Belajar Blog, Ilmu dan Pengalaman

Sabtu, 08 Desember 2018

KARAKTERISTIK PENGAJARAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM PADA ABAD PERTENGAHAN

A.  Pendahuluan
Pendidikan islam dapat pula diartikan pendidikan yang didasari dengan nilai-nilai ajaran islam. Dalam pengajarannya terdapat berupa pengajaran islam secara umumnya. Dalam dunia pendidikan, islam pernah mengalami masa-masa keemasan. Dimana banyak diantara kaum muslimin terdahulu bisa dikatakan sebagai ilmuan islam. Dan juga berbagai perkembangan mengenai universitas-universitas islam yang diminati diabad pertengahan.
Dalam pengajaran diabad pertengahan jika dibandingkan dengan sekarang tidak terlalu mengalami perubahan.Bahkan masih menggunakan cara-cara atau model pengajaran seperti yang sudah diterapkan sekarang ini.

B.  Rumusan Masalah
1.BagaimanaKondisi Pendidikan Islam Pada Masa Zaman Pertengahan?
2.Bagaimana Watak Ilmu Pengetahuan Islam Zaman Pertengahan?
3.Apa yang diterapkan dalam Kurikulum dan Pengajaran?
Baca Juga
pendidikan wiraswasta dan operasionalisasinya
C.  Pembahasan
1.Kondisi Pendidikan Islam pada Masa Turki Utsman
Puncak kejayaan umat Islam terjadi di masa khalifah Abdurahman ad Dakhil (756 - 785 M) dan Khalifah Harun ar rasyid (786 - 809).Pada masa itu hanya ada dua negara superpower, yaitu barat yang berkedudukan di Cordova dan timur berkedudukan di Bagdad.Keduanya sama-sama negara pengetahuan, umat islam pernah berjaya selama kurang lebih 7 abad ( antara abad VII s.d XIII). Kejayaan tersebut menumbuhkan pusat-pusat keunggulan, baik di bidang pendidikan, peribadatan, perekonomian, pertanian, pertanian, kedokteran, dan lain-lain.
Umat islam mengalami puncak keemasan pada masa pemerintahan abbasyiyah. Pada masa itu bermunculan para pemikir islam kenamaan yang sampai sekarang pemikirannnya masih diperbincangkan dan dijadikan dasar pijakan bagi pemikrian dimasa mendatang, baik dalam bidang keagamaan maupun umum. Kemajuan islam ini tercipta berkat usaha dari berbagai komponen masyarakat, baik ilmuwan, birokrat, agamawan, militer, dan ekonom maupun masyarakat.
Setelah mesir jatuh di bawah kekuasaan Utsmaniyah Turki, Sultan Salim memerintahkan supaya kitab-kitab di perpustakaan dan barang-barang berharga di Mesir di pindahkan ke Istambul, anak-anak Sultan Maklum, ulama-ulama, pembesar-pembesar yang berpengaruh di Mesir semuanya dibuang ke Istambul. Sementara itu, ulama-ulama dan kitab-kitab yang ada di perpustakaan Mesir mengalami kemunduran dalam ilmu pengetahuan , dan Istambul lah yang menjadi pusat pendidikan dan pengembangan kebudayaan saat itu. Yang mula-mula mendirikan Madrasah pada masa Turki Utsmani adalah Sultan Orkhan(w. 1359).Sultan-sultan Utsmani banyak mendirikan masjid-masjid dan madrasah-madrasah, terutama di Istambul dan Mesir.Pada masa itu banyak juga perpustakaan yang berisi kitab-kitab yang tidak sedikit jumlahnya.Banyak pula ulama-ulama, guru-guru, ahli sejarah dan ahli syair pada masa itu yang datang untuk membaca dan mempelajari isi kitab-kitab itu.
Sistem pengajaran yang dikembangkan pada Turki Utsmani adalah menghafal matan-matan meskipun murid tidak mengerti maksudnya, seperti menghafal matan al-jumuriah, matan Taqrib, matan Alfiah, matan Sultan dan lain-lain.Murid-murid setelah menghafal matan-matan itu barulah mempelajari syarahnya, kadang-kadang serta khasiyahnya.Karena pelajaran itu tambah berat dan bertambah sulit untuk dihafalkannya.Sitem pengajaran semacam ini masih digunakan sampai sekarang.
Dari sudut pandang organisasi, sistem madrasah mencapai puncak perkembangannya pada masa kerajaan ‘Utsmani dimana sistem tersesbut dilembagakan secara sistematis, dipelihara danditunjang oleh pejabat ‘Syaikh al-islami’ dengan kecakapan dan efisiensi administrative yang tinggi.Kaum ulama diorganisir dengan suatu hirarkhi dan hampir-hampir merupakan kasta tersendiri dalam masyarakat ‘Utsmani.Sarana-sarana belajar tradisional ini sampai sekarang masih tetap berfungsi diseluruh dunia Islam di luar Turki.Yang paling terkemuka diantaranya yaitu Universitas Al-Azhar di Kairo.
Tradisi intelektual yang dibangun pada masa klasik di masa Rasulullah Muhammad Saw, telah begitu menentukan bentuk dan corak pemikiran Islam sehingga apa yang berkembang pada abad pertengahan lebih bersifat konservatif. Jika pada abad-abad sebelumnya bisa dirasakan pesatnya perkembangan pendidikan Islam yang ditandai dengan semangat mengkritik, polemik dalam bentuk karya tulis, munazarah dan pengajaran di madrasah, halaqah di masjid-masjid dan perpustakaan, maka pada abad pertengahan ini mengalami kebekuan dan konservatisme dalam sistem pendidikan. Sehingga masa ini dikenal dengan masa taqlid, karena kegairahan berijtihad telah punah.

2.Watak Ilmu Pengetahuan Islam Zaman Pertengahan
Awal mula dan tersebarnya ilmu pengetahuan Islam pada masa-masa awal Islam berpusat pada individu-individu dan bukannya sekolah-sekolah.Kandungan pemikiran Islam juga bercirikan usaha-usaha individual.Tokoh-tokoh istimewa tertentu, yang telah mempelajari hadits dan membangun sistem-sistem theology dan hukum mereka sendiri di seputarnya, menarik murid-murid dari daerah yang jauh yang mau menimba ilmu pengetahuan dari mereka. Karena itu, ciri utama pertama dari ilmu pengetahuan tersebut adalah pentingnya individu guru. Sang guru, setelah memberikan pelajarannya seluruhnya, secara pribadi memberikan suatu sertifikat (ijazah) kepada muridnya yang kemudian diizinkan untuk mengajar. Bahkan ijazah-ijazah tersebut seringkali dikeluarkan atas nama guru, dan bukan atas nama sekolah. Banyakilmuwan yang termasyhur bukanlah produk madrasah-madrasah, tetapi adalah bekas-bekas murid informal dari guru-guru individual. Berkaitan erat dengan pentingnya guru secara sentral ini adalah fenomena yang dikenal sebagai ‘mencari ilmu’ (tholabul ‘ilm). Mahasiswa-mahasiswa pengembara melakukan perjalanan-perjalanan yang jauh, kadang-kadang dari ujung ke ujung dunia Islam, dengantujuan untuk mengikuti kuliah dari guru-guru yang terkenal.
Sistem madrasah, yang secara luas didasarkan pada sponsor dan kontrol negara, umumnya telah dipandang sebagai sebab kemunduran dan kemacetan ilmu pengetahuan dan kesarjanaan Islam. Tetapi madrasah dengan kurikulumnya yang terbatas, hanyalah gejala, bukan sebab sebenarnya dari kemunduran ini, walaupun, tentu saja, ia mempercepat dan melestarikan kemacetan tersebut.
Tetapi sebab sebenarnya dari penurunan kualitas ilmu pengetahuan Islam adalah kekeringan yang gradual dari ilmu-ilmu keagamaan karena pengucilannya dari kehidupan intelektualisme awam yang juga kemudian mati. Dari penentangan mereka yang berhasil terhadap kaum mu’tazillah dan syi’ah, para ‘ulama’ telah memperoleh pengalaman dalam mengembangkan ilmu-ilmu tersebut. Ini tidak hanya mempunyai hubungan dengan faktor yang relatif eksternal, yaitu sistem sekolah yang secara fisik jadi terisolir dari oposisi. Bahkan yang lebih penting lagi adalah cara dimana isi dari ilmu-ilmu ortodoks tersebut dikembangkan, hingga dapat diisolir dari kemungkinan tantangan dan oposisi.

3.Kurikulum dan Pengajaran
a.Tujuan Pendidikan
Pada masa nabi Muhammad SAW, masa khalifah rasyidin dan Muawiyah, tujuan pendidikan hanya satu, yaitu keagamaan semata-mata. Mengajar dan belajar karena Allah serta mengharapkan keridhaannya.
Sedangkan pada masa Abbasiyah tujuan pendidikan itu telah bermacam-macam karena pengaruh masyarakat pada masa itu. Adapun tujuan itu dapat disimpulkan sebagai berikut:
1)Tujuan keagamaan dan akhlak
2)Tujuan kemasyarakatan
3)Cinta akan ilmu pengetahuan
4)Tujuan kebendaan
Keterangan ini, sebagaimana seorang ulama An namiry al Quthubi yang hidup di tahun 463 H menyatakan bahwa tuntutlah ilmu, karena ilmu itu menjadi penolong dalam agama, menajamkan otak, teman ketika sendirian, berfaedah dalam majlis-majlis dan menarik harta benda.

b.Materi Pendidikan
Sebelum membahas materi pendidikan, perlu diketahui bahwa tingkat pengajaran kepada peserta didik tergantung tingkatanya, yaitu:
1)Tinkat sekolah rendah (kuttab), tempat belajarnya di kuttab, rumah, istana, toko-toko dan di pinggir-pinggir pasar.
2)Tingkat sekolah menengah, tempat belajarnya di masjid, majelis sastra dan ilmu pengetahuan.
3)Tingka perguruan tinggi, tempat belajarnya di Baitul Hikmah dan Darul ilmu di Mesir, masjid dll.
Untuk peserta didik tingkat rendah disediakan materi ijbari dan materi ikhtiari. Adapun materi ijbari adalah: al Qur’an, shalat, doa, sedikit ilmu nahwu dan bahasa Arab, membaca dan menulis. Sedangkan materi yang Ikhtiari adalah: berhitung, semua ilmu nahwu dan bahasa Arab, syair-syair dan tarikh Arab.
Sedangkan untuk anak-anak amir dan penguasa, materi tingkat rendah sedikit berbeda.Di istana-istana biasanya ditegaskan pentingnya pengajaran khitabah, ilmu sejarah, cerita perang, cara-cara pergaulan, disamping ilmu-ilmu pokok seperti Qur’an, syair dan fiqh.
Pada masa ini, tidak ada ketentuan pasti tentang batasan umur bagi seseorang yang belajar di kuttab.Para murid yang memasuki lembaga pendidikan dasar ini bervariasi. Ada murid yang mulai memasuki kuttab berumur lima tahun ada pula yang tujuh tahun bahkan ada yang sepuluh tahun. Nampaknya hal ini karena kesiapan peserta didik, baik fisik, mental ataupun dari segi ekonomi.
Setelah usai menempuh pendidikan tingkat rendah, murid bebas memilih bidang studi yang ingin ia dalami di tingkat selanjutnya, umumnya rencana pengajaran itu adalah: al Quran, bahasa Arab dan kesusasteraannya, Fiqh, Tafsir, Hadist, Nahwu/saraf/Balaghah, ilmu-ilmu pasti, Mantiq, Falak, Tarikh, ilmu-ilmu alam, kedokteran dan musik.
Disamping itu semua, ada mata pelajaran yang bersifat kejuruan, misalnya untuk menjadi juru tulis di kantor-kanntor. Selain dari belajar bahasa, murid disini harus belajar surat menyurat, pidato, diskusi, berdebat, serta tulisan indah.
Selanjutnya pada tingkat tinggi untuk materi pelajarannya tidak sama diseluruh negara Islam. Umumnya perguruan tinggi terdiri dari dua jurusan, yaitu:
1)Jurusan ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab serta kesusteraanya (ilmu naqliyah). Materinya adalah tafsir al Quran, hadist, fiqh dan usul fiqh, nahwu/saraf, balagah, bahasa Arab dan kesusteraanya.Saat itu belum ada spesialisasi dalam satu materi pelajaran seperti sekarang ini, spesialisasi itu lahir kemudian sesudah para peserta didik selesai dari perguruan tinggi.
2)Jurusan ilmu-ilmu hikmah (ilmu-ilmu aqliah). Materinya adalah: mantik, ilmu-ilmu alam dan kimia, musik, ilmu-ilmu pasti, ilmu ukur, falak, ilahiyah, ilmu hewan, ilmu tumbuh-tumbuhan, kedokteran.

c.Pendidik
Dilihat dari segi sosial ataupun penghasilan, pendidik dapat digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu:
1)Para muallim kuttab
Guru model ini memiliki status sosial yang rendah karena kualitaskeilmuan mereka yang dangkal dan kurang berbobot.
2)Para muaddib
Guru ini mempunyai status social yang tinggi, karena syarat untuk menjadi muaddib sangat sulit, diantaranya: alim, berakhlak mulia dan dikenal masyarakat.
3)Para guru yang memberikan pelajaran di masjid-masjid dan disekolah-sekolah.
Guru ini beruntung karena mendapat penghormatan dari masyarakat karena penguasaan ilmu pengetahuan yang mendalam.

d.Metode Pengajaran
Pada masa dinasti Abbasiyah metode pendidikan yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu:
1)Metode lisan (dikte, ceramah, qiraah dan diskusi)
Metode dikte adalah metode penyampaian pengetahuan yang dianggap baik dan aman karena dengan dikte ini murid mempunyai catatan yang akan dapat membantunya ketika ia lupa. Metode ini dianggap penting, karena pada masa klasik buku-buku cetak seperti masa sekarang sulit dimiliki.
Metode ceramah adalah guru menjelaskan dan murid mendengarkan.
Metode qiraah  biasanya digunakan untuk belajar membaca sedangkan diskusi merupakan metode yang khas pada masa ini.
2)Metode menghafal (ciri umum pendidikan pada masa ini)
Murid-murd harus membaca secara berulang-ulang pelajarannya sehingga pelajaran tersebut melekat pada benak mereka.
3)Metode tulisan (pengkopian karya ulama)
Metode tulisan adalah pengkopian karya-karya ulama. Dalam pengkopian buku-buku terjadi proses intelektualisasi hingga tingkat penguasaan ilmu murid semakin meningkat.
Ini hampir sama halnya dengan pendidikan yang berada di pesantren. Kalau sekarang ini di pesantren materi yang diberikan lebih berkembang. Dalam pendidikan pesantren, memilki tujuan untuk membentuk pribadi santri, memantapkan akhlak dan melengkapinya dengan ilmu pengetahuan. Materi pelajaran pesantren kebanyakan bersifat keagamaan yang bersumber dari kitab-kitab klasik yang meliputi sejumlah bidang studi, antara lain: tauhid, tafsir, hadits, fiqih, ushul-fiqih, tasawuf, bahasa arab (nahwu, sharaf, balaghah dan tajwid), mantiq dan akhlak.
Materi pelajaran ini berdasarkan tingkat kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang dibahas dalam suatu kitab, sehingga terdapat tingkat awal, tingkat menengah dan tingkat lanjut. Materi pelajaran di pesantren pada awalnya hanya mengajarkan membaca Al-Qur’an dan praktik ibadah kemudian berkembang pada mata pelajaran yang lain.

Daftar Pustaka
Abuddin  Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 271
Fazlur Rahman, Islam, Pustaka, Bandung, 1984, hlm. 268
Fazlur Rahman, ISLAM, Pustaka, Bandung, 1984, hlm. 269-271
Ahmad Muthohar, Ideologi Pendidikan Pesantren, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2007, hlm. 24
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Label