A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan upaya yang terencana dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar tumbuh berkembang menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, berilmu, sehat, dan berakhlak (berkarakter) mulia. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan nasional (Sisdiknas) menegaskan: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta perabadan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan manjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[1]
Dari fungsi dan tujuan di atas, ada dua hal penting yang harus diwujudkan Lembaga Pendidikan, pertama, mengembangkan kemampuan, kedua, membentuk watak. Pengembangan kemampuan berkaitan dengan head, sedangkan mengembangkan watak kaitannya dengan heart. Outcome pengembangan kemampuan merujuk pada kualitas akademik, sedangkan outcome dari membentuk watak adalah terwujudnya lulusan yang khusnul khuluq.
Dari
rumusan tersebut terlihat bahwa Pendidikan nasional mengemban misi yang tidak
ringan, yaitu membangun manusia yang utuh dan paripurna yang memiliki
nilai-nilai karakter yang agung di samping juga harus memiliki fondasi keimanan
dan ketakwaan yang Tangguh. Oleh karena itu, Pendidikan menjadi agent of
change yang harus mampu melakukan perbaikan karakter bangsa. Dengan kata
lain, Pendidikan harus mampu mengemban misi pembentukan karakter (character
building) sehinga para peserta didik dan para lulusan Lembaga Pendidikan
dapat berpartisipasi dan mengisi pembangunan dengan baik dan berhasil tanpa
meninggalkan nilai-nilai karakter mulai. Dengan demikian bahwa tujuan akhir
dari Pendidikan adalah karakter, sehingga seluruh aktivitas pendiidkan
semestinya bermuara kepada pembentukan karakter.
Untuk
membangun manusia yang memiliki nilai-nilai karakter mulia, seperti dirumuskan
dalam tujuan pendiidkan nasional tersebut, dibutuhkan system Pendidikan yang
memiliki materi komprehensif (kafah) serta ditopang oleh pengelolaan dan
pelaksanaan yang benar. Terkait dengan ini, kurikulum yang menjadi saka guru
Pendidikan dinilai memiliki relevansi kuat
demi tujuan Pendidikan yang di targetkan. Dalam hal subtansi Pendidikan,
globalisasi juga menimbulkan perubahan penting. Dalam perspektif makro, kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi mempercepat proses demokratisasi dan equity
dalam pembelajaran. Karena itu, jika guru atau tenaga pengajar tetap ingin
memainkan peran sentral dalam proses pembelajaran, mereka harus melakukan
perubahan atau sedikitnya penyesuaian dalam paradigma, strategi, model
pendekatan, dan teknologi pembelajaran. Jika tidak, tenaga pengajar akan
kehilangan makna kehadiran dalam proses pembelajaran.[2] Salah satu upaya untuk
mewujudkan Pendidikan yang menghasilkan manusia bermartabat (berkarakter
mulai), para peserta didik harus dibekali dengan Pendidikan khusus yang membawa
misi pokok dalam pembinaan karakter mereka. Pendidikan seperti ini, dapat
memberi arah kepada para peserta didik setelah menerima berbagai ilmu maupun
pengetahuan dalam bidang studi masing-masing, sehingga mereka dapat
mengamalkannya di tengah-tengah masyarakat dengan tetap berpatokan pada
nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang universal.
Melalui Pendidikan karakter diharapkan para generasi muda mampu memiliki pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, keindahan, kebaikan, dan keimanan. Bahkan dalam dunia Pendidikan dikenal dengan Delapan Belas nilai karakter yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik, antara lain adalah: religious, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Hal itu, dianggap penting karena salah satu factor yang menentukan kemajuan kemajuan bangsa adalah memunculkan karakter diri manusia hasil dari system Pendidikan di Indonesia.
B. Pembahasaan
a. Pengertian
Pendidikan
Sebelum meninjau lebih
lanjut apa yang dimaksud dengan Pendidikan karakter, terlebih dahulu perlu
kiranya diterangkan dua istilah ini Pendidikan dan karakter. Secara etimologi
Pendidikan (paedagogie) berasal dari Bahasa Yunani, terdiri dari kata PAIS,
artinya anak, dan AGAIN diterjemahkan membimbing, jadi paedagogie yaitu
bimbingan yang diberikan kepada anak. Secara definitive Pendidikan (padagogie)
diartikan oleh para tokoh Pendidikan, sebagai berikut:
Menurut Carter V Good
dalam Dictionary of Education, pendidikan mengandung pengertian sebagai suatu
proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan perilaku yang
berlaku dalam masyarakatnya dan proses sosial di mana seseorang dipengaruhi
oleh sesuatu lingkungan yang terpimpin, sehingga ia dapat mencapai kecakapan
sosial dan mengembangkan pribadinya. Pengertian tersebut dapat dikatakan hampir
sama denga napa yang dikatakan Godfrey Thompson bahwa Pendidikan merupakan
pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang
tetap di dalam kebiasaan tingkah lakunya, pikirannya, dan sikapnya.[3]
SA. Bratanata dkk,
mengatakan bahwa Pendidikan adalah usaha yang sengaja diadakan baik langsung
maupun dengan cara yang tidak langsung untuk membantu anak dalam
perkembangannya mencapai kedewasaan.
Ki Hajar Dewantara
mengatakan bahwa mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.[4]
Mohammad Natsir Pendidikan
adalah suatu pimpinan jasmani dan rohani menuju kepada kesempurnaan dan
kelengkapan sifat-sifat kemanusian dengan arti sesungguhnya.
Hasan Langgulung
pendiidkan merupakan interaksi antara pengembangan potensi anak dan pewarisan
budaya antar generasi.
Endang Saefuddin
Anshari Pendidikan adalah proses bimbingan (pimpinan, tuntunan, asuhan) oleh
subjek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi
dan lain-lain sebagainya) dan raga objek didik, dengan bahan-bahan/materi didikan
tertentu pada jangka waktu tertentu dengan metode tertentu dan dengan alat
perlengkapan yang ada kearah tujuan didikan tertentu di sertai dengan evaluasi
sesuai dengan asas/dasar teori ajaran tertentu.[5]
Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.[6]
Dari beragam definisi
di atas, pengertian Pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam tiga sudut pandang:
sempit, maha luas, dan luas terbatas. Dalam arti sempit, Pendidikan adalah
sekolah atau persekolahan (schooling), dalam arti maha luas, Pendidikan adalah
segala sesuatu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seseorang menuju
kedewasaan, yang berlangsung di mana saja, kapan saja, oleh siapa saja, baik
direncanakan atau tidak direncanakan. Sedangkan dalam arti luas terbatas,
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi peserta
didik menuju terbentuknya kepribadian utama yang dilakukan oleh keluarga,
masyarakat, dan pemerintah. Dengan demikian, Pendidikan pada hakekatnya suatu
kegiatan yang secara sadar dan disengaja, serta penuh tanggung jawab yang
dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya
agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung
terus menerus.
Dari beberapa rumusan
di atas tentang mendidik, dapatlah disimpulkan bahwa pendiidkan adalah;
pengaruh, bantuan atau tuntutan yang diberikan oleh orang yang bertanggung
jawab kepada anak didik. Selanjutnya dalam setiap rumusan Nampak adanya dua
pengertian: tugas/fungsi mendidik dan intensi/tujuan mendidik. Dalam intensi
itulah kita dapatkan tugas pembentukan terhadap pribadi anak didik. Di samping
tugas pembentukan pribadi, Pendidikan masih mempunyai tugas lain ialah
menyerahkan kebudayaan kepada generasi berikutnya (generasi muda). Di dalam
penyerahan ini Nampak adanya sikap dari generasi muda itu: reseptif, selektif
dan continuous. Dengan adanya sikap-sikap inilah maka di dalam setiap
pergantian generasi selalu ada inovasi, selalu terdapat perubahan dan
perkembangan.
b. Pengertian
Karakter.
Pengertian karakter secara
umum sering disamakan dengan istilah temperamen, tabiat, watak, atau akhlak,
yang mengandung definisi pada sesuatu yang menekankan unsur psikososial yang
dikaitkan dengan Pendidikan dan konteks lingkungan. Secara harfiah, karakter
artinya kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. Dalam
arti lain, karakter adalah sifat pembawaan yang mempengaruhi tingkah laku, budi
pekerti, tabiat, dan pringai. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa karakter
mempunyai makna psikologis atau sifat kejiwaan karena terkait dengan aspek
kepribadian (personality), akhlak, tabiat, watak dan sifat kualitas yang
membedakan seseorang dari yang lain atau kekhasaan (particular quality)
yang dapat menjadikan seseorang terpercaya ada dari orang lain. Kertajaya sebagaimana
di kutip oleh Siswanto mengemukakan bahwa karakter adalah ciri khas yang
dimiliki oleh suatu benda atau individu.[7]
Menurut para tokoh
pengertian karakter secara terminology adalah:
Samsuri, menyatakan
bahwa karakter sedikitnya memuat dua hal : values (nilai-nilai) dan
kepribadian.
Suyanto, menyatakan
bahwa karakter adalah cara berpikir dan berprilaku yang menjadi ciri khas tiap
individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga,
masyarakat, bangsa, maupun negara.
Dirjen Dikti,
mendefinisikan karakter sebagai nilai-nilai yang khas baik (tahu nilai
kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik
terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam
perilaku.[8]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa karakter adalah sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesame manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
c. Pengertian
Pendidikan Karakter.
Pendidikan karakter merupakan ihwal karakter, atau
Pendidikan yang mengajarkan hakikat karakter dalam ketiga ranah cipta, rasa,
dan karsa. Konsep Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona mengemukakan
Pendidikan karakter mengandung tiga unsur pokok, yaitu; mengetahui kebaikan (knowing
the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan
kebaikan (doing the good). Adapun menurut Frye, mendefinisikan
Pendidikan karakter sebagai a national movement creating school that faster
ethical, responsible, and caring young people by modelling and teaching good
character through an empihasis on universal values that we all share. (suatu
Gerakan nasional untuk menciptakan sekolah yang dapat membina anak-anak muda
beretika, bertanggung jawab, dan peduli melalui keteladanan dan pengajaran
karakter yang baik melalui penekanan pada nilai-nilai universal yang kita
sepakati Bersama).
Jadi, Pendidikan karakter menurut Frye, harus menjadi
Gerakan nasional yang menjadikan sekolah sebagai agen untuk membudayakan
nilai-nilai karakter mulia melalui pembelajaran dan pemberian contoh (model). Selanjutnya
Frye menegaskan bahwa Pendidikan karakter merupakan usaha yang disengaja untuk
membantu seseorang memahami, menjaga, dan berperilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai karakter mulai.[9]
Menurut Sudrajat, Pendidikan karakter seharusnya membawa
peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara
efektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.[10]
Menurut Megawangi, Pendidikan karakter sebagai sebuah usaha
untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan
mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan
kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Sedangkan menurut Syaiful Anam
Pendidikan karakter sebagai proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang
dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat beradab. Pendidikan bukan
sarana transfer ilmu pengetahuan saja, melainkan lebih luas lagi, yakni sebagai
sarana pembudayaan dan penyaluran nilai dan dimensi dasar kemanusiaan yang
mecakup antara lain: afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan,
akhlak mulia, kognitif yang tercermin pada kapasitas piker dan daya
intelektualitas untuk mengali dan mengembangkan serta menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan psikomotorik yang tercermin pada kemampuan
mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi
kinestetis.[11]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan karakter sebagai suatu system penanaman nilai-nilai karakter yang baik kepada semua yang terlibat dan sebagai warga sekolah sehingga mempunyai pengetahuan, kesadaran, dan Tindakan dalam melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter tidak bisa dibiarkan jalan begitu saja tanpa adanya upaya-upaya cerdas dari para pihak yang bertanggung jawab (Pendidik) terhadap Pendidikan.
d. Peran
Pendidikan karakter
Peran Pendidikan karakter adalah memberi pencerahan atas
konsep free will dengan menyeimbangkan konsep determinism dalam
praksis Pendidikan. Pendidikan harus memberi ruang yang luas kepada peserta
didik untuk bebas memilih. Pendidikan menekankan bahwa kebebasan itu satu paket
dengan tanggung jawab yang harus dipikulnya.
Sementara itu manfaat Pendidikan karakter antara lain
adalah:
Menjadikan individu yang maju, mandiri, dan kokoh dalam
mengenggam prinsip.
Menjadi benteng dalam memerangi berbagai perilaku berbahaya
dan gelap.
Sebagai mempromosikan sikap prososial/nilai. Pendidikan
karakter mendorong nilai intelektual/akademik. Pendidikan karakter sebagai
upaya mempromosikan pengembangan pribadi holistic. Pendidikan karakter sebagai
pendorong tanggung jawab bagi semua warga sekolah yang berkelanjutan.[12]
e. Tujuan
Pendidikan Karakter
Proses dan tujuan
Pendidikan melalui pembelajaran tiada lain adalah adanya perubahan kualitas
tiga aspek Pendidikan, yakni kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal ini
menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran sebagai peningkatan wawasan, perilaku,
dan keterampilan, dengan berlandaskan empat pilar Pendidikan. Tujuan akhirnya
adalah terwujudnya insan yang berilmu dan berkarakter. Karakter yang diharapkan
tidak tercerabut dari budaya asli Indonesia sebagai perwujudan nasionalisme dan
sarat muatan agama (religious).[13]
f. Mencari
Model Pendidikan Karakter dan Upaya Mengefektifkannya
Tantangan paling
mendasar dalam pelaksanaan Pendidikan karakter adalah melahirkan
manusia-manusia yang tidak hanya memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam
tentang karakter, tetapi juga punya karakter. Berikut beberapa pemikiran yang
diprediksi agar Pendidikan karakter efektif untuk menghantarkan peserta didik
menjadi manusia berkarakter, dengan elaborasi bagaimana seharusnya Pendidikan
karakter berfungsi lebih strategis dalam membangun karakter bangsa, antara lain
sebagai berikut:
Pertama,
Pendidikan
karakter adalah Pendidikan pola terpadu (Intergrated Character Education).
Pendidikan karakter sebaiknya tidak monolitik atau dikemas dalam satu pelajaran
tersendiri, tetapi diintegrasikan dengan semua kegiatan kurikuler dan
ekstrakurikuler. Pendidikan karakter hendaknya menjadi inti dari semua program
pendiidkan atau mata pelajaran. Dengan pola terpadu, maka Pendidikan karakter
diharapkan menjadi perhatian dan tanggung jawab semau pendidik, apapun bidang
studi atau pelajarannya yang diajarkannya.
Kedua,
Pendidikan
karakter adalah real life experience. Pendidikan karakter akan lebih efektif
jika dikemas dalam bentuk pengalaman langsung, melalui proses habituasi,
akulturasi, dan inkulturasi. Pendidikan karakter dengan model real life
experience, memerlukan program-program yang riil, yang berkaitan dengan
kehidupan nyata dan ditunjang oleh ilmu tingkah laku (‘ilm al-suluk, tahzib
al-ahlak, dan al-hikmat al-‘amaliyyat).
Ketiga,
Pendidikan
karakter harus sistemik dan berkelanjutan (sustainable). Pendidikan karakter
sangat kompleks, sehingga memerlukan konsep yang jelas dan time freme yang
Panjang. Program-program Pendidikan karakter harus dipersiapkan secara sistemik
dan berkelanjutan, dengan prosedur, sasaran, dan target yang jelas dan terukur,
karena Pendidikan karakter bukan indoktrinasi dan bukan pula sekedar melatih
keterampilan. Pendidikan karakter adalah proses pembentukan perilaku dan
kebiasaan menjalani kehidupan.
Keempat,
Pendidikan
karakter menuntut keseimbangan tiga ranah; kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Pendidikan karakter akan efektif apabila dalam pelaksanaannya ada keseimbangan
antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penekanan pada aspek kognitif
diperlukan, agar peserta didik dapat membuat pertimbangan moral (value
analysis), aspek afektif diperlukan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk
mengklarifikasi nilai-nilai (clarifying values), dan aspek psikomotorik
diperlukan untuk memberikan pengalaman bertindak (experiencing actions), melalui
proses habituasi, agar mereka memiliki keberanian dan mendapat kesempatan untuk
melakukan Tindakan-tindakan moral.
Kelima,
Pendidikan
karakter adalah tugas dan tanggung jawab kolektif. Para ahli Pendidikan
cenderung sepakat bahwa koneksitas dan integrasi tiga lingkungan (formal,
nonformal, dan informal) tersebut dan sinergitas antara unsur-unsur yang
terlibat di dalamnya sangat menentukan efektifitas pelaksanaan Pendidikan. Pendidikan
karakter akan efektif apabila dalam pelaksanaannya ada kolektifitas antara
guru, orang tua, dan tokoh agama atau masyarakat.
Keenam,
Pendidikan
karakter memerlukan daya dukung lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan
fisik dan sosial, media komunikasi, pelajaran yang diajarkan di sekolah dan
peran-peran khusus yang mendorong perilaku. Untuk menciptakan lingkungan yang
kondusif bagi pelaksanaan Pendidikan karakter, maka nilai-nilai yang terkait
dengan karakter positif harus menjadi basis penataan dan pengembangan tata
lingkungan di semua jalur, jenis, dan jenjang Pendidikan.[14]
g. Implementasi
Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran
Salah satu upaya untuk
mewujudkan Pendidikan yang menghasilkan manusia bermartabat (berakhlak mulia),
para peserta didik harus dibekali dengan Pendidikan khusus yang membawa misi
pokok dalam pembinaan karakter mereka. Pendidikan seperti ini dapat memberi
arah kepada para peserta didik setelah menerima berbagai ilmu maupun
pengetahuan dalam bidang studi (mata pelajaran) masing-masing sehingga mereka
dapat mengamalkannya di tengah-tengah masyarakat dengan tetap berpatokan pada
nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang universal.
Keluarnya Kurikulum
2013 lebih menegaskan lagi bahwa Pendidikan dilaksanakan di Indonesia adalah
Pendidikan karakter. Ini dapat dipahami mengingat dalam Kurikuum 2013 ini semua
proses Pendidikan atau pembelajaran suatu mata pelajaran yang ada dalam
struktur Kurikulum 2013 tersebut, harus menyertakan dua kompetensi pokok, yaitu
kompetensi spitural (K1) dan kompetensi sosial (K2), menurut Kurikulum 2013,
guru harus merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran
semua mata pelajaran lalu mengintegrasikan Pendidikan karakter di dalamnya.
Pengintegrasian
Pendidikan karakter dalam pembelajaraan perlu adanya inovasi-inovasi baru
antara lain:
Pendidikan karakter
dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran, meliputi; pemuatan
nilai-nilai ke dalam subtansi pada semua mata pelajaran dan pelaksanaan
kegiatan pembelajaran yang memfalisitasi dipraktikkannya nilai-nilai dalam
setiap aktivitas di dalam dan di luar kelas untuk semua mata pelajaran.
Pendidikan karakter
juga diintegrasikan ke dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan peserta didik.
Pendidikan karakter
dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran semua urusan di sekolah yang melibatkan
semau warga sekolah.[15]
h. Pelaksanaan
Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran
Adapun Langkah-langkah penerapan
Pendidikan karakter dalam pembelajaran agar supaya menjadi budaya sekolah
adalah:
Kesepakatan mengenai
karakter yang hendak dicapai dan ditargetkan sekolah. Karena tidak mungkin satu
sekolah dapat menerapkan ke-18 karakter yang ditetapakan oleh Kemendikbud.
Membangun pemahaman
bahwa sekolah ingin membudayakan karakter positif untuk seluruh warga sekolah
dan ini membutuhkan sebuah proses.
Menyusun rencana
menyeluruh untuk mengintensifkan pengembangan dan pembelajaran mengenai
karakter yang hendak dicapai.
Mengintegrasikan
karakter yang sudah dipilih ke dalam pembelajaran di seluruh Kurikulum secara
terus menerus.
Melalui suatu workshop,
para guru harus menentukan pendekatan/metode yang jelas terhadap mata pelajaran
yang dapat digunakan untuk menanamkan karakter yang sudah disepakati sekolah.
Sosialisasikan karakter
yang disepakati kepada seluruh warga sekolah.
Mengembangkan moto sekolah,
yang bertumpu pada karakter yang disepakati.
Menentukan indicator
terhadap keberhasilan program ini.
Melakukan evaluasi
terhadap program ini, dan memberikan apresiasi bagi warga sekolah yang
menunjukkan perubahan kearah karakter yang dibudayakan.[16]
Dalam perspektif
filsafat Pendidikan bahwa pengaruh Pendidikan dalam jiwa seseorang merupakan
pendorong kemampuan untuk berkembang. Sedangkan pendorong utama, adalah
potensi-potensi berupa bakat dan pengalaman yang terpendam pada diri seseorang
atau anak didik. Bagaimanapun baiknya rencana Pendidikan, hasil dan manfaat
bagi anak didik dan masyarakat tergantung kepada anak didik dan masyarakat itu
sendiri. Demikian pula dengan kecakapan dan bakat seseorang atau anak didik,
hanya dapat berkembang dengan baik apabila memperoleh kesempatan yang
sebaik-baiknya dalam Pendidikan. Pendidikan akan selalu berkaitan dengan
pola-pola tingkah laku kehidupan bermasyarakat. Karena orang yang hidup dan
bergaul di masyarakat selalu berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
maka proses Pendidikan Karakter dan pengaruhnya akan tampak pada perkembangan
individu dan masyarakat.[17]
C. Kesimpulan
pendiidkan adalah;
pengaruh, bantuan atau tuntutan yang diberikan oleh orang yang bertanggung
jawab kepada anak didik. Selanjutnya dalam setiap rumusan Nampak adanya dua
pengertian: tugas/fungsi mendidik dan intensi/tujuan mendidik. Dalam intensi
itulah kita dapatkan tugas pembentukan terhadap pribadi anak didik.
karakter adalah sebagai
nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesame manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter
sebagai suatu system penanaman nilai-nilai karakter yang baik kepada semua yang
terlibat dan sebagai warga sekolah sehingga mempunyai pengetahuan, kesadaran,
dan Tindakan dalam melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter tidak
bisa dibiarkan jalan begitu saja tanpa adanya upaya-upaya cerdas dari para
pihak yang bertanggung jawab (Pendidik) terhadap Pendidikan.
Pendidikan karakter
berfungsi lebih strategis dalam membangun karakter bangsa, antara lain sebagai
berikut:
Pertama,
Pendidikan
karakter adalah Pendidikan pola terpadu (Intergrated Character Education).
Kedua, Pendidikan karakter adalah real life experience.
Ketiga,
Pendidikan
karakter harus sistemik dan berkelanjutan (sustainable). Keempat, Pendidikan
karakter menuntut keseimbangan tiga ranah; kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Kelima, Pendidikan karakter adalah tugas dan tanggung jawab kolektif. Keenam,
Pendidikan karakter memerlukan daya dukung lingkungan fisik dan non fisik.
Pengintegrasian
Pendidikan karakter dalam pembelajaraan perlu adanya inovasi-inovasi baru
antara lain:
Pendidikan karakter dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran, Pendidikan karakter juga diintegrasikan ke dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan peserta didik. Pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran semua urusan di sekolah yang melibatkan semua warga sekolah
D. Daftar
Rujukan
Undang-undang R.I Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
sisdiknas, pasal 3,
Bandung: Citra Umbara, 2011.
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan
Modernisasi Di Tengah Tantangan Milenium III, Jakarta: Prenadamedia Group,
2012.
Muhammad Anwar, Filsafat Pendidikan, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2015
Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati, Ilmu Pendiidkan, Jakarta,
Rineka Cipta: 1991
Mohammad Kosim, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya,
Pena Salsabila: 2013
Siswanto, Pendidikan Karakter Membangun Bangsa
Religius, Surabaya: Pustaka Radja, 2016.
Barnawi & M. Arifin, Strategi & Kebijakan
Pembelajaran Pendidikan Karakter, Jogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015.
Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, Jakarta:
Amzah, 2015.
Agusnaidi, Sekolahku Ibadahku, Surabaya:
Pustaka Media Guru, 2021.
Abd. Halim Soebahar, Kebijakan Pendidikan Islam
Dari Ordonasi Guru Sampai UU Sisdiknas, Surabaya: Pena Salsabila, 2012.
Retno Listyarti, Pendidikan Karakter Dalam Metode
Aktif, Inovatif & Kreatif Jakarta: Erlangga, 2012.
[1] Undang-undang R.I Nomor 20 Tahun
2003 Tentang sisdiknas, pasal 3, Bandung: Citra Umbara, 2011. Hlm. 6.
[2] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam
Tradisi dan Modernisasi Di Tengah Tantangan Milenium III, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2012. Hlm, 52.
[3] Muhammad Anwar, Filsafat
Pendidikan, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015. Hlm, 22
[4] Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati, Ilmu
Pendiidkan, Jakarta, Rineka Cipta: 1991. Hlm, 69
[5] Mohammad Kosim, Pengantar Ilmu
Pendidikan, Surabaya, Pena Salsabila: 2013. Hlm, 24.
[6] Ibid, Pasal 1. Hlm, 2
[7] Siswanto, Pendidikan Karakter
Membangun Bangsa Religius, Surabaya: Pustaka Radja, 2016. Hlm, 9
[8] Barnawi & M. Arifin, Strategi
& Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, Jogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2015. Hlm, 21.
[9] Marzuki, Pendidikan Karakter
Islam, Jakarta: Amzah, 2015. Hlm, 23.
[10] Ibid, hlm, 10
[11] Ibid, hlm, 24
[12] Agusnaidi, Sekolahku Ibadahku, Surabaya:
Pustaka Media Guru, 2021. Hlm, 9
[13] Ibid. hlm, 29.
[14] Abd. Halim Soebahar, Kebijakan
Pendidikan Islam Dari Ordonasi Guru Sampai UU Sisdiknas, Surabaya: Pena
Salsabila, 2012. Hlm, 248-256
[15] Ibid. hlm, 115
[16] Retno Listyarti, Pendidikan Karakter
Dalam Metode Aktif, Inovatif & Kreatif Jakarta: Erlangga, 2012. Hlm, 11
[17] Ibid. hlm, 23