukumnya.
c. Sholeh dan takwa.
Sedangkan M. Dawan Raharjo yang mengutip pendapat Yusuf al-Qardhawi, tentang syarat-syarat mujtahid yaitu:
1. Memahami al-Qur’an;
2. Memahami sunnah rasul;
3. Menguasai bahasa arab;
4. Mengetahui masalah-masalah hukum yang telah ijma’;
5. Menguasai ilmu usul fiqh, terurama metode qiyas dan ijma’;
6. Memahami maksud dan tujuan syari’at;
7. Mengenal manusia dan kehidupan sekitarnya, dan
8. Memiliki sikap adil dan takwa.
Akan tetapi, ijtihad sebagai upaya kemauan seseorang dalam menemukan suatu hukum perlu didorong dan dilatih agar tradisi keilmuan dapat berkembang terus. Mereka yang baru ahli dalam ilmu kedokteran misalnya, tetapi tidak ahli dalam bahasa arab perlu mencari korelasi antara pendekatan medis dengan pendekatan ayat al-qur’an melalui terjemahan yang paling sederhana ditambah tafsir-tafsir yang sudah diterjemahkan.
C. Macam-Macam Ijtihad atau Ar-Ra’yu
Ijtihad mempunyai beberapa macam bentuk :
1. Ijma’, kesepakatan ulama dalam menetapkan hukum.
2. Qiyas, menggabungkan atau menyamakan dari berbagai hukum yang ada.
3. Istihsӑn, fatwa yang dikeluarkan oleh seorang faqih (ahli fiqih), hanya karena dia merasa hal itu adalah benar.
4. Maslahah mursalah, tidakan memutuskan masalah yang tidak ada naskahnya.
5. Sududz dzariah, tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat.
6. Istishab, tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya.
7. Urf, tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat istiadat dan kebiasaan masyarakat.
D. Ijtihad Dalam Hal Ilmu Pengetahuan
Menurut Hasan Langgulung ada lima sumber nilai yang di akui dalam islam yaitu al-qur’an dan sunnah nabi, itulah yang asal. Sumber ketiga yaitu qiyas, artinya membandingkan masalah yang disebutkan al-qur’an dan sunnah dengan masalah yang dihadapi oleh umat islam pada masa tertentu, tetapi nash yang tegas tidak ada dalam al-qur’an disini menggunakan qiyas. Kemudian sumber keempat adalah kemaslahatan umum pada suatu ketika yang dipikirkan patut menurut pandangan islam. Sedang sumber yang kelima adalah kesepakatan atau ijma’ ulama dan ahli fikih islam ada suatu ketika yang dianggap sesuai dengan al-qur’an dan sunnah.
Pendidikan islam merujuk pada tiga sumber yakni al-qur’an, hadis, dan ijtihad. Ijtihad adalah usaha yang dilakukan oleh para ulama (mujtahid) untuk menetapkan suatu hukum syariat islam terhadap hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya dalam al-qur’an dan sunnah. Hal ini sejalan dengan pendapat Zakiyah Djarajjat bahwa “landasan pendidikan islam itu terdiri dari al-qur’an dan sunnah nabi yang dapat dikembangkan dengan jtihad”.
Itihad dalam hal ini dapat meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan. Namun demikian, ijtihad harus mengikuti kaidah-kaidah yang diatur oleh para mujtahid, tidak boleh bertentangan dengan al-qur’an dan sunnah. Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari al-qur’an dan sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam ha-hal yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup disuatu tempat pada kondisi dan situsi tertentu. Teori-teori baru dari hasil pendidikan harus dikaitkan dengan ajaran islam yang sesuai dengan kebutuhan hidup.
Ijtihad dibidang pendidikan semakin dibutuhkan, sebab ajaran yang terdapat dalam al-qur’an dan sunnah hanya sebatas pokok-pokok dan prinsip-prinsip. Bila diperinci, maka perincian itu sekedar contoh dalam menerapkan prinsip itu karena sejak diturunkan sampai nabi Muhammad saw. wafat, ajaran islam telah tumbuh dan berkembang melalui ijtihad yang seirama dengan tuntutan perkembangan zaman.
Dalam hal ini pemikiran para filsafat. Pemimpin dan intelektual muslim yang berijtihad dalam bidang pendidikan menjadi referensi (sumber) pengembangan pendidikan islam. Hasil pemikiran itu baik dalam filsafat, ilmu pengetahuan, fikih islam, sosial budaya, pendidikan dan sebagainya menentukan sehingga membentuk suatu pemikiran dan konsepi komprehensif yang saling menunjang khususnya bagi penddidikan islam. Dalam usaha modernisasi pendidikan islam, pemikiran kalangan intelektual pembaharu yang dapat dijadikan referensi-referensi bagi pengemabangan pendidikan islam.
Pergantian dan perbedaan zaman terutama karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang bermuara kepada perubahan kehidupan sosial, telah menuntut ijtihad dalam bentuk penelitain dan pengkajian kembali prinsip-prinsip ajaran islam, apakah ia boleh ditafsirkan dengan yang lebih relevan dengan lingkungn dan kehidupan sosial yang tidak boleh diubah, maka lingkungan dan kehidupan sosial yang perlu diciptakan sehingga sesuai dengan prinsip tersebut. Sebaliknya, jika ditafsir, maka ajaran-ajaran itulah yang menjadi kehidupan muslim. Zaman sekarang sudah berbeda dengan zaman ketika ajaran islam pertama kali diterapkan. Dismping itu diyakini pula bahwa ajaran islam berlaku disegala zaman dan tempat (shalih li kuli zaman wa makan), disegala situasi dan kondisi lingkungan sosial. Kenyataan yang dihadirkan oleh perubahan zaman dan perkembangan IPTEK menyebabkan kebutuhan manusia semakin meningkat.
Sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial, manusia tentu saja mempunyai kebutuhan individu dan kebutuhan sosial menurut tingkatnya. Dalam kehidupan bersama mereka mempunyai kebutuhan bersama untuk kelanjutan hidup kelompoknya. Kehidupan itu meliputi berbagai aspek kehidupan individu dengan sosial. Seperti sistem politik, ekonomi, sosial budaya dan pendidikan, yang tersebut terakhir adalah kebutuhan yang terpenting karena ia menyangkut pembinaan generasi mendatang dalam rangka memenuhi kebutuhan yang tersebut sebenarnya.
Sistem pembinaan disatu pihak dituntut agar senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu dan teknologi yang berkembang pesat. Dipihak lain dituntun agar tetap bertahan dalam hal sesuai dengan ajaran islam. Hal ini merupakan tugas dan tanggung jawab bagi para mujtahid dibidang pendidikan untuk selalu berijtihad sehingga teori pendidikan islam senantiasa relevan dengan tuntutan zaman dan perubahan.

BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Pendidikan islam merujuk pada tiga sumber yakni al-qur’an, hadis, dan ijtihad. Ijtihad adalah usaha yang dilakukan oleh para ulama (mujtahid) untuk menetapkan suatu hukum syariat islam terhadap hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya dalam al-qur’an dan sunnah. Ijtihad sangatlah penting bagi kehidupan, karena keadaan zaman yang terus berkembang dan banyak masalah-masalah kontemporer yang tidak ditemukan hukumnya dalam al-qur’an dan as-sunnah sehingga dengan melalui ijtihad atau ar-ra’yu masalah-masalah yang tidak ditemukan hukumnya tersebut mempunyai solusi atau jalan keluar untuk mengatasinya, apalagi dalam ilmu pengetahuan karena yang namanya ijtihad tidak bisa terlepas dengan yang namanya ilmu, al-qur’an dan as-sunnah.
Ijtihad meliputi aspek pendidikan harus mengacu kepada syariat yang ada, berupa al-Qur’an dan hadis. Suatu teori-teori baru dimunculkan dalam ijtihad para ulama karena tidak terdapat dalam al-Qur’an. Teori-teori tersebut meliputi pendidikan. Hal itu dikaitkan dengan ajaran islam yang sesuai dengan kebutuhan hidup.
B. Saran
Sebagai manusia yang hakiki kami selaku penulis tugas makalah ini mohon maaf apabila terdapat kesalahan baik dari segi penulisan dan pembahasan mulai dari awal sampai selesai.Tentunya saran merupakan hal yang sangat kami butuhkan untuk memperbaiki kesalahan yang terdapat dalam makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Mahfud Rois, Al-Islam Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Penerbit Erlangga. 2011
Makbuloh Deden, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajawali Pers. 2011












Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Label

Blog Archive