Belajar Blog, Ilmu dan Pengalaman

Rabu, 26 Januari 2022

MENCARI MODEL PENDIDIKAN KARAKTER DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN

 

A.  Pendahuluan

Pendidikan merupakan upaya yang terencana dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar tumbuh berkembang menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, berilmu, sehat, dan berakhlak (berkarakter) mulia. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan nasional (Sisdiknas) menegaskan: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta perabadan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan manjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[1] 

Dari fungsi dan tujuan di atas, ada dua hal penting yang harus diwujudkan Lembaga Pendidikan, pertama, mengembangkan kemampuan, kedua, membentuk watak. Pengembangan kemampuan berkaitan dengan head, sedangkan mengembangkan watak kaitannya dengan heart. Outcome pengembangan kemampuan merujuk pada kualitas akademik, sedangkan outcome dari membentuk watak adalah terwujudnya lulusan yang khusnul khuluq.

Dari rumusan tersebut terlihat bahwa Pendidikan nasional mengemban misi yang tidak ringan, yaitu membangun manusia yang utuh dan paripurna yang memiliki nilai-nilai karakter yang agung di samping juga harus memiliki fondasi keimanan dan ketakwaan yang Tangguh. Oleh karena itu, Pendidikan menjadi agent of change yang harus mampu melakukan perbaikan karakter bangsa. Dengan kata lain, Pendidikan harus mampu mengemban misi pembentukan karakter (character building) sehinga para peserta didik dan para lulusan Lembaga Pendidikan dapat berpartisipasi dan mengisi pembangunan dengan baik dan berhasil tanpa meninggalkan nilai-nilai karakter mulai. Dengan demikian bahwa tujuan akhir dari Pendidikan adalah karakter, sehingga seluruh aktivitas pendiidkan semestinya bermuara kepada pembentukan karakter.

Untuk membangun manusia yang memiliki nilai-nilai karakter mulia, seperti dirumuskan dalam tujuan pendiidkan nasional tersebut, dibutuhkan system Pendidikan yang memiliki materi komprehensif (kafah) serta ditopang oleh pengelolaan dan pelaksanaan yang benar. Terkait dengan ini, kurikulum yang menjadi saka guru Pendidikan dinilai memiliki relevansi kuat  demi tujuan Pendidikan yang di targetkan. Dalam hal subtansi Pendidikan, globalisasi juga menimbulkan perubahan penting. Dalam perspektif makro, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi mempercepat proses demokratisasi dan equity dalam pembelajaran. Karena itu, jika guru atau tenaga pengajar tetap ingin memainkan peran sentral dalam proses pembelajaran, mereka harus melakukan perubahan atau sedikitnya penyesuaian dalam paradigma, strategi, model pendekatan, dan teknologi pembelajaran. Jika tidak, tenaga pengajar akan kehilangan makna kehadiran dalam proses pembelajaran.[2] Salah satu upaya untuk mewujudkan Pendidikan yang menghasilkan manusia bermartabat (berkarakter mulai), para peserta didik harus dibekali dengan Pendidikan khusus yang membawa misi pokok dalam pembinaan karakter mereka. Pendidikan seperti ini, dapat memberi arah kepada para peserta didik setelah menerima berbagai ilmu maupun pengetahuan dalam bidang studi masing-masing, sehingga mereka dapat mengamalkannya di tengah-tengah masyarakat dengan tetap berpatokan pada nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang universal.

Melalui Pendidikan karakter diharapkan para generasi muda mampu memiliki pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, keindahan, kebaikan, dan keimanan. Bahkan dalam dunia Pendidikan dikenal dengan Delapan Belas nilai karakter yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik, antara lain adalah: religious, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Hal itu, dianggap penting karena salah satu factor yang menentukan kemajuan kemajuan bangsa adalah memunculkan karakter diri manusia hasil dari system Pendidikan di Indonesia.


B.      Pembahasaan

a.   Pengertian Pendidikan

Sebelum meninjau lebih lanjut apa yang dimaksud dengan Pendidikan karakter, terlebih dahulu perlu kiranya diterangkan dua istilah ini Pendidikan dan karakter. Secara etimologi Pendidikan (paedagogie) berasal dari Bahasa Yunani, terdiri dari kata PAIS, artinya anak, dan AGAIN diterjemahkan membimbing, jadi paedagogie yaitu bimbingan yang diberikan kepada anak. Secara definitive Pendidikan (padagogie) diartikan oleh para tokoh Pendidikan, sebagai berikut:

Menurut Carter V Good dalam Dictionary of Education, pendidikan mengandung pengertian sebagai suatu proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan perilaku yang berlaku dalam masyarakatnya dan proses sosial di mana seseorang dipengaruhi oleh sesuatu lingkungan yang terpimpin, sehingga ia dapat mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan pribadinya. Pengertian tersebut dapat dikatakan hampir sama denga napa yang dikatakan Godfrey Thompson bahwa Pendidikan merupakan pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap di dalam kebiasaan tingkah lakunya, pikirannya, dan sikapnya.[3]

SA. Bratanata dkk, mengatakan bahwa Pendidikan adalah usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan cara yang tidak langsung untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaan.

Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.[4]

Mohammad Natsir Pendidikan adalah suatu pimpinan jasmani dan rohani menuju kepada kesempurnaan dan kelengkapan sifat-sifat kemanusian dengan arti sesungguhnya.

Hasan Langgulung pendiidkan merupakan interaksi antara pengembangan potensi anak dan pewarisan budaya antar generasi.

Endang Saefuddin Anshari Pendidikan adalah proses bimbingan (pimpinan, tuntunan, asuhan) oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi dan lain-lain sebagainya) dan raga objek didik, dengan bahan-bahan/materi didikan tertentu pada jangka waktu tertentu dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada kearah tujuan didikan tertentu di sertai dengan evaluasi sesuai dengan asas/dasar teori ajaran tertentu.[5]

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[6]

Dari beragam definisi di atas, pengertian Pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam tiga sudut pandang: sempit, maha luas, dan luas terbatas. Dalam arti sempit, Pendidikan adalah sekolah atau persekolahan (schooling), dalam arti maha luas, Pendidikan adalah segala sesuatu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seseorang menuju kedewasaan, yang berlangsung di mana saja, kapan saja, oleh siapa saja, baik direncanakan atau tidak direncanakan. Sedangkan dalam arti luas terbatas, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi peserta didik menuju terbentuknya kepribadian utama yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Dengan demikian, Pendidikan pada hakekatnya suatu kegiatan yang secara sadar dan disengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus menerus.

Dari beberapa rumusan di atas tentang mendidik, dapatlah disimpulkan bahwa pendiidkan adalah; pengaruh, bantuan atau tuntutan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik. Selanjutnya dalam setiap rumusan Nampak adanya dua pengertian: tugas/fungsi mendidik dan intensi/tujuan mendidik. Dalam intensi itulah kita dapatkan tugas pembentukan terhadap pribadi anak didik. Di samping tugas pembentukan pribadi, Pendidikan masih mempunyai tugas lain ialah menyerahkan kebudayaan kepada generasi berikutnya (generasi muda). Di dalam penyerahan ini Nampak adanya sikap dari generasi muda itu: reseptif, selektif dan continuous. Dengan adanya sikap-sikap inilah maka di dalam setiap pergantian generasi selalu ada inovasi, selalu terdapat perubahan dan perkembangan.

 

b.  Pengertian Karakter.

Pengertian karakter secara umum sering disamakan dengan istilah temperamen, tabiat, watak, atau akhlak, yang mengandung definisi pada sesuatu yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan Pendidikan dan konteks lingkungan. Secara harfiah, karakter artinya kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. Dalam arti lain, karakter adalah sifat pembawaan yang mempengaruhi tingkah laku, budi pekerti, tabiat, dan pringai. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa karakter mempunyai makna psikologis atau sifat kejiwaan karena terkait dengan aspek kepribadian (personality), akhlak, tabiat, watak dan sifat kualitas yang membedakan seseorang dari yang lain atau kekhasaan (particular quality) yang dapat menjadikan seseorang terpercaya ada dari orang lain. Kertajaya sebagaimana di kutip oleh Siswanto mengemukakan bahwa karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu.[7]

Menurut para tokoh pengertian karakter secara terminology adalah:

Samsuri, menyatakan bahwa karakter sedikitnya memuat dua hal : values (nilai-nilai) dan kepribadian.

Suyanto, menyatakan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berprilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.

Dirjen Dikti, mendefinisikan karakter sebagai nilai-nilai yang khas baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku.[8]

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa karakter adalah sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesame manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.


c.   Pengertian Pendidikan Karakter.

Pendidikan karakter merupakan ihwal karakter, atau Pendidikan yang mengajarkan hakikat karakter dalam ketiga ranah cipta, rasa, dan karsa. Konsep Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona mengemukakan Pendidikan karakter mengandung tiga unsur pokok, yaitu; mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Adapun menurut Frye, mendefinisikan Pendidikan karakter sebagai a national movement creating school that faster ethical, responsible, and caring young people by modelling and teaching good character through an empihasis on universal values that we all share. (suatu Gerakan nasional untuk menciptakan sekolah yang dapat membina anak-anak muda beretika, bertanggung jawab, dan peduli melalui keteladanan dan pengajaran karakter yang baik melalui penekanan pada nilai-nilai universal yang kita sepakati Bersama).

Jadi, Pendidikan karakter menurut Frye, harus menjadi Gerakan nasional yang menjadikan sekolah sebagai agen untuk membudayakan nilai-nilai karakter mulia melalui pembelajaran dan pemberian contoh (model). Selanjutnya Frye menegaskan bahwa Pendidikan karakter merupakan usaha yang disengaja untuk membantu seseorang memahami, menjaga, dan berperilaku yang sesuai dengan nilai-nilai karakter mulai.[9]

Menurut Sudrajat, Pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara efektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.[10]

Menurut Megawangi, Pendidikan karakter sebagai sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Sedangkan menurut Syaiful Anam Pendidikan karakter sebagai proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat beradab. Pendidikan bukan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, melainkan lebih luas lagi, yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai dan dimensi dasar kemanusiaan yang mecakup antara lain: afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, kognitif yang tercermin pada kapasitas piker dan daya intelektualitas untuk mengali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, dan psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.[11]

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan karakter sebagai suatu system penanaman nilai-nilai karakter yang baik kepada semua yang terlibat dan sebagai warga sekolah sehingga mempunyai pengetahuan, kesadaran, dan Tindakan dalam melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter tidak bisa dibiarkan jalan begitu saja tanpa adanya upaya-upaya cerdas dari para pihak yang bertanggung jawab (Pendidik) terhadap Pendidikan.


d.   Peran Pendidikan karakter

Peran Pendidikan karakter adalah memberi pencerahan atas konsep free will dengan menyeimbangkan konsep determinism dalam praksis Pendidikan. Pendidikan harus memberi ruang yang luas kepada peserta didik untuk bebas memilih. Pendidikan menekankan bahwa kebebasan itu satu paket dengan tanggung jawab yang harus dipikulnya.

Sementara itu manfaat Pendidikan karakter antara lain adalah:

Menjadikan individu yang maju, mandiri, dan kokoh dalam mengenggam prinsip.

Menjadi benteng dalam memerangi berbagai perilaku berbahaya dan gelap.

Sebagai mempromosikan sikap prososial/nilai. Pendidikan karakter mendorong nilai intelektual/akademik. Pendidikan karakter sebagai upaya mempromosikan pengembangan pribadi holistic. Pendidikan karakter sebagai pendorong tanggung jawab bagi semua warga sekolah yang berkelanjutan.[12]

 

e.  Tujuan Pendidikan Karakter

Proses dan tujuan Pendidikan melalui pembelajaran tiada lain adalah adanya perubahan kualitas tiga aspek Pendidikan, yakni kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran sebagai peningkatan wawasan, perilaku, dan keterampilan, dengan berlandaskan empat pilar Pendidikan. Tujuan akhirnya adalah terwujudnya insan yang berilmu dan berkarakter. Karakter yang diharapkan tidak tercerabut dari budaya asli Indonesia sebagai perwujudan nasionalisme dan sarat muatan agama (religious).[13]

 

f.    Mencari Model Pendidikan Karakter dan Upaya Mengefektifkannya

Tantangan paling mendasar dalam pelaksanaan Pendidikan karakter adalah melahirkan manusia-manusia yang tidak hanya memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang karakter, tetapi juga punya karakter. Berikut beberapa pemikiran yang diprediksi agar Pendidikan karakter efektif untuk menghantarkan peserta didik menjadi manusia berkarakter, dengan elaborasi bagaimana seharusnya Pendidikan karakter berfungsi lebih strategis dalam membangun karakter bangsa, antara lain sebagai berikut:

Pertama, Pendidikan karakter adalah Pendidikan pola terpadu (Intergrated Character Education). Pendidikan karakter sebaiknya tidak monolitik atau dikemas dalam satu pelajaran tersendiri, tetapi diintegrasikan dengan semua kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. Pendidikan karakter hendaknya menjadi inti dari semua program pendiidkan atau mata pelajaran. Dengan pola terpadu, maka Pendidikan karakter diharapkan menjadi perhatian dan tanggung jawab semau pendidik, apapun bidang studi atau pelajarannya yang diajarkannya.

Kedua, Pendidikan karakter adalah real life experience. Pendidikan karakter akan lebih efektif jika dikemas dalam bentuk pengalaman langsung, melalui proses habituasi, akulturasi, dan inkulturasi. Pendidikan karakter dengan model real life experience, memerlukan program-program yang riil, yang berkaitan dengan kehidupan nyata dan ditunjang oleh ilmu tingkah laku (‘ilm al-suluk, tahzib al-ahlak, dan al-hikmat al-‘amaliyyat).

Ketiga, Pendidikan karakter harus sistemik dan berkelanjutan (sustainable). Pendidikan karakter sangat kompleks, sehingga memerlukan konsep yang jelas dan time freme yang Panjang. Program-program Pendidikan karakter harus dipersiapkan secara sistemik dan berkelanjutan, dengan prosedur, sasaran, dan target yang jelas dan terukur, karena Pendidikan karakter bukan indoktrinasi dan bukan pula sekedar melatih keterampilan. Pendidikan karakter adalah proses pembentukan perilaku dan kebiasaan menjalani kehidupan.

Keempat, Pendidikan karakter menuntut keseimbangan tiga ranah; kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pendidikan karakter akan efektif apabila dalam pelaksanaannya ada keseimbangan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penekanan pada aspek kognitif diperlukan, agar peserta didik dapat membuat pertimbangan moral (value analysis), aspek afektif diperlukan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk mengklarifikasi nilai-nilai (clarifying values), dan aspek psikomotorik diperlukan untuk memberikan pengalaman bertindak (experiencing actions), melalui proses habituasi, agar mereka memiliki keberanian dan mendapat kesempatan untuk melakukan Tindakan-tindakan moral.

Kelima, Pendidikan karakter adalah tugas dan tanggung jawab kolektif. Para ahli Pendidikan cenderung sepakat bahwa koneksitas dan integrasi tiga lingkungan (formal, nonformal, dan informal) tersebut dan sinergitas antara unsur-unsur yang terlibat di dalamnya sangat menentukan efektifitas pelaksanaan Pendidikan. Pendidikan karakter akan efektif apabila dalam pelaksanaannya ada kolektifitas antara guru, orang tua, dan tokoh agama atau masyarakat.

Keenam, Pendidikan karakter memerlukan daya dukung lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik dan sosial, media komunikasi, pelajaran yang diajarkan di sekolah dan peran-peran khusus yang mendorong perilaku. Untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pelaksanaan Pendidikan karakter, maka nilai-nilai yang terkait dengan karakter positif harus menjadi basis penataan dan pengembangan tata lingkungan di semua jalur, jenis, dan jenjang Pendidikan.[14]

 

g.  Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran

Salah satu upaya untuk mewujudkan Pendidikan yang menghasilkan manusia bermartabat (berakhlak mulia), para peserta didik harus dibekali dengan Pendidikan khusus yang membawa misi pokok dalam pembinaan karakter mereka. Pendidikan seperti ini dapat memberi arah kepada para peserta didik setelah menerima berbagai ilmu maupun pengetahuan dalam bidang studi (mata pelajaran) masing-masing sehingga mereka dapat mengamalkannya di tengah-tengah masyarakat dengan tetap berpatokan pada nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang universal.

Keluarnya Kurikulum 2013 lebih menegaskan lagi bahwa Pendidikan dilaksanakan di Indonesia adalah Pendidikan karakter. Ini dapat dipahami mengingat dalam Kurikuum 2013 ini semua proses Pendidikan atau pembelajaran suatu mata pelajaran yang ada dalam struktur Kurikulum 2013 tersebut, harus menyertakan dua kompetensi pokok, yaitu kompetensi spitural (K1) dan kompetensi sosial (K2), menurut Kurikulum 2013, guru harus merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran semua mata pelajaran lalu mengintegrasikan Pendidikan karakter di dalamnya.

Pengintegrasian Pendidikan karakter dalam pembelajaraan perlu adanya inovasi-inovasi baru antara lain:

Pendidikan karakter dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran, meliputi; pemuatan nilai-nilai ke dalam subtansi pada semua mata pelajaran dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang memfalisitasi dipraktikkannya nilai-nilai dalam setiap aktivitas di dalam dan di luar kelas untuk semua mata pelajaran.

Pendidikan karakter juga diintegrasikan ke dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan peserta didik.

Pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran semua urusan di sekolah yang melibatkan semau warga sekolah.[15]

 

h.  Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran

Adapun Langkah-langkah penerapan Pendidikan karakter dalam pembelajaran agar supaya menjadi budaya sekolah adalah:

Kesepakatan mengenai karakter yang hendak dicapai dan ditargetkan sekolah. Karena tidak mungkin satu sekolah dapat menerapkan ke-18 karakter yang ditetapakan oleh Kemendikbud.

Membangun pemahaman bahwa sekolah ingin membudayakan karakter positif untuk seluruh warga sekolah dan ini membutuhkan sebuah proses.

Menyusun rencana menyeluruh untuk mengintensifkan pengembangan dan pembelajaran mengenai karakter yang hendak dicapai.

Mengintegrasikan karakter yang sudah dipilih ke dalam pembelajaran di seluruh Kurikulum secara terus menerus.

Melalui suatu workshop, para guru harus menentukan pendekatan/metode yang jelas terhadap mata pelajaran yang dapat digunakan untuk menanamkan karakter yang sudah disepakati sekolah.

Sosialisasikan karakter yang disepakati kepada seluruh warga sekolah.

Mengembangkan moto sekolah, yang bertumpu pada karakter yang disepakati.

Menentukan indicator terhadap keberhasilan program ini.

Melakukan evaluasi terhadap program ini, dan memberikan apresiasi bagi warga sekolah yang menunjukkan perubahan kearah karakter yang dibudayakan.[16]

Dalam perspektif filsafat Pendidikan bahwa pengaruh Pendidikan dalam jiwa seseorang merupakan pendorong kemampuan untuk berkembang. Sedangkan pendorong utama, adalah potensi-potensi berupa bakat dan pengalaman yang terpendam pada diri seseorang atau anak didik. Bagaimanapun baiknya rencana Pendidikan, hasil dan manfaat bagi anak didik dan masyarakat tergantung kepada anak didik dan masyarakat itu sendiri. Demikian pula dengan kecakapan dan bakat seseorang atau anak didik, hanya dapat berkembang dengan baik apabila memperoleh kesempatan yang sebaik-baiknya dalam Pendidikan. Pendidikan akan selalu berkaitan dengan pola-pola tingkah laku kehidupan bermasyarakat. Karena orang yang hidup dan bergaul di masyarakat selalu berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya, maka proses Pendidikan Karakter dan pengaruhnya akan tampak pada perkembangan individu dan masyarakat.[17]

 

C.      Kesimpulan

pendiidkan adalah; pengaruh, bantuan atau tuntutan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik. Selanjutnya dalam setiap rumusan Nampak adanya dua pengertian: tugas/fungsi mendidik dan intensi/tujuan mendidik. Dalam intensi itulah kita dapatkan tugas pembentukan terhadap pribadi anak didik.

karakter adalah sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesame manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Pendidikan karakter sebagai suatu system penanaman nilai-nilai karakter yang baik kepada semua yang terlibat dan sebagai warga sekolah sehingga mempunyai pengetahuan, kesadaran, dan Tindakan dalam melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter tidak bisa dibiarkan jalan begitu saja tanpa adanya upaya-upaya cerdas dari para pihak yang bertanggung jawab (Pendidik) terhadap Pendidikan.

Pendidikan karakter berfungsi lebih strategis dalam membangun karakter bangsa, antara lain sebagai berikut:

Pertama, Pendidikan karakter adalah Pendidikan pola terpadu (Intergrated Character Education). Kedua, Pendidikan karakter adalah real life experience.

Ketiga, Pendidikan karakter harus sistemik dan berkelanjutan (sustainable). Keempat, Pendidikan karakter menuntut keseimbangan tiga ranah; kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kelima, Pendidikan karakter adalah tugas dan tanggung jawab kolektif. Keenam, Pendidikan karakter memerlukan daya dukung lingkungan fisik dan non fisik.

Pengintegrasian Pendidikan karakter dalam pembelajaraan perlu adanya inovasi-inovasi baru antara lain:

Pendidikan karakter dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran, Pendidikan karakter juga diintegrasikan ke dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan peserta didik. Pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran semua urusan di sekolah yang melibatkan semua warga sekolah


D.      Daftar Rujukan

Undang-undang R.I Nomor 20 Tahun 2003 Tentang sisdiknas, pasal 3, Bandung: Citra Umbara, 2011.

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Di Tengah Tantangan Milenium III, Jakarta: Prenadamedia Group, 2012.

Muhammad Anwar, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015

Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati, Ilmu Pendiidkan, Jakarta, Rineka Cipta: 1991

Mohammad Kosim, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya, Pena Salsabila: 2013

Siswanto, Pendidikan Karakter Membangun Bangsa Religius, Surabaya: Pustaka Radja, 2016.

Barnawi & M. Arifin, Strategi & Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, Jogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015.

Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, Jakarta: Amzah, 2015.

Agusnaidi, Sekolahku Ibadahku, Surabaya: Pustaka Media Guru, 2021.

Abd. Halim Soebahar, Kebijakan Pendidikan Islam Dari Ordonasi Guru Sampai UU Sisdiknas, Surabaya: Pena Salsabila, 2012.

Retno Listyarti, Pendidikan Karakter Dalam Metode Aktif, Inovatif & Kreatif  Jakarta: Erlangga, 2012.

 

 



[1] Undang-undang R.I Nomor 20 Tahun 2003 Tentang sisdiknas, pasal 3, Bandung: Citra Umbara, 2011. Hlm. 6.

[2] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Di Tengah Tantangan Milenium III, Jakarta: Prenadamedia Group, 2012. Hlm, 52.

[3] Muhammad Anwar, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015. Hlm, 22

[4] Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati, Ilmu Pendiidkan, Jakarta, Rineka Cipta: 1991. Hlm, 69

[5] Mohammad Kosim, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya, Pena Salsabila: 2013. Hlm, 24.

[6] Ibid, Pasal 1. Hlm, 2

[7] Siswanto, Pendidikan Karakter Membangun Bangsa Religius, Surabaya: Pustaka Radja, 2016. Hlm, 9

[8] Barnawi & M. Arifin, Strategi & Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, Jogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015. Hlm, 21.

[9] Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, Jakarta: Amzah, 2015. Hlm, 23.

[10] Ibid, hlm, 10

[11] Ibid, hlm, 24

[12] Agusnaidi, Sekolahku Ibadahku, Surabaya: Pustaka Media Guru, 2021. Hlm, 9

[13] Ibid. hlm, 29.

[14] Abd. Halim Soebahar, Kebijakan Pendidikan Islam Dari Ordonasi Guru Sampai UU Sisdiknas, Surabaya: Pena Salsabila, 2012. Hlm, 248-256

[15] Ibid. hlm, 115

[16] Retno Listyarti, Pendidikan Karakter Dalam Metode Aktif, Inovatif & Kreatif  Jakarta: Erlangga, 2012. Hlm, 11

[17] Ibid. hlm, 23

Share:

Sabtu, 04 Desember 2021

IDEALISME INSPIRASI PEMBELAJARAN MENUJU REVOLUSI DIRI


A. PENDAHULUAN 
Idealisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berpaham bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita adalah manifestasi dalam ide. Dalam konteks pendidikan, paham ini mencita-citakan pemikiran atau ide tertinggi. Secara kelembagaan institusional. Di ranah pendidikan dasar, akan didominasi oleh konsep-konsep dan pengertian-pengertian secara devinitif tentang segala sesuatu. Tetapi, menurut psikologi perkembangan peserta didik terdapat tahap-tahap perkembangan pemikiran siswa. Metode yang digunakan oleh aliran idealisme adalah metode dialektik, syarat dengan pemikiran, perenungan, dialog, dan lain-lain. Kurikulum yang digunakan dalam aliran idealisme adalah pengembangan kemampuan berpikir, dan penyiapan keterampilan bekerja melalui pendidikan praktis. Evaluasi yang digunakan dalam aliran idealisme adalah dengan evaluasi esay. Dimana evaluasi esay ini sangat efektif dalam proses belajar mengajar dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengerjakan soal. Idealisme merupakan suatu aliran yang mengedepankan akal pikiran manusia. Sehingga sesuatu itu bisa terwujud atas dasar pemikiran manusia[1]. 
Pendidikan idealisme merupakan suatu aliran yang berkontribusi besar demi kemajuan pendidikan. Hal tersebut bisa dilihat pada metode dan kurikulum yang digunakan. Idealisme mengembangkan pemikiran peserta didik sehingga menjadikan peserta didik mampu menggunakan akal pikiran atau idenya dengan baik dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Sementara itu, manusia adalah mahkluk individu dan mahkluk social, dalam hubungannya dengan manusia sebagai mahkluk social, terkadang suatu maksud bahwa manusia tidak bisa terlepas dari individu lain. Secara kodrati manusia akan selalu hidup Bersama. Hidup bersama antar manusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. 
Dalam kehidupan seperti inilah terjadi interaksi, khususnya mengenai interaksi edukatif atau di kenal adanya istilah interaksi belajar mengajar. Dengan kata lain, interaksi edukatif adalah interaksi belajar mengajar. Dalam konsep pembelajaran, pengajaran dapat dipahami sebagai suatu system, keseluruhan terdiri dari komponen-komponen yang berinteralasi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya dan dengan keseluruhan itu sendiri untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Oleh karenanya, ada beberapa komponen yang dipenuhi dalam pembelajaran, di antaranya adalah: tujuan Pendidikan dan pengajaran, peserta didik, tenaga kependidikan, perencanaan pengajaran, strategi pembelajaran, media pengajaran, dan evaluasi pengajaran. Menurut pradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih mengutamakan penyelesaian masalah, mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma. Pembelajaran lebih dicirikan oleh aktivitas eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis, dan model-model yang dibangkitkan oleh siswa sendiri[2]. 
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat oleh siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar, sehingga tujuan pembelajaran terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik. Sedangkan proses kegiatannya adalah Langkah-langkah atau tahapan yang dilalui pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran. 
Sementara itu, inspirasi adalah hal penting yang senantiasa dicari. Tanpa inspirasi, idealisme pembelajaran akan mengalami kesulitan berjalan. Ada beragam cara yang dilakukan untuk menemukan inspirasi, mulai dari menyepi, merenung, membaca, berdiskusi, mengamati fenomena social, maupun berbagai cara lainnya. Bagi pendidik, inspirasi ini bisa dibangun dengan beberapa landasan, antara lain: komitmen, cinta, dan menajamkan visi, sebagaimana dikatakan oleh Dr. Aidh Abdullah al-Qarni menyatakan “barang siapa menginginkan kesuksesan, ia harus berusaha keras dan bersabar meniti setiap tangga menuju kesuksesan yang licin dan sarat dengan hambatan”. Dengan demikian, seorang pendidik akan senantiasa menjadi inspirasi yang memberikan banyak manfaat dan juga perubahan dalam hidup siswanya[3]. 
Adapun perpaduan antara karakter diri pendidik yang inspiratif dan kemampuan pendidik mendesain pembelajaran memang mampu menjadikan seorang pendidik sebagai pribadi yang inspiratif akan betul-betul berdampak pada peserta didiknya, dalam memiliki kemampuan dan penalaran yang baik. Oleh karena itu, diperlukan Langkah-langkah strategis dan juga memupuk beberapa potensi kreatif sebagai modal penting yang mampu mengubah inspirasi yang ada menjadi revolusi diri. 

B. PEMBAHASAN 
a. Tokoh-tokoh Idealisme 
Plato (477 -347 Sb.M) Menurut Plato, kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam mencari kebenaran. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah mengetahui ide, manusia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakannya sebagai alat untuk mengukur, mengklarifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari. Immanuel Kant (1724 -1804) Ia menyebut filsafatnya idealis transendental atau idealis kritis dimana paham ini menyatakan bahwa isi pengalaman langsung yang kita peroleh tidak dianggap sebagai miliknya sendiri melainkan ruang dan waktu adalah forum intuisi kita. Dapat disimpulkan bahwa filsafat idealis transendental menitik beratkan pada pemahaman tentang sesuatu itu datang dari akal murni dan yang tidak bergantung pada sebuah pengalaman[4].  
Pascal (1623-1662) Pengetahuan diperoleh melalaui dua jalan, pertama menggunakan akal dan kedua menggunakan hati. Manusia besar karena pikirannya, namun ada hal yang tidak mampu dijangkau oleh pikiran manusia yaitu pikiran manusia itu sendiri. Menurut Pascal manusia adalah makhluk yang rumit dan kaya akan variasi serta mudah berubah. Untuk itu matematika, pikiran dan logika tidak akan mampu dijadikan alat untuk memahami manusia. Maka satu-satunya jalan memahami manusia adalah dengan agama. Karena dengan agama, manusia akan lebih mampu menjangkau pikirannya sendiri, yaitu dengan berusaha mencari kebenaran, walaupun bersifat abstrak[5]. 
Esensi Aliran Idealisme termasuk aliran filsafat pada abad modern. Idealisme berasal dari bahasa Inggris yaitu Idealism dan kadang juga dipakai istilahnya mentalism atau imaterialisme. Leibniz memakai dan menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato. Idealisme ini merupakan kunci masuk hakekat realitas. Idealisme diambil dari kata ide yakni sesuatu yang hadir dalam jiwa. Ada pendapat lain yang mengatakan, idealisme berasal dari bahasa latin idea, yaitu gagasan, ide. Sesuai asal katanya menekankan gagasan, ide, isi pikiran, dan buah mental[6]. 
Aliran idealisme terbukti cukup banyak berpengaruh dalam dunia pendidikan. William T.Harris adalah salah satu tokoh aliran pendidikan idealisme menyatakan Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak sekedar kebutuhan alam semata. Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. 
Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan antar manusia. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan. Pendidik dalam sistem pengajaran menurut aliran idealisme berfungsi sebagai, personifikasi dari kenyataan anak didik. Sebagai seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa. Pendidik haruslah menguasai teknik mengajar secara baik. Pendidik haruslah menjadi pribadi yang baik, sehingga disegani oleh peserta didik. Pendidik menjadi teman dari para peserta didiknya[7]. 

b. Pengertian Pembelajaran. 
Pengertian pembelajaran (instruction) merupakan akumulasi dari konsep mengajar (teaching) dan konsep belajar (learning). Penekanannya terletak pada perpaduan antara keduanya, yakni kepada pertumbuhan aktivitas subjek didik laki-laki dan perempuan. Konsep tersebut sebagai suatu system, sehingga dalam system pembelajaran ini terdapat komponen-komponen anak didik, tujuan, materi untuk mencapai tujuan, fasilitas dan prosedur, serta alat atau media yang harus dipersiapkan. Dengan kata lain, pembelajaran sebagai suatu system yang bertujuan, harus direncanakan oleh pendidik berdasarkan kurikulum yang berlaku[8]. 
Sementara itu, proses pembelajaran berlangsung melalui lima alat indra, yaitu; Penglihatan (Visual), Pendengaran (Auditory), Pembauan (Olfactory), Rasa atau pengecap (Taste), dan Sentuhan (Tactile). Secara umum, pembelajaran merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui pengalaman individu yang bersangkutan. Menurut ahli psikolongi pembelajaran dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mengkaji mengapa, bilamana, dan bagaimana proses pembelajaran berlangsung sebagai suatu organisme yang mempunyai kapasitas untuk belajar[9]. 

c. Desain Pembelajaran. 
Desain pembelajaran didefiniskan sebagai prosedur yang terorganisasi dimana tercakup Langkah-langkah dalam menganalisa, mendesain, mengembangkan, mengimplementasikan, dan mengadakan evaluasi. Twerlker, Urbach dan buck mendefinisikan desain pembelajaran (instructional design) sebagai cara yang sistematik untuk mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi satu set bahan dan strategi belajar dengan maksud mencapai tujuan tertentu. Lebih lanjut AT&T menyatakan pula bahwa sesain pembelajaran atau desian instruksional sebagai suatu konsep dalam Menyusun peristiwa dan kegiatan yang diperlukan untuk memberikan petunjuk kea rah pencapaian tujuan belajar tertentu[10]. Lebih lanjut, bahwa desain pembelajaran dapat di maknai sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai system, dan sebagai proses. Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang strategi serta proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaannya. 
Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran skala makro dan mikro. Sebagai system, desain pembelajaran merupakan pengembangan system pembelajaran dan system pelaksanaannya serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar. Sebagai proses, desain pembelajaran adalah pengembangan pengajaran secara sistematik yang digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran[11]. 
Dengan demikian, dapat disimpulkan desain pembelajaran adalah praktik penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara pendidik dan peserta didik. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, pendidik, atau dalam latar berbasis komunitas. 
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa desain pembelajaran lebih memerhatikan pada pemahaman, improvisasi, dan penerapan metode-metode instruksional. 

d. Manfaat Desain Pembelajaran. 
Sebagai penunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan. Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan. Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan kelambatan kerja. Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur pengajar maupun unsur yang diajar. Sebagai bahan penyusunan data agar terjadi kesimbangan kerja. Untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat dan biaya[12]. 
Sementara itu, komponen utama desain pembelajaran adalah; pembelajar, tujuan pembelajaran, analisis pembelajaran, strategi pembelajaran, bahan ajar, dan penilaian belajar. Salah satu usaha penting yang dapat dilakukan untuk membangkitkan semangat belajar adalah mendesain pembelajaran dalam suasana yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan berusaha untuk membangun konsepsi baru bahwa belajar bukanlah sebagaimana yang selama ini dibayangkan. 
Menurut Hernowo, menyenangkan atau membuat suasana belajar dalam keadaan gembira bukan berarti menciptakan suasana rebut. Hal ini tidak ada hubungannya dengan kesenangan dan kegembiran yang dangkal, kegembiraan di sini berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, serta terciptanya makna, pemahaman (penugasan atas materi yang dipelajari), dan nilai yang membahagiakan pada si pembelajar. 

e. Model Pembelajaran. 
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menuliskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar. Model peembelajaran yang dapat diterapkan oleh pendidik sangat beragam. Model-model pembelajaran yang digunakan oleh pendidik dalam kegiatan belajar mengajar tersebut antara lain: problem possing, CTL, PAKEM, Quatum Teaching, Resiprocal Teaching, Tutor sebaya dalam kelompok kecil, Problem Solving, Cooperative Learning, dan model pembelajaran Realistic Mathematics Education[13]. Sedangkan menurut Joyce (2000) mengemukakan ada empat rumpun model pembelajaran yakni; rumpun model interaksi sosial, yang lebih berorientasi pada kemampuan memecahkan berbagai persoalan sosial kemasyarakat, model pemorosesan informasi, yakni rumpun pembelajaran yang lebih berorientasi pada penugasaan disiplin ilmu, model pengembangan pribadi, rumpun model ini lebih berorientasi pada pengembangan kepribadian peserta belajar, dan model behaviorism yakni model yang berorientasi pada perubahan prilaku. 
Menurut pendapat Dave Meier, ada beberapa komponen pembangun suasana pembelajaran yang menyenangkan. Pertama, bangkitnya minat, Kedua, adanya keterlibatan penuh si pembelajar dalam mempelajari sesuatu. Ketiga, ihwal terciptanya makna. Keempat, ihwal pemahaman atas materi yang dipelajari. Kelima, tentang nilai yang membahagiakan. Kelima komponen ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Secara operatif, ada beberapa langkah yang ditawarkan Rose dan Nichols untuk menciptakan iklim pembelajaraan yang menyenangkan dan berhasil. Pertama, menciptakan lingkungan tanpa stress (relaks). Kedua, menjamin bahwa subjek pelajaran adalah relevan. Ketiga, menjamin bahwa belajar secara emosional adalah positif. Keempat, melibatkan secara sadar semua indera dan juga pikiran otak kiri dan otak kanan. Kelima, menantang otak para siswa untuk dapat berpikir jauh ke depan dan mengeksplorasi apa yang sedang dipelajari dengan sebanyak mungkin kecerdasan yang relevan untuk memahami subjek pelajaran. Keenam, mengonsolidasikan bahan yang sudah dipelajari dengan meninjau ulang dalam periode-periode waspada dan relaks. 
Keenam Langkah di atas dimasukkan dalam program Cara Belajar Cepat (CBC) dengan enam Langkah dasar dengan singkatan “MASTER” Pertama, Motivating your mind (memotivasi pikiran). Kedua, Acquiring the Information (memperoleh informasi). Ketiga, Searching Out the Meaning (menyelidiki makna). Keempat, Triggering the Memory (memicu memori). Kelima, Exhibiting What You Know (memamerkan apa yang anda ketahui) dan Keenam, Reflecting How You’ve Learned (merefleksikan bagaimana anda belajar)[14]. 

f. Strategi Pembelajaran. 
Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Dalam konteks pengajaran dengan strategi bisa diartikan sebagai suatu pola umum Tindakan pendidik-peserta didik dalam manifestasi aktivitas pengajaran. Sifat umum pol aitu berarti bahwa macam-macam den sekuensi (urutan) Tindakan yang dimaksud Nampak digunakan/diperagakan pendidik-peserta didik pada berbagai ragam events pengajaran. Dengan kata lain, konsep strategi dalam konteks ini dimaksudkan untuk menunjuk pada karakteristik abstrak serangkaian Tindakan pendidik-peserta didik dalam events pengajaran[15]. 
Menurut Dick dan Carey mengatakan, strategi pembelajaran adalah semua komponen materi/paket pengajaran dan prosedur yang digunakan untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan pengajaran. Strategi pembelajaran tidak hanya terbatas pada prosedur kegiatan, melainkan termasuk seluruh komponen materi atau paket pengajaran dan pola pengajaran itu sendiri. Dengan memahami pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa strategi pembelajaran adalah siasat pendidik dalam mengefektifkan, mengefisienkan, serta mengoptimalkan fungsi dan interaksi antara peserta didik dengan komponen pembelajaran dalam suatu kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pengajaran. 
Menurut Slameto,bahwa strategi pembelajaran mencakup jawaban dan pertanyaan: 
a.Siapa melakukan apa dan menggunakan alat apa dalam proses pembelajaran. Kegiatan ini menyangkut peranan sumber, penggunaan bahan, dan alat-alat bantu pembelajaran. 
b.Bagaimana melaksanakan tugas pembelajaran yang telah didenfinisikan (hasil analisis) sehingga tugas tersebut dapat memberikan hasil yang optimal. Kegiatan ini menyangkut metode dan Teknik pembelajaran. 
c.Kapan dan di mana kegiatan pembelajaran dilaksanakan serta berapa lama kegitan tersebut dilaksanakan[16]. 

g. Jenis Strategi Pembelajaran. 
Aqib sebagaimana di kutip Yatim Riyanto mengelompokkan jenis strategi pembelajaran berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu yaitu: Atas dasar pertimbangan proses pengelolaan pesan. Strategi deduktif dan strategi induktif. Atas dasar pertimbangan pihak pengelola pesan. Strategi ekspositorik dan strategi heuristis. Atas dasar pertimbangan pengaturan guru. Strategi seorang guru dan strategi pengajaran beregu (team teaching). Atas dasar pertimbangan jumlah siswa. Strategi kalsikal, strategi kelompok kecil dan strategi individu. Atas dasar pertimbangan interaksi guru dengan siswa. Strategi tatap muka dan strategi pengajaran melalui media[17]. 
Inspirasi Pembelajaran Menuju Revolusi Diri. 
Untuk melakukan Langkah-langkah perubahan dan pengembangan inspirasi pembelajaran menuju revolusi diri bagi pendidik antara lain: Memahami Bakat. Menurut AN. Ubaedy bakat seperti layaknya gold mine (tambang emas) dari segi lokasi sepertinya tidak mudah dijangkau oleh masyarakat umum. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat menemukan dan menjangkau lokasi tersebut. Demikian juga dengan bakat, ia sering berada di lokasi yang tersembunyi dalam diri manusia. Oleh karena, lokasinya tersembunyi itu, maka ia sulit ditemukan, kecuali dengan usaha secara serius untuk mencari, menggali, dan menemukannya. 
Adapun Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menemukan bakat adalah. Pertama, berusaha keras untuk menggali dan menemukan bakat terpendam yang ada dalam diri. Kedua, melakukan analisis terhadap potensi yang ada untuk dikembangkan. Ketiga, melakukan motivasi positif dalam diri. Keempat, mengetahui cara belajar yang cocok untuk mengembangkan bakat yang dimiliki. Memupuk Kreativitas. Kreativitas ini merupakan upaya membangun berbagai terobosan yang memungkinkan penguatan bagi pengembangan bakat yang telah tergali. 
Menurut Fritzpatrick, kreativitas sangat penting dalam kehidupan. Ia memberi penjelasan bahwa denga kreativitas, kita akan terdorong untuk mencoba bermacam cara dalam melakukan sesuatu. Untuk membangun sebuah kreativitas antara lain: pengetahuan yang luas, adanya sejumlah kualitas yang memungkinkan munculnya respon, adanya kemampuan membagi konsentrasi, dan adanya keinginan kuat untuk mencapai keseimbangan saat menghadapi persoalan. Bergaul dengan orang sukses, Praktik dan Menggapai Tangga Kesuksesan[18]. 

C. KESIMPULAN 
Dalam pendidikan, idealisme merupakan suatu aliran yang berkontribusi besar demi kemajuan pendidikan. Hal tersebut bisa dilihat pada metode dan kurikulum yang digunakan. Idealisme mengembangkan pemikiran peserta didik sehingga menjadikan peserta didik mampu menggunakan akal pikiran atau idenya dengan baik dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. 
Dalam konsep pembelajaran, pengajaran dapat dipahami sebagai suatu system, keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen yang berinteralasi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya dan dengan keseluruhan itu sendiri untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Perpaduan antara karakter diri pendidik yang inspiratif dan kemampuan pendidik mendesain pembelajaran memang mampu menjadikan seorang pendidik sebagai pribadi yang inspiratif akan betul-betul berdampak pada peserta didiknya, dalam memiliki kemampuan dan penalaran yang baik. Inspirasi adalah hal penting yang senantiasa dicari. Tanpa inspirasi, idealisme pembelajaran akan mengalami kesulitan berjalan. 
Ada beragam cara yang dilakukan untuk menemukan inspirasi, mulai dari menyepi, merenung, membaca, berdiskusi, mengamati fenomena social, maupun berbagai cara lainnya. Bagi pendidik, inspirasi ini bisa dibangun dengan beberapa landasan, antara lain: komitmen, cinta, dan menajamkan visi, Untuk melakukan Langkah-langkah perubahan dan pengembangan inspirasi pembelajaran menuju revolusi diri bagi pendidikan antara lain: Memahami Bakat. Memupuk Kreativitas. Bergaul dengan orang sukses, Praktik dan Menggapai Tangga Kesuksesan 

 D. DAFTAR PUSTAKA 
Isjoni, Pembelajaran Kooperatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013. 
Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013. 
Muhammad Anwar, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015. 
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013. 
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003. Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2002 
Siswanto, Perencanaan dan Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta: Pustaka Ar-Raziq, 2016. 
Mohammad Asrori, Psikologi Pembelajaran, Bandung: CV Wacana Prima, 2012 
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta: Prenadamedia Group, 2009. 
Achmad Muhlis, Pembelajaran Bahasa Arab, Surabaya: Pena Salsabila, 2013. 
Buna’I, Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Surabaya: Pena Salsabila, 2015. 
[1] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2002 
[2] Isjoni, Pembelajaran Kooperatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013. Hlm. 14 
[3] Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013. Hlm, 171 
[4] Muhammad Anwar, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015. Hlm, 7 
[5] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013. Hlm, 120 
[6] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003. Hlm, 364 
[7] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2002 
[8] Siswanto, Perencanaan dan Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta: Pustaka Ar-Raziq, 2016. Hlm, 2 
[9] Mohammad Asrori, Psikologi Pembelajaran, Bandung: CV Wacana Prima, 2012 
[10] Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta: Prenadamedia Group, 2009. Hlm. 20 
[11] Ibid. hlm, 11 
[12] Ibid. hlm, 12 
[13] Achmad Muhlis, Pembelajaran Bahasa Arab, Surabaya: Pena Salsabila, 2013. Hlm, 13 
[14] Ibid, hlm, 180-186 
[15] Buna’I, Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Surabaya: Pena Salsabila, 2015. Hlm, 2 [16] Ibid. hlm, 132 
[17] Ibid. hlm, 136-137 
[18] Ibid, hlm, 228

Share:

Popular Posts

Label