Ketidakberdayaan system pendidikan agama di Indonesia sebagai bagian dari system pendidikan nasional kita secara keseluruhannya, tampaknya disebabkan penekananpendidikan agama selama ini pada proses transformasi ilmu agama kepada anak didik, bukan pada proses transformasi nilai-nilai luhur keagamaan. Oleh karena itu, paradigma behavioristik mekanistik tersebut pelu digeser pada paradigma humanisme teosentris konstruktivistik. Dalam bingkai paradigma humanisme teosentrik konstruktivistik inilah spiritualisasi pendidikan agama Islam dapat dikontruksi.
Dalam rangka tercapainya spiritualisasi pendidikan agama Islam dapat diusulkan beberapa noktah pemikiran sebagai berikut:
1)Sadari bahwa pendidikan agama atau pendidikan religiousitas pada dasarnya merupakan suatu pendidikan untuk menumbuhkembangkan sikap batin siswa agar mampu melihat kebaikan Tuhan dalam diri sendiri, sesama dan dalam lingkungan hidupnya.
2)Laksanakan proses pembelajaran pendidikan agama Islam dengan rileks dan dengan menggunakan pola dan metode apapun yang dapat mengaktifkan siswa.
3)Berusaha mewujudkan pengalaman yang autentik, dan bukan dibuat-buat.
4)Wujudkan proses pembelajaran yang dirancang dengan pola paradigma pedagogik reflektif (PPR) yang lebih mengutamakan siswa untuk menemukan dan memaknai pengalamannya sendiri.
5)Disamping melaksanakan pola paradigma pedagogik reflektif (PPR), laksanakan pula strategi projet based learning (PBL) sebagai pengimbang.
Dengan pola-pola tersebut di atas siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk memperdalam iman sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing dan untuk menanggapi permasalahan di sekitarnya melalui komunikasi iman bersama dengan teman-temannya baik yang satu kepercayaan maupun yang berbeda.
Bila hal demikian ini telah menjadi kebiasaan pengelolaan pembelajaran, maka guru telah mengantarkan siswanya untuk mengetahui bagaimana belajar cara belajar (learning how to learn). Dengan kemampuan itu siswa akan menjadi berdaya dan akan menjadi seorang pembelajar sepanjang hidup.
Pengemabangan pola pembelajaran yang demikian, membutuhkan komitmen total guru dengan selalu:
a.Aktif mengembangkan bahan pelajaran dan metodenya
b.Tidak merasa puas atas keyakinan dan hasil yang dicapainya
c.Kritis tidak hanya ikut-ikutan
d.Bebas berpikir dan mengembangkan pemikirannya
e.Mampu berefleksi terhadap apa yang dilakukan dan yang akan dilakukan serta implikasinya pada pembentukan pribadi para siswanya.
Sumber, Edi Susanto, Spiritualisasi Pendidikan Agama Islam Menuju Keberagamaan Inklusif Pluralistik, Surabaya: Pena Salsabila, 2016
0 komentar:
Posting Komentar