Belajar Blog, Ilmu dan Pengalaman

Sabtu, 29 Desember 2018

Biografi dan Istinbath Hukum Imam Malik

BAB I
PENDAHULUAN
Pada masa sekarang ini umat Islam dalam melakukan amaliah ibadah khususnya pada masalah furu’ sering terjadi perbedaan, baik itu sedikit ataupun banyak, baik tidak begitu kelihatan maupun yang jelas kelihatan, hal ini sangat berpengaruh dengan kehidupan masyarakat Islam khususnya orang awam yang belum begitu mengerti dengan permasalahan ini. Sehingga sering terjadi perselisihan antara mereka dan menganggap bahwa pendapat mereka paling benar.
Oleh karena itu perlu kiranya bagi kami untuk membahas hal itu akan tetapi kami batasi dari segi salah satu Imam madzhab baik dari biografi, pemikiran, cara penetapan hukum dan lain-lain, sehingga terjadi perbedaan pendapat dengan ulama madzhab lainnya. Dari begitu banyaknya para imam fiqh yang menjadi pedoman bagi para Ulama Fiqh dalam metode penetapan hukum, disini kami membahas salah satu Ulama Fiqh yaitu Imam Malik yang dimana dalam metode penetapan hukum islam banyak diikuti oleh Ulama Fiqh baik pada masa Imam Malik masih hidup maupun Ulama Fiqh sekarang, dari metode penetapan hukum ataupun pendapatnya, hal ini dikarenakan beliau dikenal dengn ahlul Hadits dan ulama fikih terkemuka pada jamannya dan kehati-hatian dalam memutuskan suatu persoalan hukum.
Untuk itu, walaupun sering terjadi perbedaan dalam pendapat baik dulu maupun sekarang, hal itu jangan menjadi salah satu sebab perpecahan umat islam akan tetapi menjadi suatu khazanah keilmuan Islam, Rasul berkata “ perbedaan pendapat dalam umatku adalah rahmat”.
Pada makalah kali ini kami akan membahas mengenai Biografi dan Istinbath Hukum Imam Malik. Diantara pembahasan-pembahasan ilmiah yang kita pelajari dengan seksama pada mata perkuliayahan fiqh Muqaronah, salah satunya adalah mempelajari istinbat-istinbat hokum yang digunakan para mujtahid dalam mengungkapkan hokum syara’ dari sumber yang dibenarkan syara’ dan yang nantinya dijadikan dalam menetapkan hukum, salah satunya dengan mendalami istinbat yang dilakukan oleh Imam Maliki dalam menggali hokum syara’ dari sumber Kitabullah dan Sunnatullah.

BAB II
PEMBAHASAAN
A.Biografi Imam Malik
1.Kelahiran Imam Malik
Beliau adalah Imam Malik bin Anas al-Asybahi al-‘Arabi. Dilahirkan dikota Madinah daerah Hijaz pada tahun 93 H, (713 M). Kakeknya yang bernama Abu Amir merupakan kalangan sahabat di Madinah serta turut menyaksikan segala peperangan nabi selain perang badar. Beliau hidup di Madinah dan tidak pernah kemana-mana kecuali beribadah haji ke Mekkah. Pengagum Imam Malik menuturkan bahwa Imam Malik dulu berada dalam kandungan ibunya selama 3 tahun, dan wafat nya pada tahun 179 H.
Pada masa Imam Malik dilahirkan, pemerintahan Islam ada di tangan kekuasaan kepala Negara Sulaiman bin Abdul Maliki ( dari bani umayah yang ke tujuh). Kemudian setelah beliau menjadi seorang alim besar dan dikenal di mana-mana, pada masa itu pula penyelidikan beliau tentang hukum-hukum keagamaan di akui dan diikuti oleh sebagian kaum muslimin. Buah hasil ijtihad beliau itu dikenal oleh orang banyak dengan madzhab Imam Malik.
2.Pendidikan Imam Malik
Beliau mempelajari ilmu pada ulama-ulama Madinah, diantara para tabiin, para cerdik pandai dan para ahli hukum agama. Dalam bidang ilmu Hadits Imam Malik belajar kepada Ibn Syihab al-Zuhri, seorang faqih sekaligus muhaddits dan dalam bidang hukum Islam beliau belajar kepada Nafi’ Maula ibn Umar dan Yahya bin Sa’id al-Anshari. Sedangkan dalam bidang qira’ah Imam Malik belajar pada Nafi’ bin Abi Na’im salah seorang qurra’ sab’ah.
3.Pengalamannya
Pengalaman yang tampaknya paling berkesan adalah mihnah, semacam ancaman, dari Khalifah al-Manshur kepadanya. Sebuah riwayat menyebutkan, Imam Malik pernah mengeluarkan fatwa bahwa talak yang diucapkan oleh orang yang dipaksa tidak sah. Keputusan fiqh semacam ini sebenarnya tidak mengejutkan. Tetapi menjadi bermasalah ketika dikiaskan dengan masalah bai’at (pengakuan pemerintah yang sah). Artinya, dengan keputusan tadi, maka bai’at karena terpaksa tidak sah, sehingga yang bersangkutan boleh loyal kepada orang lain, bukan kepada penguasa yang dipandang sah menurut orang pada umumnya. Karena itu Khalifah al-Manshur melarang Imam Malik bercerita tentang persoalan tadi. Karena Imam Malik tidak mau dilarang, maka ia dihukum dengan cambuk.

B.Metode Istimbat Imam Malik
Madzab Maliki merupakan antitesis dari madzab Hanafi yang rasionalis. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi hal ini. Pertama, Imam Malik adalah keturunan Arab yang bermukim di daerah hijaz. Kedua, semasa hidup beliau tidak pernah meninggalkan daerah tempat tinggalnya. Ketiga, kehidupan ilmiah beliau dimulai dengan menghafal al-Qur’an, kemuadian menghafal Hadits Nabi.
Ketiga faktor inilah yang menyebabkan Imam Malik cendrung berfikir secara tradisional dan kurang menggunakan rasional dalam corak pemikiran hukumnya. Beliau dianggap sebagai wakil ahli Hadits, walaupun dalam praktik juga menggunakan metodologi rasio, yaitu Qiyas. Hanya memang, porsi terbesarnya pada Hadits.
Dalam kaitannya dengan dasar hukum Islam, beliau lebih dikenal sebagai pengagas teori kemashlahatan dan menjadikannya sebagai pertimbangan menetapkan hukum, serta sebagai dasar pengambilan hukum sehubungan dengan masalah yang tidak ada nash al-Qur’an dan Sunnah.
Di antara metode penting yang ditawarkan Madzab Imam Malik dalam melakukan istimbat adalah penggunaan al-maslahah al-mursalah. Teori ini diilhami oleh suatu paham bahwa syari’ah Islam bertujuan mendatangkan manfaat, kesejahteraan dan kedamaian bagi kepentingan masyarakat dan mencegah kemudaratan. Menurut Imam Malik, kepentingan bersama merupakan sasaran syariat Islam.

C.Sumber Hukum Madzab Maliki
Dasar-dasar hukum yang diambil dan dipergunakan oleh Imam Malik dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.Al-Qur’an
Sebagaimana Imam yang lain, Imam Malik menempatkan al-Qur’an sebagai landasan dan sumber utama.
2.Sunnah
Dalam menggunakan Sunnah Imam Malik memiliki konsepsi sendiri. Menurut beliau, jika sebuah Hadits bertentangan dengan tradisi masyarakat Madinah, ia menolaknya. Bagi beliau, sebuah Hadits tidak harus masyhur sebelum bisa diterapkan.
3.Praktik masyarakat Madinah.
Imam Malik berpandangan bahwa karena sebagian besar masyarakat Madinah merupakan keturunan langsung sahabat dan Madinah sendiri menjadi tempat Rasulullah menghabiskan sepuluh tahun terakhir hidupnya, maka praktik yang dilakukan semua masyarakat Madinah merupakan bentuk sunnah yang sangat otentik yang diriwayatkan dalam bentuk tindakan, bukan kata-kata.
4.Ijma’ sahabat.
Sebagaimana Imam Hanafi, ijma’ sahabat, dan ijma’ pada ulama berikutnya merupakan sumber hukum ketiga.
5.Pendapat individu sahabat.
Imam Malik memberi bobot penuh terhadap pendapat-pendapat sahabat, baik yang bertentangan maupun yang menjadi kesepakatan.
6.Qiyas.
Imam Malik pernah menerapkan penalaran deduktif pada persoalan-persoalan yang tidak tercakup oleh sumber-sumber yang telah disebutkan sebelumnya. Namun beliau sangat berhati-hati dalam melakukannya karena adanya subyektifitas dalam penalaran semacam ini.
7.Tradisi masyarakat Madinah
8.Istislah (mencari sesuatu yang lebih sesuai)
Imam Malik menerapkan prinsip ini untuk merumuskan hukum-hukum untuk lebih menyesuaikan dengan kebutuhan yang muncul dalam situasi aktual daripada yang dirumuskan dengan Qiyas.
9.Urf.
Adalah urusan yang disepakati oleh segolongan manusia dalam perkembangan hidupnya, dan adat adalah pekerjaan yang berulang-ulang yang dilakukan oleh peerorangan dan oleh golongan-golongan, suatu jamaah apabila telah biasa mengerjakan sesuatu menjadi ‘urflah bagi mereka. Imam Malik meninggalkan qiyas apabila qiyas itu berlawanan dengan Uruf. Ibnu Hajar Al-Asqalani berpendapat bahwa ‘Uruf dapat diamalkan apabila tidak berlawanan dengan sesuatu nash. Para Ulama Malikiyah membagi adat kepada tiga : Pertama, ‘uruf yang diambil oleh semua ulama, yaitu ‘uruf yang ditunjuki oleh nash. kedua, ‘uruf yang jika diambil berarti mengambil sesuatu yang dilarang oleh syara’, atau meninggalkan sessuatu tugas syara’. Ketiga, ‘uruf yang tidak dilarang syara’ dan tidak ditunjuki untuk mengamalkanya.

D.Karya Imam Malik
1.Al-Muwattha’
Al-Muwattha’ adalah kitab Hadits berwajah fiqh atau kitab fiqh berwajah Hadits. Disebut demikian, karena di dalamnya diwarnai Hadits-hadits, baik yang disandarkan kepada Rasulullah, sahabat, maupun tabi’in. Disebut dengan kitab fiqh, karena dalam penyusunannya kadang-kadang ketika beliau menuturkan Hadits tentang tema tertentu, ia menyebutkan pernah ditanya tentang suatu masalah, kemudian mencantumkan jawabannya berdasarkan ayat al-Qur’an, atau al-hadits atau Qiyas. Terkadang juga beliau menjawab suatu masalah dengan yurisprudensi ulama Madinah.
2.Al-Mudawwanah.
Kitab ini dihimpun oleh muridnya yang bernama Asad bin al-Furat al-Naisaburi yang berisi tentang fatwa-fatwa Imam Malik yang mengandung tidak kurang dari 36.000 masalah.

BAB III
KESIMPULAN
a.Imam Malik bin Anas al-Asybahi al-‘Arabi. Dilahirkan dikota Madinah daerah Hijaz pada tahun 93 H, (713 M). Kakeknya yang bernama Abu Amir merupakan kalangan sahabat di Madinah serta turut menyaksikan segala peperangan nabi selain perang badar.
b.Madzab Maliki merupakan antitesis dari madzab Hanafi yang rasionalis. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi hal ini. Pertama, Imam Malik adalah keturunan Arab yang bermukim di daerah hijaz. Kedua, semasa hidup beliau tidak pernah meninggalkan daerah tempat tinggalnya. Ketiga, kehidupan ilmiah beliau dimulai dengan menghafal al-Qur’an, kemuadian menghafal Hadits Nabi.
c.Dasar-dasar hukum yang diambil dan dipergunakan oleh Imam Malik dapat disimpulkan sebagai berikut:
Al-Qur’an, Hadits , Praktik masyarakat Madinah , Ijma’ sahabat, pendapat individu sabahat, qiyas, tradisi masyarakat Madinah, Istislah dan urf.
d.Al-Muwattha’ adalah kitab Hadits berwajah fiqh atau kitab fiqh berwajah Hadits.

DAFTAR RUJUKAN
Muh. Zuhri, Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 1996
Ngainun Naim, Sejarah Pemikiran Hukum Islam sebuah Pengantar, Teras, Yogyakarta: 2009


Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Label