Belajar Blog, Ilmu dan Pengalaman

Sabtu, 12 Januari 2019

Historiografinya dan istilah dalam filsafat Islam.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada era tahun 1970-an, para penulis barat tentang filsafat Islam cenderung melihat filsafat Islam sebagai mata rantai atau jembatan emas yang menghubungkan Eropa Kuno (Yunani) dengan Eropa Modern. Dengan tendensi yang bisa juga diidentifikasi sebagai Europosentrisme. Mereka pada umumnya berpendapat bahwa filasafat Islam telah berakhir dengan wafatnya Ibn Rusyd (1196), karena melalui Ibn Rusyd-lah, pemikiran Yunani Kuno telah dikembalikan ke Eropa.
Dengan tendensi mentalitas seperti itu, banyak penulis Barat yang melihat bahwa Islam tidak sungguh-sungguh memiliki filsafat, karena filsafat yang dikembangkan di dunia Islam, selama ini pada hakikatnya adalah filsafat Yunani, sedangkan Islam tidak memiliki sistem filsafatnya sendiri.
Bermula dari identifikasi penulis Barat ini, maka ditemukan masalah-masalah dari perspektif di atas antara lain, Benarkah bahwa filsafat Islam itu hanya semata-mata impor dari Yunani? Seberapa jauh Islam memberikan peranan dan sumbangsihnya terhadap perkembangan keilmuan filsafat dalam masyarakat Islam?.
Oleh sebab itu, dipandang perlu untuk menemukan rumusan yang tepat, atau setidak-tidaknya yang dapat diterima sebagai rumusan yang universal, sehingga menjadi sumbangan yang berharga pada dunia pengetahuan pada umumnya, khusus nya pada pengetahuan filsafat Islam. Oleh karena itu, maka penulis dalam penyusunan makalah ini mengambil suatu permasalahan seputar Historiografinya dan istilah dalam filsafat Islam.
Baca Juga PEMIKIRAN FILSAFAT DI TIMUR SEBUAH ARTIKEL TELAAH FILSAFAT ISLAM
B. Rumusan Masalah
Apakah filsafat Islam itu dan bagaimana definisinya?
Bagaimana pendapat para ahli terhadap berbagai macam istilah dalam filsafat Islam?

C. Tujuan
Untuk mengetahui filsafat Islam itu dan bagaimana definisinya.
Untuk mengetahui pendapat para ahli terhadap berbagai macam istilah dalam filsafat Islam


BAB II
PEMBAHASAN
1. Historiografi Filsafat Islam.
Dalam sejarah peradaban umat Islam, yang sekarang sudah berlangsung lebih dari empat belas abad, kita melihat terdapat lima abad perkembangan filsafat yang sangat menakjubkan. Hal ini tidak hanya diakui di kalangan umat Islam, tetapi juga di kalangan non Muslim, lima abad itu adalah antara tahun 100 sampai dengan 595 H atau tahun 720 sampai dengan tahun 1198 M.
Sepanjang lima abad itu, para ahli filsuf muslim sudah memikirkan manusia dan mahkluk hidup di hadapan Tuhannya, serta terhadap alam dunia secara keseluruhan dengan bertitik tolak dari kemampuan akal semata-mata. Dalam kerja pikir mereka, ditemukan dua pendekatan yang berlainan terhadap iman dan agama. Ada yang menggunakan metode rasional (filsafat) dan ada juga yang menyusun sistem, berusaha untuk menyesuaikan kepada tuntutan aqidah dan syari’ah.
Jadi, Islam sebagai agama mengakui bahwa filsafat telah diakui kebenaran dan kedaulatannya sebagai usaha yang otonom dan mendasarkan penyelidikannya kepada akal semata-mata. Agama oleh para ahli pikir Islam tidak dijadikan jenjang teknis pemikiran untuk menetapkan suatu kesimpulan. Singkatnya, filsafat memakai dalil aqli, sedangkan ilmu keagamaan lainnya memakai dalil naqli, sehingga apapun yang menjadi predikat dari kata filsafat, baik sebagai corak maupun sebagai obyek kajian, maka hanya unsur rasional sajalah yang menjadi syarat mutlak dalam kerja pikirannya.
Kalau dilihat dari sejarah peradaban umat manusia secara keseluruhan, maka periode filsafat Islam dapat dianggap sebagai lanjutan dari periode filsafat klasik Yunani yang didalangi oleh Plato dan Aristoteles. Filosof inilah yang banyak mempengaruhi pendapat filosof besar Islam kenamaan seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibn Rusyd.
2. Definisi Filsafat Islam
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, philos (suka, cinta) sophia (kebijaksanaan). Dengan demikian filsafat itu berarti cinta pada kebijaksanaan. Jadi, filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan atau sikap yang sangat kita junjung tinggi. Sedangkan filsafat secara konsepsional adalah metode berpikir sinoptis, yakni berpikir merangkum dengan jalan menarik
kesimpulan umum dari berbagai cabang ilmu pengetahuan dalam suatu aksioma melalui proses generalisasi dan abstraksi.
Dalam proposisinya, Islam adalah agama yang kaya akan benih-benih filsafat, sehingga bukan suatu hal yang mustahil, apabila persoalan-persoalan yang dipermaslahkan oleh filosof-filosof Islam itu timbul atau terdorong oleh ajaran agama Islam itu sendiri. Kemudian Islam sebagai peradaban, ternyata telah berhasil menampung aneka ragam kebudayaan secara akulturatif menjadi satu corak pemikiran dalam satu kesatuan pemikiran dan kebudayaan Islam.
Jadi, berdasarkan pendapat di atas, maka lebih tepat kalau pengertian filsafat Islam kita rumuskan sebagai berikut; Filasafat Islam adalah filsafat yang secara esensial berinspirasikan dari luar (filsafat-filsafat sebelumnya) dan juga berinspirasikan dari dalam (agama Islam itu sendiri), karena motivasi agama, berpikir yang sedalam-dalamnya dengan insyaf, bebas dan radikal tentang segala yang ada untuk memahami hakikatnya.. kemuadian dengan caranya sendiri, kebenaran menurut filsafatnya akan selalu disesuaikan dengan kebenaran menurut informasi agamanya.
3. Pendapat Ahli Terhadap Berbagai Macam Istilah dalam Filsafat Islam.
Sebelum dibahas lebih jauh mengenai problem terhadap filsafat Islam, ada satu persoalan yang perlu dipahami terlebih dahulu, bahwa kata-kata Islam yang terletak setelah filsafat mempunyai dua alternatif pengertian:
Filsafat Islam bisa berarti: filsafat yang membahas tentang Islam, atau dengan kata lain, Islam yang dibahas secara filosofis. Jadi, kata-kata Islam yang berada di belakang kata filasafat, dipandang sebagai salah satu (bagian) dari yang ada dari segala yang ada, yang bisa menjadi obyek materi (kajian) dari filsafat.
Filsafat Islam bisa berarti: filsafat yang bercorak Islam atau dengan kata lain, Islam menjadi corak atau warna dari suatu filsafat. Jadi, kata-kata Islam menjadi sebutan (predikat) dari kata filsafat, tidak lagi menjadi obyek kajian sebagaimana halnya pengertian yang pertama, melainkan sebagai corak atau warna dari suatu filsafat.
Dari dua alternatif pengertian di atas ini, muncul persoalan, apakah filsafat tersebut bercorak Islam atau bercorak Arab?, sehingga apakah harus disebut filsafat Islam atau filsafat Arab?. Maka, untuk memahami persoalan tersebut Dr. Ahmad Fuad al-Ahwani dalam bukunya Filsafat Islam sebagaimana di kutip oleh Prof. Sunardji Dahri Tiam menyatakan, bahwa hasil penelitian tentang filsafat Islam di Colonia tahun 1959 memberikan kesimpulan berdasarkan suatu angket yang ditujukan kepada para ahli filsafat Islam di seluruh dunia, bahwa hasil angket tersebut dapat diketahui dengan jelas adanya perbedaan besar tentang penamaan filsafat tersebut.
Dari penjelasan di atas, dapat kita pahami bahwa para ahli filsafat Islam, masih berbeda dalam memberikan nama terhadap corak pemikiran yang lahir, tumbuh dan berkembang di negeri-negeri Islam dan di bawah pengayoman negara-negara Islam.
Adapun pendapat para ahli terkait filsafat antara lain:
Syahrustani, Al-Qifti, Al-Baihaki, dkk, mereka menamakan Filsafat Islam dengan mengemukakan alasan:
Filsafat tersebut lahir, tumbuh dan berkembang dalam kurun Islam dan di bawah naungan negara-negara Islam.
Islam mempunyai pengaruh yang jelas tehadap corak pemikiran tersebut.
Tokoh-tokohnya kebanyakkan bukan kebangsaan arab. Hanya Al-Kindi.
Tokoh-tokohnya semuanya orang Islam
Profesor Nellinou, menamakan filsafat Arab dengan alasan bahwa:
Tidak hanya orang Islam yang mempunyai andil terhadap perkembangan keilmuan dan karya-karya Arab tesebut, tetapi juga orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Dengan mempertalikan kepada agama Islam, maka konsekuensinya harus ada penelitian khusus terhadap karya-karya kaum muslimin dalam bahasa asing.
Profesor Asynah, Courban dan De Boer menamakan dengan filsafat di Dunia Islam. Walaupun tidak mempunyai alasan secara khusus, hanya saja mereka dengan pengertiannya tersebut agar dapat mengakomodir masalah-masalah yang dipertentangkan.
J.W.M.Bakker SY menamakan dengan filsafat dalam Islam. Dia beralasan bahwa Islam sebagai agama, tidak mempunyai hubungan batin dengan filsafat, tetapi hanya mempunyai hubungan lahir saja.
Dengan demikian, di atas semua itu, kita tentu dihadapkan pada pilihan untuk menentukan atribut yang lebih pas dan cocok, oleh sebab tu, filsafat Islam yang pantas dengan beberapa alasan:
Pertama, ketika filsafat Yunani diperkenalkan ke dunia Islam, dalam Islam telah tersusun sistem teologi yang sangat menekankan keesaan Tuhan dan hukum (Syari’ah) yang menjadi pedoman bagi siapapun pemeluk Islam.
Kedua, sebagai seorang pemikir, filosof Muslim merupakan pemerhati filsafat Yunani yang kritis. Ketika dirasakan adanya kekurangan yang diderita filsafat Yunani, maka dengan tanpa ragu, para pemikir Muslim akan mengkritisi secara sangat mendasar.
Ketiga, adanya perkembangan unik dalam filsafat Islam sebagai akbikat interaksi antara Islam sebagai agama dan filsafat Yunani .

Kesimpulan
Islam sebagai agama mengakui bahwa filsafat telah diakui kebenaran dan kedaulatannya sebagai usaha yang otonom dan mendasarkan penyelidikannya kepada akal semata-mata.
bahwa hasil penelitian tentang filsafat Islam di Colonia tahun 1959 memberikan kesimpulan berdasarkan suatu angket yang ditujukan kepada para ahli filsafat Islam di seluruh dunia, bahwa hasil angket tersebut dapat diketahui dengan jelas adanya perbedaan besar tentang penamaan filsafat tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Sunardji Dahri Tiam, Historiografi Filsafat Islam (Corak, Periodesasi dan Aktualisasi), Malang: Intrans Publishing, 2014
Edi Susanto, Filsafat Islam (Aliran dan Tema Pemikiran), Surabaya: Pena Salsabila, 2013
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014
Muhammad Anwar, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2015





























Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Label

Blog Archive