Belajar Blog, Ilmu dan Pengalaman

Senin, 11 Maret 2019

AKSIOLOGIS SAINS DALAM PERSPEKTIF ILMU LOGIKA

A. LATAR BELAKANG
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Kenyataan yang tidak bisa dipungkiri juga oleh manusia bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga, manusia bisa melakukan kemudahan lainnya, seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainnya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu berkah dan penyelamat bagi manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya, pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri, seperti yang terjadi di Bali. Di sinilah ilmu harus diletakkan secara proporsional dan memihak pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan. Sebab, jika ilmu tidak berpihak kepada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
Baca Juga
KERANGKA BERPIKIR MELALUI PENDEKATAN BAYANI
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Aksiologi
Pengertian aksiologi secara etimologis berasal dari kata “axia” yang berarti “nilai” yang dalam bahasa Inggris “value” dan “logos” yang berarti perkataan, pikiran, dan ilmu. Aksiologi berarti ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan.
Untuk lebih mengenal apa yang dimaksud dengan aksiologi, di bawah ini akan diuraikan beberapa definisi tentang aksiologi, di antaranya:
a. Aksiologi berasal dari kata axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah “teori tentang nilai”.
b. Sedangkan arti aksiologi yang terdapat di dalam bukunya Jujun S. Suriasumantri “Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer” bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
c. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian, yaitu:
1) Moral Conduct (tindakan moral), bidang ini melahirkan disiplin khusus, yaitu etika.
2) Esthetic Expression (ekspresi keindahan), bidang ini melahirkan keindahan.
3) Sosio-political Life, (kehidupan sosial politik), yang akan melahirkan filsafat sosio-politik.
d. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan, aksiologi disamakan dengan Value and Valuation. Ada tiga bentuk Value and Valuation, yaitu:
1) Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak.
2) Nilai sebagai kata benda konkret.
3) Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai, dan dinilai.
Dari definisi-definisi mengenai aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
2. Etika dalam Aksiologi Sains
Secara etimologi, etika berasal dari kata Yunani “ethos” yang artinya watak. Sedangkan moral berasal dari kata Latin “mos” bentuk jamak dari “mores” yang berarti kebiasaan. Istilah etika atau moral dalam bahasa Indonesia dapat diartikan kesusilaan. Objek material etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia. Perbuatan yang dilakukan secara sadar dan bebas. Objek formal etika adalah kebaikan dan keburukan atau tidak bermoral dari tingkah laku tersebut. Dengan demikian perbuatan yang dilakukan secara tidak sadar dan tidak bebas tidak dapat dikenai penilaian bermoral atau tidak bermoral. Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tingkah laku moral dapat dihampiri berdasarkan atas tiga macam pendekatan, yaitu:
1) Etika Deskriptif adalah cara melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas seperti: adat kebiasaan, anggapan tentang baik atau buruk, tindakan yang diperbolehkan atau tidak. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu, kebudayaan atau sub-kultural tertentu. Oleh karena itu etika deskriptif ini tidak memberikan penilaian apapun, ia hanya memaparkan. Etika deskriptif lebih bersifat netral, seperti penggambaran tentang adat Mengayau, kepala pada suku primitif.
2) Etika Normatif mendasarkan pendiriannya atas norma. Ia dapat mempersoalkan norma yang diterima seseorang atau masyarakat secara lebih kritis. Ia bisa mempersoalkan apakah norma itu benar atau tidak. Etika normatif berarti sistem-sistem yang dimaksudkan untuk memberikan petunjuk atau menyangkut baik atau buruk. Etika normatif ini dibagi dua, yaitu:
• Etika Umum, yang menekankan pada tema-tema umum seperti: Apa yang dimaksud norma etis? Mengapa norma moral mengikat kita? Bagaimana hubungan antara tanggung jawab dengan kebebasan?
• Etika Khusus, upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip etika umum ke dalam perilaku manusia yang khusus. Etika khusus juga dinamakan etika terapan.
3) Etika Metaetika, yaitu kajian etika yang ditujukan pada ungkapan-ungkapan etis. Bahasa etis atau bahasa yang dipergunakan dalam bidang moral dikaji secara logis. Metaetika menganalisis logika perbuatan dalam kaitan dengan baik atau buruk. perkembangan lebih lanjut dari metaetika ini adalah Filsafat Analitik.
Di bidang etika, tanggung jawab seorang ilmuan bukan lagi memberi informasi namun harus memberi contoh. Dia harus bersifat objektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar, dan kalau berani mangakui kasalahan. Semua sifat ini, merupakan implikasi etis dari proses penemuan kebenaran secara ilmiah. Di tengah situasi di mana nilai mengalami kegoncangan, maka seorang ilmuan harus tampil ke dapan. Pengetahuan yang dimilikinya merupakan kekuatan yang akan memberinya keberanian. Hal yang sama harus dilakukan pada masyarakat yang sedang membangun, seorang ilmuan harus bersikap sebagai seorang pendidik dengan memberikan contoh yang baik.
3. Estetika dalam Aksioligi Sains
Menurut The Liang Gie, istilah-istilah yang sering tampil untuk pengertian ini adalah filsafat keindahan (Philosophy Of Beauty), filsafat citarasa, filsafat seni, dan filsafat kritik. Selain itu, terdapat pula istilah “kritik seni” atau “tinjaun seni”. Dalam bahasa Inggris , istilah filsafat diganti dengan teori, sehingga namanya menjadi Thory Of Beauty, Theory Of Taste, Theory Of Fine Arts, dan Theory Of Five Arts. Penggunaan istilah teori ini sering dianggap tidak tepat karena berdasarkan asumsi tertentu. Adapun estetika atau filsafat seni mencari landasan atau asumsi sehingga teori keindahan lebih tepat dianggap sebagai kajian ilmiah dalam membahas fenomena atau wujud kesenian daripada dasar-dasar bagi wacana seni.
Prinsip estetika yang menjadi bahan pertimbangan ditemukan pada antikuitas Hellenistik secara umum. Prinsip ini dapat diperikan sebagai prinsip bahwa keindahan mengandung ekspresi imajinatif dan sensuous mengenai kesatuan dalam kemajemukan. Apakah hakikat keindahan merupakan karakteristik presentasi yang dialami?
Pikiran Hellenik menjawabnya secara formal. Alasannya, menurut kaum Hellenistik bahwa seni pertama kali muncul sebagai repproduksi dari realitas. Hal tersebut merupakan alasan yang ditentang analisis estetik karena berpegang teguh pada signifikan konkret mengenai keindahan dalam diri manusia dan alam.
4. Kegunaan Aksiologi Sains
a) Aksiologi sebagai alat untuk menjelaskan (eksplanasi)
Berbagai ilmu pengetahuan yang ada sampai sekarang ini secara umum berfungsi sebagai alat untuk membuat eksplanasi kenyataan. Menurut T. Jacob (Manusia, Ilmu dan Teknologi, 1993: 7-8) sains atau ilmu pengetahuan merupakan suatu sistem eksplanasi yang paling dapat diandalkan dibandingkan dengan sistem lainnya dalam memahami masa lampau, sekarang, serta mengubah masa depan. Contohnya akhir tahun 1997 di Indonesia terjadi gejolak moneter, yaitu nilai rupiah semakin menurun dibandingkan dengan dolar (kurs rupiah terhadap dolar menurun). Gejala ini telah memberikan dampak yang cukup jelas terhadap kehidupan di Indonesia. Gejalanya ialah harga semakin tinggi.
Jadi untuk menjelaskan atau menerangkan masalah gajala di atas. Untuk mudahnya, teori ekonomi mengatakan karena banyaknya utang luar negri yang jatuh tempo, hutang itu harus dibayar dengan dolar, maka banyak sekali orang yang memerlukan dolar sehingga harga dolar naik dalam rupiah, ini merupakan sebagian gejala yang dijelaskan. Sekalipun baru sebagian namun gejala itu telah dapat dipahami sesuai dengan apa yang telah dijelaskan.
b) Aksiologi sebagai alat peramal
Tatkala membuat penjelasan atau menerangkan, biasanya ilmuan telah mengetahui juga faktor penyebab terjadinya gejala itu. Dengan mengutak-atik faktor penyebabnya, ilmuan dapat membuat ramalan. Dalam bahasa kaum ilmuan ramalan itu disebut prediksi untuk membedakannya dari ramalan dukun.
Dalam contoh kurs tadi, dengan mudah orang ahli meramal misalnya, karena bulan-bulan mendatang hutang luar negeri jatuh tempo semakin banyak, maka diprediksikan kurs rupiah terhadap dolar akan semakin lemah atau turun. Ramalan atau prediksi ini dapat pula dibuat, misalnya, harga barang dan jasa pada bulan-bulan mendatang akan naik. Tepat dan banyaknya prediksi yang dapat dibuat oleh ilmuan akan ditentukan oleh kekuatan teori yang ia gunakan, kepandaian dan kecerdasan, dan ketersediaan data di sekitar gejala itu.
c) Aksiologi sebagai alat pengontrol
Menjelaskan atau menerangkan merupakan bahan untuk membuat prediksi dan kontrol. Ilmuan selain mampu membuat prediksi atau ramalan gejala juga dapat membuat kontrol. Contohnya kita ambil di atas lagi, agar kurs rupiah menguat, perlu ditangguhkan pembayaran hutang yang jatuh tempo, jadi pembayaran huntang diundur. Apa yang dikontrol? Yang dikontrol ialah kurs rupiah terhadap dolar agar tidak naik. Kontrolnya ialah kebutuhan terhadap dolar dikurangi dengan cara menangguhkan pembayaran hutang dalam dolar.
Agar kontrol lebih efektif sebaiknya kontrol tidak hanya satu macam. Dalam kasus ekonomi ini dapat kita tambah kontrol, umpamanya menangguhkan pembangunan proyek yang memerlukan bahan impor. Kontrol sebenarnya merupakan tindakan-tindakan yang diduga dapat mencegah terjadinya gejala yang tidak diharapkan atau gejala yang memang diharapkan.
Perbedaan prediksi dan kontrol ialah prediksi bersifat pasif tatkala ada kondisi tertentu, maka kita dapat membuat prediksi misalnya akan terjadi ini, itu, begini atau begitu. Sedangkan kontrol bersifat aktif terhadap suatu keadaan, kita membuat tindakan atau tindakan-tindakan agar terjadi ini, itu, begini dan begitu.

C. PENUTUP
a. Kesimpulan
Aksiologi merupakan bidang filsafat yang membahas mengenai nilai dan penilaian, yang terdapat banyak pendapat menyangkut isinya. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan sesuatu, sehingga sesuatu tersebut benilai bagi dirinya dan orang lain. Teori tentang nilai filsafat ini mengacu pada etika dan estetika.
Adapun kegunaan aksiologi yaitu sebagai penjelas atau penerang sesuatu yang terjadi dan juga sesuatu yang terjadi tersebut kedepannya bisa diprediksi apakah dampak yang akan terjadi, serta aksiologi sebagai alat pengontrol, artinya aksiologi bisa berperan dalam menimalisir akibat yang akan terjadi sehingga kegunaan aksioligi begitu penting dalam kehidupan manusia sebab kegunaan aksiologi seperti yang telah dijelaskan di atas.

DAFTAR PUSTAKA
Tafsir, Ahmad. Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Pengetahuan. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009.
Hidayat, Ainurrahman. Filsafat Ilmu. Pamekasan: stain Pamekasan Press, 2006.
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
A.Wiramihardja, Sutardjo. Pengantar Filsafat: Sistematika dan Sejarah Filsafa, Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemologi), Metafisika dan Filsafat Manusia, Aksiologi. Bandung: Refika Aditama, 2009.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Label